4. Tragedi {1}

40 10 0
                                    

Peraturan kedua yang sangat penting itu di langgar oleh seorang gadis yang hanya merasa penasaran dan tidak percaya. Tetapi, semua ke isengan itu membuat imbas pada orang di sekitarnya.

"Faad! Aku pinjam boleh nggak?" pinta Onaka-chan yang merasa sangat penasaran.

"Jangan! Hati-hati. Nanti ada apa-apa gimana?" peringatan yang di ucapkan Faad ini membuat Onaka-chan merasa tidak percaya.

"Alah! Emangnya kenapa sih?! Ini kan cuma Barong biasa!" sangkal Onaka-chan yang tidak percaya dengan peringatan dari Faad.

"Yaudah, Hati-hati. Jangan sampai di balik" Faad yang sekali lagi memperingatkan Onaka.

"Hadehh... Kenapa seh! Nggak akan terjadi apa juga kalo aku balik" tanpa berfikir panjang, Onaka sepontan langsung menarik hiasan mahkota yang menempel pada Barong itu.

"Eh!! Ja..." ucap Faad yang terlambat memperingatkan.

Aku melihat kejadian itu dan langsung memarahi Onaka-chan yang berwajah sedikit kesal dan tidak percaya.

"Onaka-chan! Jangan di balik! Kan aku sudah bilang! Nanti kalo ada apa-apa gimana! Pokoknya aku tadi sudah bilang jangan di balik!" kekesalanku yang melunjak membuat aku memarahi temanku sendiri.

"Alah... Nggak akan terjadi apa kok. Lihatkan. Nggak ada apa-apa" jawab Onaka-chan yang benar-benar tidak percaya dengan apa yang aku omongkan.

Tak peduli apa yang telah ia lakukan, ia langsung berjalan keluar dan bercanda dengan saudaranya Aizah-chan. Tak terasa waktu telah berlalu setelah kejadian tadi. Aku pun mulai berpikir jika perkataan Onaka-chan ada benarnya juga. Mungkin hanya aku saja yang terlalu khawatir dengan adat dan hal yang di Sakralkan dengan adat tersebut. Namun, aneh. Aku merasa ada suatu hal yang janggal. Jantungku yang berdetak dengan kencang dan hawa tidak nyaman serta angin yang berhembus dengan pelan tapi dapat menghanyutkan orang yang merasakannya. Aku merasa jika ada tanda-tanda akan sesuatu yang terjadi. Aku berusaha mengalihkan kekhawatiran ku. Tiba-tiba, Onaka-chan masuk ke kelas dan memegang erat tanganku seraya ia mengeluh merasa kesakitan.

"Eh... Lho.. kenapa Onaka-chan?!" kagetku yang langsung memegang balik tangan Onaka-chan dengan erat.

"Aduh... E... Anu... Ah..." keluh Onaka-chan yang kesakitan pada bagian kepalanya yang seperti sedang di cengkram dengan kuat.

"Eh... Onaka-chan. Kamu gapapa kan? Eh... E... Anu... Kamu kalo pusing duduk aja dulu! Jangan di paksain!" arahan ku yang kebingungan harus bagaimana.

Onaka-chan pun duduk dan di susul aku yang duduk di sebelahnya. Tiba-tiba dia memanggil namaku dengan lemas dan kesakitan.

"Putri, anu... Aku kok pusing banget ya? Ah... Gimana ini?" tanya Onaka-chan yang merasa khawatir dan kebingungan apa yang terjadi padanya.

"E... Anu.. aku peluk ta?" pertanyaan yang tidak pernah aku ajukan untuk siapapun. Karena aku tidak terlalu suka di peluk atau memeluk.

"E... Iyalah..." jawabnya dengan lemas dan masih sambil memegang kepalanya.

Aku pun perlahan memeluknya dengan jari-jari tangan yang ku pertemukan agar Onaka-chan tidak terjatuh jika dia sudah merasa tidak kuat.

"Hah... Sudah put... Sudah mendingan" katanya dengan helaan nafas dengan sedikit lega.

"E.. bener Onaka-chan? Kalo iya, aku lepas pelukanku ini" sahutku yang merasa khawatir dengan keadaan Onaka-chan.

"I-iya" jawabnya yang rintih dan lemas.

Langsung ku lepaskan jari-jemariku yang menguncinya dalam dekapanku. Onaka-chan berdiri dan berusaha melupakan rasa sakitnya. Ia pun pergi bergabung dengan Aizah-chan dan yang lainnya. Aku merasa lega jika setelahku peluk dia merasa lebih mendingan, aku langsung menghela nafas. Helaan nafas ku terganggu dengan rasa takut, khawatir, dan aneh ini semakin menjadi. Pikiranku mulai melayang kemana-mana, benak di hatiku selalu mengulang pertanyaan yang sama 'ada apa yang sebenarnya sedang terjadi?'. Aku mengalihkan perasaan dan pertanyaan itu padahal lain dan keluar kelas untuk melihat tumbuhan hijau dan sunyi nya kelas-kelas di bawah. Sentuhan dan genggaman erat dari Onaka-chan membuatku tersentak dan terkejut. Lagi-lagi, ia memegang kepalanya dengan satu tangannya dengan erat dan yang lain menggenggam tanganku dengan keras. Aku mulai berpikir jika memang benar-benar ada sesuatu yang sedang terjadi setelah kejadian tadi.

"Ha! Lho, Onaka-chan! Kenapa? Pusing lagi?" tanyaku yang tergesa-gesa setelah melihat keadaan Onaka-chan.

"Duh... Aku pusing lagi ya put! Ini lebih pusing dari yang tadi!" keluh Onaka-chan yang tidak kuat menahan pusingnya.

"Ha?! Kok bisa?!" dengan sekejap, aku peluk Onaka-chan lagi namun itu tidak terlalu berpengaruh.

"Masih pusing dikit" sahutnya.

Aku berpikir bagaimana cara mengurangi rasa pusingnya itu.
Faad yang berada di dalam kelas keluar dan melihat aku yang sedang memeluk Onaka-chan. Faad menatapku dengan ekspresi bingung. Aku menatapnya dengan muka datar. Yang aku takutkan jika Faad tiba-tiba berpikir yang tidak-tidak. Lalu aku menjelaskan semuanya dengan panjang lebar. Faad tidak hanya diam, ia menyarankan Onaka-chan untuk mengambil Wudhu di Musholla. Tanpa basa basi, Onaka-chan langsung menarik tanganku dan mengajakku ke musholla untuk mengambil wudhu.

Singkat cerita, di perjalanan kembali ke kelas, aku menasehati Onaka-chan tentang perbuatan yang membuat ia merasakan imbasnya sendiri.

"Makannya, kalo udah di bilang jangan di mainin atau di puter ya jangan! Kan gini akibatnya. Aku bukannya marahin, tapi aku takut aja" celoteh ku padanya yang ngeyel.

"Iya..." jawaban singkat dari Onaka-chan yang merasa bersalah.

"Sekarang gimana? Udah enakan?" tanyaku sembari mengecek keadaannya.

Dia hanya menganggukkan kepala dan berkata lumayan.

Saat kembali ke kelas, tak terasa sudah waktunya untuk giliran kelompokku. Musik telah di mainkan, kamera telah di nyalakan, dan kami mulai menari mengikuti alunan lagu.

Baru saja mau memasuki menit ke tiga setelah sendratari yang di lakukan oleh Faad dan Gantara, terjadi kesalahan yang menjadi sebuah tragedi. Faad dan Gantara yang selesai menarikan sendratari dengan bagus, langsung terjatuh ke lantai dan terlihat seperti orang ling-lung. Aku langsung berbuat sesuatu agar tidak terjadi apa-apa pada mereka. Namun, perkiraanku salah. Bukan hanya mereka berdua yang merasakan. Sinari memeluk erat temanku yang lain sambil menangis, ia langsung terjatuh lemas dan tidak sadar. Beberapa menit kemudian, ia mulai menangis dan meronta kesakitan. Semua orang di sana berusaha membantu Sinari. Tidak ada yang bisa memabntunya karena sesosok kucing tersebut ingin sekali masuk, namun Sinari melarangnya masuk. Di dalam dirinya sedang terjadi pertengkaran antara di izinkan dan tidak. Pawang pemilik Barongnya datang dan berusaha membantunya. Disampingnya itu, Onaka-chan mengeluh kesakitan karena pusing yang sama, serta ia juga merasa bersalah karena apa yang ia lakukan telah menyebabkan semua ini terjadi.

Menunggu hingga 2 jam, berakhirlah sudah rasa sakit yang ada di tubuh Sinari. Onaka-chan berusaha merujuk dan meminta maaf, namunku beritahu "jangan sekarang, tunggu saat yang tepat. Kemungkinan dia trauma atau lainnya. Jangan sangkut2 hal apapun tentang hari ini! Soalnya Sinari pasti nggak akan tau apa yang telah terjadi tadi". Untung saja, kali ini Onaka-chan mendengarkan ucapanku dan menerima apa yang aku arahkan. Langsung setelah semua selesai, kami beranjak pergi karena hari mulai gelap dan suasana menjadi lebih janggal.

PUTRI POV END

Kami pergi dengan raut wajah takut bercampur dengan khawatir dan bingung karena apa yang akan mereka katakan pada Sinari jika dia bertanya tentang apa yang terjadi padanya. Onaka-chan juga masih merasa pusing dan lemas.

Di pagi esoknya, semua berjalan biasa walau ada sedikit perbedaan dari Sinari dan hal yang lebih menggemparkan terjadi hanya karena...

Secret HistoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang