Terkadang aku tersenyum melihat realita yang terjadi. Disisi lain yang aku tahu cinta itu membawa kesejukan bagi penikmatnya. Cinta itu memberikan ruang kesenangan tanpa batas dan memberikan arti dari sebuah kehidupan nyata. Aku atau kau pasti paham dan mengerti tentang itu semua.
Akan tetapi suatu pertanyaan nyata terlintas begitu saja dibenakku, mengapa kita berbeda? Cinta yang seharusnya membawa kita kegerbang kebahagiaan namun mengapa semua berganti dengan kekecewaan dan air mata? Apa kau tahu cinta itu putih?tulus dan tanpa ada goresan kelam apapun. Aku juga tahu begitu juga kau. Cinta kita ini nyata, tanpa ada peran ganda antara kita berdua. Namun mengapa akhirnya seperti ini?
Awalnya indah kurasa, aku merasakan hari-hari diluar hari biasanya. Senyum senantiasa terpancar bak sinar mentari pagi di raut wajahku.karna apa? Karna titik nyaman ku telah ku temukan bersamamu, kita bersama dalam semua tawa ataupun duka. Kau seperti pelindung bagiku, kau yang selalu menjadi tameng ku disaat aku butuh sekali perlindungan.
Namun sekarang apa yang terjadi? Mengapa kita saling pergi? Saling menyakiti? Saling menghukum satu sama lain? Sebesar apa luka yang telah aku torehkan kepadamu sehingga dengan tega nya kau menghukum ku seperti ini? Apakah kau berfikir bahwa aku tidak tersiksa? Yang jelas aku tersiksa seperti ini. Lebih pedih rasanya luka yang kau berikan sekarang kepadaku.
Aku tahu aku yang memulai semua perkara yang membuat jurang luka ini. Aku yang pergi meninggalkanmu terlebih dahulu, namun apakah kau pernah menanyakan alasan ku? Tidak kan?. Aku pergi untuk apa apakah kau tahu? Tidak kan. Kau tak pernah bertanya bagaimana aku, bagaimana perasaan ku, bagaimana tersiksa nya aku dengan terpaksa harus rela melepasmu?. Jawaban nya semua pasti tidak kan?. Aku terluka, aku sakit, aku ingin menghukum diriku sendiri atas semua perkara ini, namun aku tidak bodoh. Untuk apa aku bertahan bila pada akhirnya bukan hanya namaku saja yang tertulis dihati mu? Ada nama yang lain yang sudah lama tertulis disana yang tak mungkin akan kuhapus begitu saja.
Apakah aku salah melepaskan mu lantaran ada seseorang yang kurasa lebih pantas bersamamu? Ingat, kita dulu teman dan akan selamanya seperti itu. Tidak ada hubungan yang lebih indah lagi selain pertemanan kita dulu dan kau dengan mudahnya mengganti hubungan pertemanan itu menjadi hubungan rumit tak berujung seperti saat ini?
Mungkin kau hanya mengetahui bahwa aku telah membuatmu jatuh dan terluka, namun kau tidak tahu berapa banyak luka yang aku tanggung ketika bersamamu? Kau tahu artinya? Aku pergi bukan atas kemauan ku sendiri, aku pergi karna kau yang selalu datang dan menghakimi. Kau selalu memandangku bersalah dan tanpa sadar kau telah membandingkan ku dengan seseorang diluar sana. Aku lelah, kau paham itu ?
Kini kenangan kita telah menjadi abu, seiring dengan sikap tidak pedulimu yang membuatku runtuh. Kamu tahu hal apa yang membuatku hancur? Yang membuatku hancur adalah ketika kita bersama namun kau tak terasa tak bersamaku. Tawamu tak lagi untuk ku dan sedihmu bukan lagi karna ku. Aku sering mendengar tawa mu yang terngiang mengudara dibalik tembok hubungan kita yang telah hancur. Terkadang aku berfikir dan menggumam kapan waktu itu datang? Waktu dimana semua benar-benar kembali seperti dulu. Kau tertawa untuk ku, kau tersenyum untuk ku dan aku menunggu hal itu. Aku tidak tahu kapan waktu itu menyambutku, namun kurasa itu hanya buah tidur semata.
Selepas perasaan itu masih ada atau bahkan semua telah sirna, aku hanya ingin mengetahui satu hal yang menurutku itu penting, satu hal yang membuat semua luka maupun duka ini berakhir, hal yang menghentikan waktu ku untuk tetap menunggu harapan yang menurutku mustahil terjadi namun dengan bodohnya aku menunggu hal itu.
Kau tahu pelangi setelah hujan? Aku rasa kau paham. Namun aku tidak pernah menemukan nya, yang aku tahu dan yang aku rasakan hanya hujan terus menerus, tidak terlihat tanda-tanda hujan akan teduh, semakin berjalan nya waktu hujan itu makin deras dan merubah menjadi badai yang dahsyat. Badai yang telah menghapus secuil senyum yang tersisa di bibirku, badai yang telah meluluhlantakan hati ku hingga menjadi serpihan serpihan harapan kecil yang bebas berterbangan tidak tentu arah dan tidak tahu kemana akan kembali, hanya terbang sesuka hati kesana yang sebentar lagi akan lenyap, bersama badai yang semakin kuat
Terkadang aku sadar seberapa bodohnya aku. Mencintai apa yang seharusnya tidak aku cintai. Aku selalu menjemput hatimu dikediaman yang lain dan aku sadar berapa bobroknya hatiku. Salah? Pastinya dan aku sadar akan hal itu. Tapi kenyataan nya apa ? kau pergi meninggalkan jejak kenangan yang mungkin ombak pun tidak mampu untuk menghapusnya.
Namun kini apa yang terjadi? Semuanya sirna menurutku. Janji yang dulunya pernah terucap indah kini terbuang entah kemana. Kemana lagi akan ku cari? Akankah ada lagi kesempatan seperti dulu? Hari-hari yang indah itu dapatkah aku meraihnya lagi? Aku memang bodoh sebenarnya, saat aku tahu hal yang aku harapkan itu salah, aku semakin mencari, tak mengerti kapan hati ini harus berhenti.
Mungkin suatu saat aku akan mendengar satu ucapan yang keluar dari bibirmu, entah itu tentang perasaan, kekaguman mu, kerinduan mu atau bahkan cacian mu terhadap seseorang seperti aku. Namun satu hal yang ingin aku pertanyakan, akankah? Aku sadar aku telah menancapkan besi panas tepat dihatimu, dan aku telah menjadikan hatimu menjadi potongan yang kecil sehingga layak untuk disebut hancur.
Apakah hanya sekedar berharap aku boleh ? yang terlalu rumit untuk aku kubur dalam ingatan ku, terlalu rumit untuk tidak mencari tahu lagi semua tentang mu. Aku sadar akan hal itu. Saat kau tidak lagi pernah mau untuk menatap mata ku, tersenyum ramah kepadaku, tertawa bersama ku, aku sadar itu dan aku cukup tersiksa untuk hal itu.