"Percayalah, sebuah pertemuan adalah awal dari segalanya, tapi perpisahan bukanlah akhir dari segalanya."
***
SUASANA kelas XI-IPA-2 saat ini sunyi. Hanya terdengar suara ocehan guru matematika di depan kelas yang diikuti dengan suara jarum jam yang berdetik.
Qiyara untuk kesekian kalinya melihat jam tangan yang ia pakai di lengan kanan nya. Ia ingin pelajaran terkutuk ini segera selesai.
Tidak memperhatikan, Qiya hanya melamun dan bersenandung pelan menyanyikan lagu just a friend to you - Meghan Trainor yang saat itu sedang didengarnya melalui earphone sambil menunggu bel tanda istirahat berbunyi.
"Qiyara Acelin Rayisha, maju dan tolong selesaikan soal di depan" terdengar suara serak milik seorang pria paruh baya dari depan kelas.
"Qi, mampus lo, daritadi ga dengerin kan" bisik sahabatnya Shafa Putri Kirana, atau yang biasa dipanggil Shafa.
"Cepet maju nanti malah tambah kena masalah Qi kalo lo ga maju"
Akhirnya, dengan malas Qiya beranjak dari tempat duduk nya dan berjalan ke arah papan tulis. Dilihatnya soal yang tertulis di papan tulis itu. Soal yang sama sekali tidak ia mengerti.
Qiyara hanya mematung di hadapan papan tulis putih sambil menggenggam sebuah spidol hitam.
"Pak maaf, saya tidak mengerti"
Seketika, suara gelak tawa memenuhi seisi kelas. Semua tertawa kecuali seorang pria paruh baya di sebelah Qiya yang malah memberi tatapan tajam.
"Ya bagaimana kamu mau mengerti, daritadi saya menjelaskan, pikiran mu entah kemana" ucap Pak Bono yang merupakan guru matematika paruh baya itu.
"Pikiran saya mikirin mie kuah bakso Mang Edi, Pak" jawab Qiya seadanya dengan santai, dia memang tipe yang suka asal ceplos.
Mendengar ucapan Qiya yang asal bicara itu, seisi kelas kembali tertawa geli. Sebagian sambil terkagum - kagum atas keberanian Qiya menjawab guru killer itu.
"Keluar saja kamu kalau memang tidak ingin memperhatikan !" ucap Pak Bono kali ini dengan nada yang lebih tegas.
"Ya, kalo emang itu mau bapak, gapapa deh saya keluar, kebetulan saya mau ke kantin nih Pak, permisi" kata Qiya, lalu berjalan keluar kelas.
"Kamu ya ! Ampun deh, dikasih makan apa kamu sama orang tua mu sampe tingkahnya gabisa dikondisi-" keluh Pak Bono yang tidak selesai di dengar Qiya, karena sudah keluar lebih dahulu.
Tidak berbeda dengan di dalam
kelas, di luar sangatlah sepi. Tidak ada murid yang lalu lalang di lorong kelas. Koridor di depan kelas nya saat itu benar benar kosong. Hanya ada beberapa murid di lapangan basket yang mungkin memang sedang jam pelajaran olahraga.Qiya terus melangkahkan kedua kakinya ke arah kantin sekolah, tempat yang selama di kelas tadi diidam - idamkan nya. Tempat yang membuat pikiran Qiya melayang layang entah kemana.
Tak sampai dua menit kemudian, dirinya sudah sampai di tempat berkumpulnya para pedagang makanan. Dihirupnya wangi berbagai macam makanan, dan itu membuat nya semakin lapar.
Tanpa berpikir panjang, segera dihampirinya gerobak bakso Mang Edi yang masih sepi pembeli.
"Mang Edi, mie bakso nya satu, seperti biasa aja yaa"
"Ya, siap neng"
Sambil menunggu makanan pesanan nya, Qiya berjalan menuju mading sekolah, ingin tahu hot news apa yang sedang menjadi trending saat ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dream Alone
Teen Fictionkamu bukan milikku, namun terkadang aku berpikir bahwa sesungguhnya kamu ingin menjadi milikku. aku menciptakan sebuah khayalan, dimana kamu menginginkanku diam diam dan kadang aku melupakan fakta, bahwa itu semua hanyalah dibuat buat. You don't wa...