Sisi Tersembunyi

31 3 4
                                    

Karena rasa lapar yang menyerangku tadi, Juna membawaku untuk makan. Bukan di restoran, melainkan di apartemen milik Juna. Ini memang bukan tempat makan spesial seperti restoran bintang lima tapi rasa makanannya tidak akan mengecewakan.

Juna memiliki hobi lain yang tak kalah hebat dari bermain basket, yaitu memasak. Hasil masakannya selalu mengagumkan, aku iri dengan keahlian Juna ini, karena aku yang tidak bisa memasak sama sekali.

Dan karena kekuranganku yang tidak bisa memasak, Juna menyuruhku untuk menunggu saja di depan televisi. Padahal 'kan aku ingin membantunya memasak, hitung-hitung aku juga mau belajar memasak. He he he.

Tadi saat aku terlalu penasaran dengan apa yang dibuat Juna, aku pura-pura ke dapur mengambil makanan ringan dari kulkas Juna. Habisnya, aku teramat kepo dengan apa yang dilakukan Juna sehingga dia bisa menghasilkan makanan yang begitu lezat.

Sialnya lagi, Juna langsung mengusirku begitu aku sampai di sebelah meja makan. "Jangan kesini, lo bukannya bantu malah ngerocokin jatuhnya," begitu tadi kata Juna.

Sebenarnya benar juga sih kata Juna, yang ada nanti aku malah ganggu dia masak. Akhirnya aku benar-benar mengambil beberapa snack dan jus jeruk dari kulkas lalu kembali lagi ke depan tv.

Dan, yah, di sinilah aku. Duduk bersila di atas sofa empuk lebar milik Juna ditemani dengan keripik kentang di pangkuanku sambil menikmati sinetron sore.

"JUNA CEPETAAAANN. GUE LAPER," teriakku setelah meminum jus jeruk dan menyisakan setengahnya.

"IYEEE. BENTAR LAGIII," balas Juna tak kalah kencang.

"Semoga aja tetangga Juna gak denger deh kita teriak-teriak," gumamku sambil terkikik geli.

Aku menselonjorkan kakiku di atas sofa setelah menaruh kemasan keripik kentang yang tinggal remah-remahannya saja di meja.

Mataku mulai memperhatikan bagian-bagian apartemen Juna. Sederhana dan tidak neko-neko, itulah kesan pertama yang dapat kusebutkan saat pertama kali datang ke sini; dua tahun lalu.

Furniturenya juga hanya beberapa, mengingat Juna yang tinggal sendirian. Yang kutahu Juna memang tinggal seorang diri di apartemen yang kubilang cukup luas ini. Tentu saja aku tahu, karena selama dua tahun -yang katanya- menjadi pacarnya-, aku belum pernah sama sekali melihat keluarga Juna yang berkunjung ke sini.

Oh ya, ada satu hal yang selalu membuatku penasaran. Itu adalah keberadaan piano yang berada di dekat dinding abu-abu itu. Aku belum pernah melihat Juna memainkan piano secara langsung. Kadang piano itu membuatku berpikir kalau, mungkin hanya sebagai pajangan saja.

"Udah siaaap," seru Juna mengagetkanku saat melamun melihat piano itu.

Juna menunjuk kakiku yang masih selonjoran menggunakan dagunya. Aku menarik kakiku kembali dalam posisi bersila, lalu Juna duduk di sebelahku dengan melipat kaki kirinya hingga ke atas sofa. Sedangkan kaki kanannya masih di bawah.

"Lama banget," keluhku. "Gue hampir mati suri nungguin makanan mateng," lanjutku.

Juna terkekeh sambil memberikan satu piring yang dipegangnya padaku. "Sori, Queen," katanya tersenyum.

Aku memasukkan sesendok nasi goreng ke mulutku. Aku mengunyahnya dengan terselip sebuah senyum kecil. Hmm selalu enak.

Aku terlalu bersemangat menyuap nasi goreng karena merasa sangat lapar. Tidak mungkin juga kan kalau aku menyia-nyiakan nasi goreng yang super duper enak ini.

"Yang," panggil Juna.

"Happha?" Tanyaku dengan mulut penuh nasi goreng dan mataku masih fokus pada acara tv.

[KSS 1] Karena Dia ArjunaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang