Navelia 37

415 19 0
                                    

       Malam itu menjadi malam tersibuk sejak aku memulai masa internship. Bagaimana tidak? Shena yang tiba-tiba saja pingsan karena dehidrasi dan dr. Ilham yang tiba-tiba harus izin karena ibunya meninggal membuatku menjadi satu-satunya dokter yang bertanggung jawab di UGD. Ditambah lagi, sebuah kecelakaan beruntun yang lokasinya tidak jauh dari rumah sakit membuat daftar pasien betul-betul membludak malam itu.
Aku bahkan baru tidur pada pukul 04.00 pagi.

      Tepat pukul 09.00, alarmku yang terakhir berbunyi dan aku bahkan tidak menyadarinya kalau saja suster Inge tidak datang membangunkanku. Karena waktu sudah sangat mepet, aku memutuskan untuk hanya mencuci muka dan sikat gigi lalu kembali bertugas. Sebelumnya, aku menemui Shena di kamar rawatnya. Ternyata ia sudah bangun.

      "Gimana keadaan loe ?" tanyaku sambil mengecek suhu tubuhnya.

      "Baik dong, kan udah dikelonin sama Dimas." Dimas adalah pacar Shena. Semalam, laki-laki itu tak pernah beranjak sedikitpun dari sisi Shena, memunculkan sebuah perasaan iri dalam diriku. Kapan ada cowok yang seperhatian itu kepadaku?

      "Nggak usah mupeng gitu deh. Makanya cari cowok,"

      "Apaan sih loe. Siapa juga yang mupeng."

      "Hidung loe yang kedut-kedut nggak bisa bohong."

      Aku merungut kesal, membuat Shena justru semakin mengolok-olokku. "Terus pacar loe mana ?" tanyaku mengalihkan.

      "Pulang, dia kan harus kerja."

      "Kasian deh lu, jomblo lagi."

      "Ihh kata siapa, bentar lagi sepupu gue dateng kok nengokin."

      "Sepupu? Sejak kapan loe punya saudara disini?" tanyaku penasaran.

      "Gue juga baru tau akhir-akhir ini sih. Bahkan gue baru kenalan sama sepupu gue itu dua hari lalu. Makanya, loe temenin gue gih nanti, gue nggak akrab sama dia. Entar malah awkward lagi."

      "Bodo. Gue mau visit dulu. Bye !" jawabku cuek sambil sesekali menjulurkan lidah ke arah Shena. Hingga aku tidak menyadari, bahwa sepupu yang dimaksud Shena ternyata sudah ada di ambang pintu. Aku melewatinya begitu saja tanpa sempat bertegur sapa. Takut terjebak awkward moment.

       Hari itu, aku sungguh tidak tahu. Bahwa dua mata dengan tatapan tajam bak elang terus mengikuti langkahku hingga menghilang di tikungan koridor.

       Seperti biasa, setelah melakukan visit ke bangsal-bangsal aku langsung menuju ruangan khusus untuk dokter umum. Menunggu pasien-pasien baru yang datang. Dalam hati, aku merasa miris. Kalau pasien-pasien ini tahu aku belum mandi apakah mereka semua masih mau diperiksa olehku? Segera kuenyahkan pikiran konyol itu sebelum mengganggu konsentrasiku dalam memeriksa pasien.

       Pukul 02.00 wita, tugasku di poli telah berakhir membuatku bisa sedikit bersantai. Kuputuskan untuk menjenguk Shena di ruangannya. Lumayan untuk teman ngobrol karena rasa-rasanya hari ini aku malas pulang cepat.

      Setibanya di kamar rawat Shena, aku menemukan Shena tengah disuapi buah-buahan oleh Dimas. Duh, kasihanilah jomblo sepertiku Shenn...

      "Eh, Nav. Loe kemana aja daritadi dicariin tau sama suster Heti." serbu Shena saat aku masuk dan mengambil satu buah apel dari keranjang buah.

      "Ngapain si suster nyariin gue? Jangan bilang dia habis dari sini dan nggak tahan jadi nyamuk makanya mau curhat lagi?"

      "Hahahahaa apasih... nggak kok. Eh katanya loe disuruh nyusul ke taman dekat apotek."

      "Eh tumben banget Suster Heti curhatnya mau disitu, biasanya kan di taman deket kamar mayat."

      "Dasar najisun loe. Sana... sana... buruan udah ditungguin."

      Aku hanya mengangguk dan mengikuti permintaan Shena. Sesampainya di taman apotek, aku melihat tidak ada tanda-tanda kemunculan suster Heti disana. Setelah mencoba menghubungi suster Heti beberapa kali dan hanya dijawab oleh operator, aku memutuskan untuk duduk di bangku taman sambil menunggu. Mungkin sebentar lagi suster Heti akan datang.

      Tepat setelah lima belas menit menunggu dan suster Heti belum menampakkan batang hidungnya, aku berniat meninggalkan taman itu. Namun, sebuah suara mengurungkan niatku.

      "Hai..."

NaveliaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang