1

1.2K 51 0
                                    

Ku layangkan tinju ku sekeras mungkin kearah lelaki yang ada didepan ku. Darah segar segera mengucur dari hidungnya yang mancung itu. Tak puas sampai disitu saja, aku terus memukulnya tanpa ampun. Namun betapa bodohnya aku karena melupakan satu orang lagi yang tidak akan membiarkan perlakuan ku itu pada temannya.


Aku merasakan benda keras mendarat di kepala belakang ku. Beberapa detik kemudian, sebuah pukulan mendarat dipipi ku lalu beberapa pukulan lagi mendarat diperut ku. Tak hanya pukulan saja, bahkan tendangan mereka juga meninggalkan rasa sakit yang begitu sangat.

Hitam, itulah yang lihat. Bau amis darah tercium begitu nyata, rasa sakit begitu menguasai tubuh dan otak ku hingga tanpa sadar aku tak sadarkan diri. Apakah aku akan mati hari ini? Hal itulah yang pertama kali hinggap dibenakku. Seketika saja rasa takut meninggalkan orang yang aku sayangi begitu besar.
# Rumah Sakit
Bau apa ini? Begitu menyengat hidung ku, bau yang belum pernah aku cium sebelumnya. Bunyi derap langkah selalu terdengar, terkadang pelan tapi terkadang cepat. Aku berusaha membuka mata ku walaupun terasa sakit. Kepala ku terasa pusing dan sakit sekali, kurasakan sebuah perban terlilit rapih di kepalaku.
Aku belum mati, aku berada di Rumah Sakit. Ingatan demi ingatan terus mengalir dalam kepalaku. Bodohnya aku bisa terlibat hal seperti itu, kenapa pula aku begitu mudah tersulut emosi? Bodoh sekali aku ini.
"Apa anda sudah sadar?" Seorang suster menghampiri ku ketika aku mencoba untuk bangun.
"Ya."
"Apa bisa menjawab beberapa pertanyaan dari kami? Saya harus mengisi beberapa informasi tentang anda."
Aku langsung mengangguk dan melihat sekeliling. Aku berusaha menggerakkan kakiku tapi terasa begitu sakit hingga aku tak sanggup untuk menggerakkannya. Begitu pula dengan sekujur tubuh ku yang terlihat begitu banyak luka memar dan lecet akibat kejadian waktu itu.
"Nama anda siapa?" Suster tadi kembali dengan selembar kertas ditangannya.
"Jungkook. Jeon Jungkook."
"Tanggal lahir?"
"1 September 1997" Aku terus menjawab semua pertanyaan yang dilontarkan oleh suster itu.
"Suster, siapa yang membawaku kesini?"
"Seorang pria membawa anda kesini dalam keadaan kritis. Mungkin nanti dia akan kesini karena tadi dia bilang akan keluar sebentar."
"Apa tidak ada yang salah dengan tubuh saya?"
"Beruntung sekali tidak ada yang patah atau luka berat. Sebaiknya anda beristirahat saja dan jangan terlalu banyak gerak. Saya tinggal dulu." Suster itu kembali ketempatnya bekerja, melayani beberapa pasien lain yang sedang dalam keadaan sekarat.
Aku kembali membaringkan tubuh ku di tempat tidur. Aku memandang langit-langit Rumah Sakit yang berwarna putih bersih dan tanpa sadar bayangan orang tua ku yang sudah tidak ada di dunia ini terlihat begitu jelas. Tanpa sadar air mata ku mengalir dan membasahi pipi ku.
"Eomma, Appa. Apa yang harus aku lakukan sekarang? Tidak ada lagi yang bisa aku lakukan sekarang. Tidak ada lagi tujuan ku untuk hidup di dunia ini."
"Masih banyak yang bisa kau lakukan di dunia ini." Sebuah suara yang berat terdengar dari samping ku.
Sebuah wajah yang begitu asing bagi ku dan tak pernah aku lihat selama ini. Walaupun muka itu begitu asing, tetapi aku merasa tenang dan bisa mempercayai orang itu. Aku terus menatapnya tanpa berkedip sedikit pun, mulai dari kepala hingga kaki aku terus melihatnya.
"Nugu (Siapa)?"
"Aku yang membawa mu kesini." Laki-laki itu duduk disamping ku.
Dia masih terlihat muda, mungkinkan seumuran dengan ku? Mengapa dia dengan mudahnya membantu orang asing, apalagi yang terluka seperti ku? Bisa saja aku ini orang jahat atau seorang buronan. Mukanya terlihat bersahabat dan selalu ceria, apa dia tidak takut dengan ku?
"Kenapa kau membawaku ke Rumah Sakit? Tidak. Apa kau tidak takut dengan ku? Bisa saja aku ini seorang buronan."
"Apa aku tidak boleh menolong orang asing? Kalau kau ini seorang buronan atau orang jahat lainnya. Sudah sejak tadi kau melukai ku kan?"
Aku terdiam memandangi laki-laki disamping ku ini. Apa dia tidak punya rasa takut sama sekali? Aku memandanginya dalam-dalam, lalu melihatnya kembali dari ujung kepala hingga ujung kaki. Namun dia hanya melayangkan senyum padaku, senyumannya begitu menyejukkan dan begitu tulus.
"Apa kau punya tempat tinggal?" laki-laki itu bertanya padaku dengan senyumannya yang begitu misterius.
"Aku tinggal di Panti Asuhan. Tapi aku sudah kabur dari sana sejak sebulan yang lalu."
"Kalau begitu tinggal lah bersama ku." Dia bangkit dari tempat duduknya dan memandangi ku beberapa detik. "Nama ku Taehyung. Kim Taehyung."
"Jeon Jungkook." Jawab ku spontan.
"Baiklah Jungkook, aku akan mengurus kepulangan mu dulu."
Aku melihat punggungnya yang kian lama kian menjauh, sekali lagi aku dibuat kagum olehnya. Tanpa mengenal siapa diriku sama sekali, dia dengan begitu mudahnya mengajak ku untuk tinggal dengannya.
# Rumah Taehyung
"Ini rumah ku, kau tidur di lantai atas. Kamar ku dibawah, disana." Dia menunjuk sebuah ruangan tertutup didekat ruang tv dan dapur.
"Kau tinggal sendirian?"
"Panggil aku hyung. Iya aku tinggal sendiri, sudah 1 tahun aku tinggal disini. Aku mau istirahat dulu, kau juga harus banyak istirahat." Tae hyung langsung masuk ke kamarnya.
"Ada apa dengannya? Dia itu sok keren atau memang sudah seperti itu sih? Dia benar-benar terlihat misterius," ucap ku dalam hati.
Aku berjalan menyusuri setiap sudut rumah. Rumah sebesar ini, bagaimana bisa dia tinggal seorang diri? Bahkan aura rumah ini terasa begitu misterius dan membuatku makin penasaran dengan jati diri orang yang sudah menolong ku itu. Semuanya terlihat begitu terencana dan rapi sekali. Siapa sebenarnya dia?
§§§
Sudah satu bulan aku tinggal bersama Tae hyung. Ah, namanya susah sekali, walaupun aku menyelipkan kata hyung tetap saja aku terkesan memanggil nama aslinya. Selama sebulan ini aku jarang sekali melihatnya keluar kamar saat pagi atau siang hari. V hyung sangat senang berjalan-jalan disekitar rumah atau sekedar memandangi langit pada malam hari.
Dia sering sekali membelikan ku makanan dan mengajak ku keluar rumah hanya untuk berbincang. Semakin hari kami semakin dekat dan lebih sering berbicara. V hyung juga selalu menjaga ku dan selalu memberikan ku perintah untuk tidak berkelahi lagi atau terlibat dengan berandalan. Tapi yang masih membuat ku penasaran adalah, aku masih belum tahu siapa dia sebenarnya dan mengapa kamarnya selalu terkunci?
"Hyung, ayo makan. Aku sudah membuat makan malam," aku mengetuk pintu kamarnya namun tak ada jawaban sama sekali.
"Hyung?" Aku mengulanginya kembali hingga aku mendengar sebuah derap langkah kaki mendekati pintu.
Pintu itu seketika terbuka dengan perlahan dan V hyung mulai menampakkan diri dari balik pintu. Tatapannya begitu tajam dan menakutkan, rambutnya tampak berantakan walaupun tidak sepenuhnya, wajahnya tampak pucat. Dan, tunggu! Apa itu darah yang ada disamping bibirnya?
"Hyung kamu sakit?" Aku melihatnya cemas sekaligus takut.
"Tidak, ada apa?" V hyung keluar sepenuhnya dan langsung menutup pintu kamarnya.
"Kau kenapa? Bibir mu, kau berdarah." Bergegas aku memajukan tangan ku untuk mengusap darah yang ada di samping bibirnya itu tapi tangan v hyung langsung memegang pergelangan tangan ku dengan kencang hingga aku meringis.
"Hyung sakit," V hyung langsung melepaskan tangan ku dan melap bibirnya.
"Aku tidak apa-apa. Ayo makan." Dia berjalan kearah meja makan dan langsung duduk dengan tenang.
Aku pun mengikutinya dan duduk sambil melahap makanan yang ada didepan ku. Sesekali aku melirik wajahnya yang tampak pucat itu, tidak biasanya dia pucat dan tampak lelah. Ada apa sebenarnya? Apa dia benar-benar sakit? Lalu kenapa bibirnya berdarah? Begitu banyak pertanyaan yang hinggap dipikiran ku tapi aku tahan.
"Hyung, apa kau ingin keluar malam ini?"
"Kenapa?"
"Kalau kau mau keluar, aku ingin ikut. Aku sedang bosan berada dirumah."
"Aku sedang tidak ingin keluar rumah, kalau kau mau pergi saja sendiri."

V hyung menyelesaikan makanannya dan langsung masuk kekamar tanpa sepatah kata pun. Aku hanya bisa terdiam melihatnya seperti itu. Aku pun segera membereskan semua piring kotor dan berjalan kearah kamarnya.

"Hyung, aku pergi dulu."

Tak ada jawaban sama sekali, aku langsung melangkahkan kaki keluar rumah. Aku melangkahkan kaki tanpa arah dan tujuan. Pikiran ku hanya terfokus pada V hyung dan tak henti memikirkan kelakuannya hari ini.

Aku sekilas teringat begitu gelap kamarnya saat tadi aku berbincang dengannya didepan pintu. Kamarnya gelap dan terasa begitu dingin. Aura aneh, menyeramkan dan misterius terpancar dari kamar itu. Bukannya aku takut, aku malah makin penasaran dengan kamarnya.

"Jadi ini peliharaan baru si Taehyung?" Aku mendadak menghentikan langkah ku saat dua orang laki-laki menghadang ku.

"Siapa kalian?" Aku sudah mengambil ancang-ancang jika mereka mau macam-macam dengan ku.

"Tidak penting siapa kami." Ucap pria berbaju hitam itu sinis.

"Aku tidak ingin mencari masalah dengan kalian. Aku tidak punya masalah apapun."

Kedua pria itu tertawa dan begitu terasa menusuk badan ku. Siapa mereka ini? Sudah pasti mereka mengenal V hyung karena tadi mereka menyebut namanya. Apa mereka teman? Atau lawan?

"Aku Tanya sekali lagi. Siapa kalian?"

"Apa kau tidak penasaran dengan Taehyung? Sepertinya kalian sudah lama tinggal satu rumah. Apa kau tidak merasa kalau ada yang aneh?" Ucap pria berbaju putih.

"Yang aneh itu kalian. Tiba-tiba muncul didepan ku dan berbicara ngawur seperti itu." Aku menatap sinis mereka.

"Berhati-hatilah dengannya. Kau tidak akan pernah tahu apa yang selanjutnya akan dia lakukan padamu seperti peliharaannya yang lain." Kedua pria itu tertawa terbahak-bahak sambil pergi meninggalkan ku.

Seketika bulu kuduk ku berdiri dan teringat V hyung. Selama ini aku memang berfikir jika dia itu aneh. Dia jarang sekali keluar di siang hari dan selalu duduk ditaman rumah sambil menikmati langit di malam hari. Selain itu kamarnya selalu terkunci dan kamarnya begitu gelap hingga aku susah sekali melihat isi kamarnya.

Save Me || VKookTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang