First; Origami Bird

415 59 25
                                    

Seulgi tengah memasukkan beberapa buku tebalnya ke dalam loker ditemani oleh Irene—sahabatnya.

"Gue iri sama lo, Gi. Ga pernah di giniin," ujar sahabatnya terkagum-kagum.

Seulgi mendengus kesal. Bukannya ikut mengeluarkan ekspresi kekaguman seperti yang dikeluarkan sahabatnya, ia justru merasa jengah mengingat sudah beberapa hari ini sering sekali mendapatkan burung origami yang tersimpan di dalam lokernya. Jujur saja, tindakan seseorang itu sangat membuatnya risih.

Dan ini sudah hari ke sepuluh Seulgi mendapatkan burung origami. Mungkin setiap harinya Seulgi mendapatkan 10 buah yang bertuliskan kalimat puitis nan manis. Hal itu justru membuatnya muak.

Jika ada seseorang yang menyukainya maka lebih baik to the point tanpa embel-embel seperti itu.

Seulgi menggeleng pelan, lalu berkata. "Niat banget," sambil memasukkan satu persatu burung origami tersebut kedalam paper bag yang sengaja ia bawa dari rumah.

"Seulgi.. Irene.." Suara khas yang husky itu terngiang jelas dari pendengaran Seulgi maupun Irene. Keduanya memasang tatapan ngeri.

"Hallo!" Sapa pria itu setibanya, sembari merangkul kedua gadis cantik tersebut.

Terlihat seperti pria penggoda.

Seulgi dan Irene mendelik malas kearah lengan pria itu yang tanpa permisi mendarat dibahu mereka berdua. Lalu keduanya menatap tajam pria itu yang tengah menyengir kuda.

Jika kalian ingin tahu siapa pria itu, dia adalah Park Jimin. Pria paling playboy, seluruh kampus mengetahui itu. Jujur saja, Jimin telah bersahabat dengan Seulgi sejak kecil. Sedangkan dengan Irene, mengenalnya sejak masuk ke kampus.

Jimin melirik sekilas kearah loker yang dipastikan punya Seulgi. Ia melepaskan rangkulan pada kedua gadis tersebut, lalu menyenderkan tubuhnya menghadap Seulgi yang kini tengah menutup lokernya. "Ada yang ngirim origami lagi?"

Seulgi mendelik malas kearah Jimin, hanya sekilas. "Hmm," jawabnya dengan gumanan. Jimin hanya ber'oh' ria setelahnya.

Lalu ketiganya berjalan keluar gedung fakultas. Terasa hening. Ketiganya tidak ingin memulai pembicaraan, atau memang tidak ingin berbicara.

Namun tiba-tiba saja Irene menghentikan langkahnya tatkala mendengar dering panggilan yang berasal dari ponselnya sendiri. Membuat Jimin dan Seulgi ikut menghentikan langkah, lalu menatap gadis itu keheranan.

"Tunggu ya," tuturnya.

Seulgi maupun Jimin hanya mengangguk pelan. Menunggu gadis itu yang tengah berbincang-bincang dengan seseorang ditelepon.

"Iya aku kesana. Tunggu ya. Ok, bye!" Setelah mematikan sambungan telepon, Irene tersenyum kearah Seulgi.

"Dari Taehyung. Gue balik ya!" pamit Irene diakhiri tawa garing. Setelah berpamitan, Irene melesat pergi bak seperti super flash dalam dua detik langsung menghilang dari pandangan mereka berdua dan kini tinggal menyisakan Jimin dan Seulgi.

Hening.

Seulgi masih sibuk memasukkan origami ke dalam tasnya. Tadikan, sempat ketunda gara-gara ngobrol sama Jimin.

Merasa diabaikan, Jimin memainkan rambut panjang milik Seulgi. Ia sengaja membuat gadis itu terganggu atas perlakuannya, agar perhatian gadis itu teralihkan padanya.

Seulgi yang mengerti, langsung membalikkan badan menghadap ke arah Jimin. Seulgi melipatkan kedua tangannya di dada, lalu menatap Jimin datar.

"Kenapa?" tanya Jimin karna Seulgi terus menatapnya.

• Love Is So Painful  [Seulmin]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang