Hai, akhirnya aku abdet lagi setelah satu bulan. Maklum inspirasinya belum ada kemaren kemaren. Maaf ya buat yang nunggu lama, and.... Happy reading.
******
Akhirnya kami menyerah dan setelah makan siang, kami mendatangi pihak bandara agar memberikan kontak salah satu kru syuting yang datang bersama kami. Tidak mudah pastinya meminta mereka untuk mau dengan sukarela memberikan hal-hal yang menurut mereka personal. Ucus sampai harus mengeluarkan semua kartu identitasnya agar pihak bandara percaya. Dan bahkan mereka masih tidak percaya bahwa kami bukanlah orang yang berniat jahat.Akhirnya mereka mengizinkan kami untuk menggunakan nomor telpon dan menelpon dengan menggunakan telpon mereka. Iya, mereka tidak menyebutkan nomor hpnya, atau bahasa mudahnya, mereka yang menelponkan untuk kami. Pengamanan mereka pada data pribadi cukup bagus menurutku. Mereka tidak dengan mudah mengumbar privacy penumpangnya. Buktinya saja kami yang butuh waktu 1 jam untuk membujuk mereka.
Dan akhirnya, ini benar-benar akhirnya, akhirnya, pak Owi kemudian datang dengan taksi dan membawa kami ke hotel. Hufft, lega sekali rasanya. Aku pikir, malam ini aku tidur dijalanan. Hahhahaaha.
Setelah mandi dan ganti baju, aku bergegas turun untuk makan malam bersama kru. Saat naik lift, aku melihatnya. Siapa sangka, aku akan bertemu lagi dengannya. Cowok itu... Yang sempat menggoreskan luka mendalam dihatiku. Ia sepertinya juga menyadari kehadiranku.
"Hai bung, lo kok ada disini?" ia menyapaku dengan ramah. Duh, aku harus apa?
"Ada kerjaan," kataku singkat, tidk tahu harus berkata apa.
"Hmm, bung, gue mau ngomong sesuatu, tentang kita, lo ada waktu?" tiba-tiba ia menohokku tepat dihulu jantungku. Jantungku sejenak terasa berdenyut. Seolah ada hal yang memicunya untuk merasakan sakit. Semacam trauma.
"Apaan? Gue nggak bisa lama-lama," sahutku tanpa melihat wajahnya. Lift tiba-tiba terbuka, dan Daucus muncul di depan lift.
"Eh Mike Wazowski, aku baru aja mau jemput kamu, abis kamu nggak muncul-muncul..." kata-kata Daucus terputus saat melihat wajahku dan wajah cowok disebelahku yang sangat serius.
Aku buru-buru melangkah sebelum lift tertutup.
"Oh iya Cus, ini Harli temen gue, kita mau bicara dulu, lo duluan aja ke bawahnya,"
Daucus menatapku dengan wajah khawatir. Yah, seperti itu kelihatannya. Dengan agak berat Daucus mengiyakan kata-kataku. Aku dan Harli pun mencari tempat yang agak sepi untuk bicara.
"Mau ngomong apaan?" tanyaku dengan nada agak ketus. Harli menarik nafas panjang.
"Bunga, gue nggak mau apa-apa kok, gue cuman mau minta maaf ke elo, gue tau mungkin waktu itu gue salah.."
'Mungkin? Dan elo nggak tau kalau elo salah Har' aku mendengus dalam hati. Jika mengingat hari itu lagi, air mataku rasanya ingin tumpah."Gue cuma nggak mau kita jadi musuhan atau apa, gue cuman mau minta maaf, loe mau kan maafin gue,"
Dan air mataku memang tidak bisa ditahan lagi. Aku menangis dihadapannya."Har, seandainya waktu itu lo ngomong har, seandainya lo ngomong baik baik sama gue kalau lo suka sama orang lain, lo nggak suka lagi sama gue, gue mungkin jauh lebih baik har daripada waktu itu. Tapi elo, elo mutusin gue bahkan tanpa ngomong apa apa. Dan gue cuma bisa nebak-nebak ada apa sama lo. Kenapa har, kenapa lo lakuin ini sama gue? Gue ngerasa gue nggak tau apa-apa bahkan gue nggak tau kalau lo bahkan udah jalan sama orang lain, lo udah deketin orang lain, lo udah..." air mataku semakin membanjir. Aku menangis sesenggukan.
"Seandainya lo terus terang Har, gue pasti akan lebih baik waktu itu, tapi gue malah tau dari orang lain, gue tau dari orang lain! Lo pengecut Har!"
"Bunga, maafin gue, gue tau gue salah, gue.. Gue nggak mau punya musuh, gue nggak mau lo benci sama gue, jadi gue minta maaf," Harli berkata dengan suara memelas. Aku sebenarnya sudah memafkannya sudah sejak lama. Namun entah kenapa rasanya malam ini semua kesakitan yang ku pendam selama ini berhambur keluar seperti popcorn. Aku tidak bisa mengontrol emosiku dengan baik. Akhirnya aku menggeleng dan berlari menjauhinya. Harli berteriak memanggilku. Namun, aku tidak menoleh sedikitpun. Saat aku berlari, aku melihat seseorang di kejauhan sedang menatapku. Aku menyadari itu Daucus. Aku menghambur ke pelukannya dan membenamkan wajahku di dadanya yang bidang. Ia mengusap rambutku seolah ingin menenangkanku. Namun, tangisku makin menderu. Aku menangis terisak-isak melepas segala kesedihanku. Melepas semua ingatan suramku saat bersama Harli.
"Rose..Mawar," bisik Daucus lirih. Mendengarnya membuatku sedikit kaget, alhasil tangisanku berhenti. Aku mendongakkan wajahku untuk melihat wajahnya.
"Waktu umur 8 tahun, aku mengalami kecelakaan yang mengenai otak kecilku, jadi aku kehilangan ingatan masa kecilku. Tapi, setiap kali aku melihat bunga mawar, aku merasa ada hal istimewa yang berhubungan dengan bunga itu, samar-samar aku mengingat ada seorang anak perempuan sedang tersenyum dan aku merasa mungkin saat itu kenangan masa kecil paling membahagiakan bagi aku makanya aku nggak bisa lupa. Dan seiring waktu aku tidak terlalu memikirkan hal itu lagi. Tapi, saat melihatmu hari ini, aku baru sadar, kamu adalah mawarku dulu, bunga mawarku, anak perempuan yang selalu tersenyum padaku. Tapi ketika aku sadar kalau kamu mawar, kamu malah kehilangan senyum kamu, kamu menangis.." Daucus menatapku lirih. Perlahan ia mengusap genangan air mata dipipiku.
"Aku ingin sekali memukulnya, memberi pelajaran untuk orang yang sudah membuat mawarku gugur, berani sekali dia membuat kamu menangis, aku nggak mau melihat kamu nangis,"Kali ini Daucus tidak lagi mengusap air mataku, ia meraih tubuhku dan memelukku erat. Deg! Apa ini? Apa maksudnya? Kesedihanku menguap begitu saja berganti dengan perasaan bingung. Kenapa dia melakukannya? Jantungku tak lagi nyeri, namun lebih parah. Dia berdegup seolah sebentar lagi ia ingin pecah dan menjadi butiran kembang api. Aku hanya terdiam kaku, tanpa tahu harus membalas pelukannya atau.. Arghh. Jantungku!!!
***
Mawar yang telah gugur, itu aku.
Kenapa aku gugur? Karena kamu tidak menjagaku. Kamu pergi entah kemana, melupakanku. Tapi itu anggapanku. Ternyata kamu mengingatku, walaupun ingatan kamu hilang, tapi perasaan kamu tidak pernah hilang. Atau jangan-jangan kamu hanya menggombaliku? Biar aku berhenti menangisi orang yang sudah membuat kelopak-kelopakku berjatuhan ke tanah satu persatu?
Tuan Daucus Carota, aku mawarmu yang telah gugur, namun aku telah menguncup lagi dan pelukanmu membuat kuncupku mulai membuka. Tuan Daucus Carota, aku siap untuk bersemi. Bersama kamu.Cinta memang aneh, sedetik yang lalu aku bersedih, lalu saat ini sedihku hilang seolah aku tidak pernah merasakan sakit. Cinta ?
***
Deg! Aku terhenyak saat membuka mataku. Sinar matahari masuk dan menyinari wajah seseorang yang sedang tertidur pulas dihadapanku. Wajah itu kelihatan polos tanpa dosa. Aku memekik kencang.
"Aaaaaaaaa!!!"
Orang itu yang tidak lain adalah Daucus, langsung melonjak kaget dan memasang posisi kuda-kuda.
"Maling, mana maling??"
"Lo!! Kenapa gue bisa ada disini, dan eloo! Elo modusin gue? Elo ngapain gue semalam? Jangan jangaan?!!! Aaaaaaaa!!! Mamaaaaa!!!" Aku memekik lebih kencang. Daucus dengan cekatan menutup mulutku dengan tangannya.
"Sst, nanti dikira ada apaan, kamu lupa kejadian tadi malam?" Aku menggaruk kepalaku yang tidak gatal sambil berusaha mengingat kejadian tadi malam.
"Tadi malam..."
***
Setelah Daucus mengatakan beberapa kalimat itu, dengan ajaib air mataku yang tadinya keluar seperti pipa bocor, berhenti seketika. Rasa sedih dan sakitku menguap.
Daucus kemudian menggamit tanganku dan membawaku ke taman hotel yang indah. Banyak lampu yang disusun sedemikian rupa, membuatku merasa betah. Dia mengajakku duduk di salah satu kursi taman yang dihiasi lampu.
Setelah terdiam beberapa saat, Daucus mulai buka suara."Kamu bisa cerita kalau kamu mau, aku siap dengerin,"
Aku menatapnya tepat dibola matanya, lama. Apa yang mau aku ceritakan? Perasaanku yang mendadak bingung dan kacau ini?
Akhirnya tidak ada satu pun kata yang keluar dari mulutku.
"Cus.." kataku setelah lama bungkam.
"Boleh aku pinjam bahu kamu?" Tanpa sengaja aku menyebut Daucus dengan istilah 'kamu'. Daucus mengangguk dan aku tidak mengingat kejadian setelah itu.
***
"Abis itu kamu tidur, kamu tidur sambil mendengkur!!!!"
Aku menutup mulutku, kaget.
"Masak cus? Gue, ket..id..uran??""Iya, dan akhirnya aku gendong kamu, dan bawa kamu ke sini karena aku nggak tau password kamar kamu".
Ya Tuhan, malu sekali aku. Tanpa berkata-kata lagi aku langsung keluar dari ruangan itu untuk menghilangkan malu dan menuju kamarku dilantai.
*******
KAMU SEDANG MEMBACA
Mawar yang Telah Gugur
RomanceAku Mawarmu. Tapi aku telah gugur. Aku telah hancur. Aku telah mengering. Dan itu semua karena kamu. TTD Mawar yang telah gugur