2

7 2 0
                                    

Pagi ini, aku melihat rumah di depan rumahku sedang ramai. Sepertinya, pindahan baru. Sudah lama semenjak penghuni lamanya tidak menempatinya lagi. Iya, rumah itu dulunya adalah rumah Nathan. Ah Nathan lagi, Nathan lagi!.

Aku menyirami bunga-bunga taman yang bermekaran di pagi ini. Embun yang singgah di kelopaknya membuatku tersenyum. Sebegitu cantiknya bunga ini.

"Permisi" sapa seseorang di balik gerbang, aku menghampirinya.

"Iya, ada apa ya?" Tanyaku sopan melihat wanita yang seumuran dengan Mamaku.

"Kenalkan nama saya Dina, saya orang baru. Baru pindah tadi, ibunya ada dek?" Wanita itu menjabat tanganku, tak lama Mama datang, mereka mengobrol dan aku melanjutkan acara menyiram tanamanku.

"Oh jadi anak ibu itu namanya Renata. Saya juga punya anak laki-laki yang sepertinya seumuran dengan dia. Namanya Dimas" aku bisa melihat wanita itu tersenyum ramah kearahku.

***

Sore ini aku memutuskan untuk jalan-jalan mengelilingi komplek. Sudah lama semenjak Nathan tak bersamaku lagi, aku menjadi jarang sekali mengitari komplek ini lagi. Biasanya Nathan mengajariku naik sepeda.

"Kamu susah ya naik sepedahnya, capek tau" Nathan mulai lelah mengajariku, namun aku yakin dia tak benar-benar lelah karena Nathan tak pernah lelah denganku, dengan sikap konyolku.

"Aku takut jatuh, Nathan!"
"Kamu gabakalan jatuh Ta, kan aku pegangin. Tapi kalau jatuh cinta ke aku, mungkin akan. Hahahah" Nathan tertawa kegirangan saat melihat pipiku menyiratkan rona merah.

"Ohh atau bahkan sudah? Kamu sudah jatuh cinta kan sama aku Ta? Ah pasti sudah, kamu kan anaknya gampang jatuh cinta. Tapi tenang, aku juga gitu kok heheh" Saat ini rasanya aku ingin sekali memeluk Nathan. Tingkahnya yang lucu selalu bisa membuatku jatuh cinta berkali-kali dengannya.

Aku ternyata dari tadi melamun lagi, melamunkan Nathan. Nathan, aku memang pernah jatuh cinta sama kamu. Jatuh terlalu dalam. Sampai akhirnya sekarang, aku takut untuk jatuh cinta lagi.

Kringg.. kringgg...
"Woi awas!" Brakkkk

"Ahh, aduhh sakittt" rintihku.

"Ini gara-gara lo ya! Ngapain si pake acara ngelamun segala. Liat nih sepedah gue jadi rusak kan!" Omel seorang laki-laki yang aku belum kenal itu.


"Maaf, aku gak sengaja" aku mengulurkan tanganku niat untuk berdamai dengannya.

"Ahh udah deh minggir, jangan ngalangin jalan gue lu. Lain kali ngelamun tuh liat-liat sikon dong!" Laki-laki itupun berlalu tanpa rasa bersalah meninggalkanku yang masih sakit tertimpuk sepedahnya.

Sesampai di rumah, Mama membersihkan lukaku sembari aku menceritakan kejadian tadi. Bukannya membela, Mama malah menceramahiku dengan berbagai kata, kalimat, bahkan paragraf. Panjang sekali dia menjejaliku dengan ceramahnya. Mamah Dedeh mah lewat kalau Mama udah ceramah. Ujung-ujungnya Mama memintaku untuk membuka hati untuk orang baru.

"Udah Ta, mending kamu sama tetangga baru kita aja? Lumayan loh Ta, tadi Mama sempat liat dia. Namanya Dimas"

"Ih Mama, kok malah nyuruh aku sama tetangga baru kita sih? Aku kan belum tau dia kaya apa, tipeku kan yang kaya Nathan"

"Terserah kamu ajalah Ta, Mama udah capek liat kamu masih belum lepas dari Nathan" Mama berlalu membawa kotak P3K yang sudah selesai dipakai itu.

Biarpun Mama udah capek liat Aku yang belum bisa lepas dari Nathan setidaknya aku masih menyangimu, Nathan.

Petrichor In 11:11Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang