Pelajaran Teori Musik Klasik berjalan lancar. Gurunya juga tidak galak seperti yang dibayangkan oleh Jennifer, dan Jennifer berhasil menjawab pertanyaan yang dilontarkan Professor Wright, Willow Wright. Saat bel istirahat berbunyi, Jennifer mengumpulkan formulir ekstrakurikuler Seni Bela Diri kepada Ketua Kelasnya yang belakangan ini Ia ketahui bernama Aidan Spencer.
"Aidan, wait! Ini formulir ekskul gue, tolong kasih ke Kepsek, ya. Thanks before, Aidan.", ucap Jennifer berterima kasih kepada Aidan. "Oh, I see that you choose Martial Arts as your extracurricular. Okay, nanti gue kasih ke kepsek. Lo mau ke kantin? Mau gue antar?", tanya Aidan menggebu-gebu. "Eh, gak usah. Gue bisa sendiri, kok.", jawab Jennifer tersenyum manis.
"Oh, oke deh. Bye, Jen", balas Aidan tak bersemangat karena Ia tak bisa berlama-lama dengan Jennifer. Setelah Jennifer meninggalkan Aidan, Ia berjalan melenggang ke tempat Ruang Musik berada, yang kebetulan tidak jauh dari Kelasnya tadi. Sesampainya di depan pintu Ruang Musik, Ia lalu melangkahkan kakinya memasuki ruang tersebut. Di dalam Ruang Musik terdapat lagi ruang-ruang untuk setiap Instrumen, dan satu ruang besar yang mencakup seluruh Instrumen.
Jennifer pun menyusuri setiap ruang, mencari ruang untuk instrumen Piano. Sesampainya di depan pintu Ruang Piano, Ia membukanya dan Ia mendapati bahwa ruang tersebut sedang digunakan oleh seorang siswa yang sedang memainkan lagu 'Moonlight Sonata op. 27 no.2 3rd movement'. Siswa tersebut memainkannya dengan penuh perasaan dan penghayatan yang tinggi, sehingga bagi siapapun yang mendengarkannya akan menitikkan air mata.
Jennifer menitikkan air matanya kala Ia mendengar permainan Piano siswa tersebut. Jennifer menitikkan air matanya bukan hanya karena Ia terhanyut dengan permainan siswa terebut, melainkan karena lagu tersebut merupakan lagu kesukaan orang yang dulu pernah menjadi pemilik hati Jennifer. 'He reminds me of him. The boy who ever had my heart. The boy who suddenly disappear, like there was nothing happened between us.'
Karena merasa terganggu dengan suara isakan tangis seseorang, siswa itu pun menoleh dan mendapati seseorang siswi yang sedang duduk di lantai sambil menutupi wajahnya. Dengan secepat kilat, siswa tersebut menghampiri siswi tersebut dan menanyakan keadaannya. "Hey, Lo kenapa menangis? Lo gapapa? Apa permainan Piano gue tadi jelek?", tanya Siswa tersebut dengan khawatir.
Namun, Jennifer masih tetap saja menangis dan menutup wajahnya. Siswa tersebut pun merasa kebingungan dengan tingkah Jennifer. Ia pun membantu Jennifer berdiri, dan membawanya ke ruang dimana seluruh instrumen musik berada. Ia pun meninggalkan Jennifer yang masih terisak, dan segera keluar dari Ruang Musik. Saat Ia kembali, Ia membawa sebotol air mineral untuk Jennifer.
"Nih, Lo minum dulu.", ucap Siswa tersebut. Jennifer pun mengambil air mineral tersebut tanpa memerdulikan orang yang memberikannya air mineral tersebut. Ia meminumnya dan memberikannya kembali kepada Siswa yang berada di hadapannya. "Thanks. . . Clyde? Kok Lo bisa ada disini? Lo liat gue nangis?", tanya Jennifer. ' Bodoh! Ngapain gue nanya begitu. Ya jelaslah Clyde liat gue nangis. Stupid Jenni!', umpat Jennnifer terhadap dirinya sendiri.
"Eh? Iya, tadi gue liat Lo nangis. Maaf ya, gara-gara permainan Piano gue jelek, makanya Lo jadi nangis gini. Sorry banget, ya.", sesal Clyde. Tiba-tiba terdengar suara tawa yang gemuruh, yang berasal dari Jennifer. "Hahaha, permainan Piano Lo bagus kok, gue menangis karena terbawa suasana aja. By the way, itu tadi lagu Klasik, 'kan? Lo anak Classic berapa? Kok kita gak sekelas?", tanya Jennifer bertubi-tubi.
"Eh, iya itu tadi lagu Klasik. Nggak, gue bukan anak Classic, gue Pop. Pop Class I.", jelas Clyde. "Loh? Tapi Lo bisa mainin lagu Klasik. Kok Lo bukan anak Klasik?", tanya Jennifer dengan heran. "Gue. . . Eh, gue balik ke kelas dulu, ya. Lo Classic I, 'kan? Nanti gue ke kelas Lo, ya pas pulang. Gue antar Lo pulang nanti. Bye, Jen!", ucap Clyde terburu-buru sambil melirik jam tangannya, dan berlalu meninggalkan Jennifer yang masih terduduk heran dengan tingkah Clyde barusan.
***
Bel pulang pun berbunyi. Jennifer meningat janji Clyde, bahwa Ia akan mengantarnya pulang. Jennifer pun duduk di bangku koridor yang berada di depan kelasnya untuk menunggu Clyde. Tak lama kemudian, muncul lah sosok Clyde yang sedang lari dengan nafas memburu.
"Lo udah lama nunggunya? Maaf ya, gue udah buat lo menunggu.", ucap Clyde lalu duduk disamping Jennifer. "Eh, gue juga baru keluar kelas, kok. Baru, aja. Suer.", jawab Jennifer meyakinkan Clyde. "Yaudah, ayo pulang. Rumah Lo dimana?", tanya Clyde. "Jalan dulu aja, nanti gue kasih tau dimana.", balas Jennifer.
Setelah mobil Clyde meninggalkan Parkiran sekolah, Clyde menanyakan lagi letak rumah Jennifer. "Rumah Lo dimana? Kita udah keluar dari sekolah nih.", tanya Clyde tak sabar. "Rumah gue di 3053 Anmore Creek Way, Port Moody.", jelas Jennifer yang hanya dijawab anggukan oleh Clyde.
Jarak dari sekolah ke rumah Jennifer agak jauh, karena Orangtua Jennifer membeli rumah dikawasan elite. Butuh waktu sekitar 60 menit untuk sampai ke rumah Jennifer. Setelah mereka memasuki kawasan Port Moody, hanya terdapat 3 rumah disana, yang tentunya salah satunya milik Jennifer. Sesampainya mereka di depan rumah Jennifer, Ia pun berterimakasih dan bertanya kepada Clyde, "Oh ya, makasih, ya, udah antar gue, sampai rumah, lagi. By the way, rumah lo dimana? Jauh ya dari sini?", tanya Jennifer.
"Oh rumah gue? Tuh, samping rumah lo. Hehe.", jawab Clyde sambil menyengir. "Sialan, Lo Clyde. Bilang, kek, dari tadi. Eh, Lo mau masuk dulu ga? Hitung-hitung sebagai tanda terimakasih gue ke Lo.", ucap Jennifer menawarkan kepada Clyde. "Gak usah, Jen. Gue langsung balik aja, next time, ya. See ya !.", balas Clyde mengakhiri percakapan mereka berdua. Clyde pun melajukan mobilnya dan memarkirkannya tepat di depan rumahnya. Ia pun turun dari mobil, dan melihat rumah Jennifer.
'Lo gak aman berada di dekat gue lagi, Jen.', pikir Clyde sambil menatap sedih tempat dimana Jennifer tadi berdiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Immortal Love Song
Teen FictionJennifer Edrick memutuskan untuk pindah ke Vancouver karena ingin melupakan masa lalunya. Ia pun melanjutkan sekolahnya di Vancouver Royal Academy of Music and Martial Arts. Saat hari pertama Ia bersekolah di Vancouver Royal Academy, Ia bertemu Cl...