Satu

26 2 0
                                    

"Raka"

"APA?" jawab Raka dengan suara yang bass-nya yang berat dan keras (tuing-,-).

Sarah tampak kaget dan spontan mundur selangkah. Wajahnya memucat dan matanya mulai berkaca-kaca. "Nggak perlu membentakku, aku cuma..."

"Aku nggak membentakmu," jelas Raka sambil menunjukkan wajah capek. "Berapa kali aku harus bilang kalau suaraku..." Cowok itu menghentikan kalimatnya, merasa percuma karena sudah melakukannya berkali-kali tanpa hasil.

"Ah! Sudahlah! Ada perlu apa?"

"Aku cuman mau minta tolong..." Sarah terhenti sejenak untuk menelan ludah. "Mintakan persetujuan artikel ini sama Bu Ratna. "Dia menyodorkan beberapa lembar artikel kepada Raka dan langsung buru-buru kembali kedepan komputer tanpa berani menatap mata cowok itu.

Raka langsung mengernyit. "Cewek aneh."

"Bukan dia yang aneh, tapi kau!" komentar Nathan yang berada di sebelahnya. "Kau yang aneh karena nggak juga sadar, suaramu itu menakutkan."

"Suaraku? Tapi, dari dulu, suara emang begini." Raka melirik Nathan tajam dengan tatapan aku-akan-membunuhmu-kalau-kau-ngomong-lagi.

Nathan malah balas meliriknya. "Uuuu... takuuut..."

"KAU!!!" Raka mulai kehilangan kesabaran. Tepat saat tangannya akan berbicara, Nadya yang duduk di depan mereka menggebrak meja.

"DIAM!" katanya. "Bisa nggak, sih, kalian meneruskan pertengkaran anak SD kalian itu di luar? Aku jadi nggak bisa konsentrasi baca."

"Kamu bisa baca di perpustakaan," balas Nathan.

"Maunya sih begitu, tapi jam segini perpustakaan sudah tutup dan baru buka besok pukul 8." Nadya tersenyum, merasa menang.

"Kalau begitu, lakukan besok pagi," balas Nathan dingin. Kali ini, sepertinya dia yang menang.

Nadya menatap marah ke arah Nathan yang tampak tak peduli. Suasana berubah menjadi panas diantara mereka berdua dan percikan api terasa lebih banyak dari Nadya.

Raka menelan ludah, merasa sudah waktunya dia pergi dari tempat itu.

"Aku... mau ke tempat Bu Ratna dulu, ya," katanya kemudian sambil mengacungkan lembaran artikel yang tadi diberikan Sarah. Tak ada seorang pun yang menjawab. Nadya dan Nathan mungkin tidak mendengarnya. Sementara, Sarah, dia terlalu takut untuk mengeluarkan suara sedikit pun.

***

"Bu Ratna! Saya protes!" teriak Raka begitu sampai di meja kerjanya. "Saya lebih baik di-skorsing dua tahun daripada di hukum kerja paksa kayak gini."

"Skorsing dua tahun?" Bu Ratna tersenyum geli. "Enak di kamu kalau begitu."

"Tapi, sungguh! Saya sudah nggak tahan lagi," desah Raka sambil menjatuhkan diri di kursi depan mejanya.

"Ya ampun, Raka, kamu baru sebulan di situ."

"Tapi, rasanya sudah seperti seabad, Bu!" protesnya. "Satu ruangan dengan Zombie berlidah tajam, Ratu Salju, dan si cengeng penakut itu, entah kenapa bikin jarum jam terasa nggak bergerak ke mana pun."

Bu Ratna malah tertawa. "Hebat, bahkan, kamu sudah punya julukan buat mereka, Ibu nggak menyangka kalian sudah sedekat itu."

"Berapa lama lagi saya harus membantu, ah... maksud saya, kerja rodi di redaksi majalah sekolah?" Raka memasang tampang memelas.

"Mmmm..." Bu Ratna pura-pura berpikir. "Nggak lama kok, Raka, paling-paling sampai kenaikan kelas."

"HAH?!!" teriak Raka spontan. Untung saja, saat itu, ruang guru sudah sepi.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 11, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

LET GOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang