The Orange Birds

19 2 0
                                    

Aghh.. kepalaku pusing, tunggu, kenapa aku tiba-tiba ada di.. Hah! yang benar saja! Kenapa aku duduk di closet sekarang? Bukannya tadi aku diculik? Aah untunglah cuma mimpi. Pasti aku ketiduran disini.
Yasna membuka pintu toilet lalu mencuci wajahnya di wastafel, merapikan baju dan rambut pendek sebahu ini, setelah rapi ia berjalan keluar dari toilet.

Aku berjalan santai melewati lorong, tapi ada yang aneh dilorong ini. Biasanya ada beberapa murid yang sekedar berdiri membolos sedikit di jam pelajaran, tertawa, mengusili beberapa orang yang lalu lalang, tapi.. Ini benar-benar kosong, apa-apaan ini?

Ada apa dengan orang-orang disini? Batinku.

Semua murid menatap papan tulis dengan tatapan seperti terpaku pada sebuah objek pada papan tulis. Guru Sejarah, Buk Yuli, tidak seperti biasanya mengajar dengan santai dan lucu, malah mengajar seperti robot, sumpah ekspresi dan nada biacaranya datar saja.

"Uhuk uhuk" aku sengaja sedikit batuk untuk mencairkan suasana menyebalkan ini. Haha, apa-apaan lagi ini? Apa sewaktu aku ketiduran di toilet tadi ada acara nasehatan atau siap dimarahi ya? Tidak ada yang melihat ke arah ku satu pun. Aku melihat ke arah tempat duduk Efan, sebelah kanan arah jam 1, tapi malah kenapa Geo yang duduk disana. Aku melirik arah kiri belakang, tampak dua bangku paling belakang kosong, aku melirik sekali lagi tapi kali ini ke segala arah. Tidak tampak keberadaan Efan maupun Indra sedikit pun.

"Nguuuuuuuuuuuuuuuuuung nguuuuuuuuuung nguuuuuuuuuuuuuuung"

"Saatnya jam istirahat, kita sudahi pelajaran hari ini anak-anak" sambil mengambil buku lalu Buk Yuli berjalan keluar dari kelas.

"Eeeem, Geo, tadi itu bunyi melengking apa ya? Sirine? Atau alarm sekolah yang baru?" Tanyaku pada Geo dari arah belakangnya sambil memegang bahu kirinya.

"Alarm sekolah" jawabnya pendek, hening sejenak, lalu Geo menghadap kearah ku, lalu berjalan lurus menyenggol bahu kanan yang penuh harga diri ini.

Hah.. Apa lagi ini? Apa aku harus mengangkat krah bajunya, lalu melemparnya keluar jendela, begitu? Ada apa sih kelas ini? Aku kan gak sedang ulang tahun, kenapa rasanya aku dibuat seperti dikerjai hari ini.

Aku berjalan keluar kelas dengan gerak jalan yang pastinya menandakan amukan. Pikiran ku terus mengingatkan kejadian baru saja yang aku alami. Geo.. Iihat saja nanti!  Dengan suara hati yang terus menyumpah-nyumpah berdampingan dengan langkah ku berjalan kearah kelas Rei.

***

"Astaga, Rei, apa yang terjadi?" Sambutku melihat wajahnya dipangku diatas meja yang ditenggelamkannnya dengan kedua lengannya sendiri sambil terisak dan punggung yang terlihat naik turun seiring isakannya. "Hei, jawab aku Rei, angkat kepalamu" kata ku membungkukan badan kedepannya  yang sedang duduk dengan keadaan yang masih sama.

Aku menggenggam tangannya kuat. Tangannya terasa dingin, lembab dan bergetar. Aku mengusap poninya kebelakang, keringat memenuhi dahi dan pelipis. Belum sempat aku bertanya lagi..

"Rei, lihatlah sekeliling.."  Ucap Rei dengan suara lemah dan serak.

"Ada apa? Apa yang terjadi sebenarnya? Tolong angkat kepalamu"

Rei mulai mengangkat kepalanya dan Tidak! Kening kirinya bengkak dan membiru. Mata sembab yang pastinya ia sudah menangis dengan waktu yang lama.

"Siapa yang melakukan ini, Rei?"

"Aku bisa jelaskan nanti, tapi yang terpenting lihat kelas ini, jelas semuanya ada yang salah" Rei kembali menenggelamkan wajahnya dengan kedua lengannya.

Aku melihat dinding yang biasanya dipenuhi pernak-pernik kelas, tapi hari ini dinding itu sudah bersih.
Dan, tunggu kenapa meja didalam kelas ini meja kayu, bukankah yang digunakan biasanya kursi lipat yang langsung bermeja atau apalaah.

"Rei, kita kelu-"

"Yasna! Rei!" Zanita menghampiri dan memeggang lengan kami dengan kencang. "Kita pergi sekarang, tidak ada waktu lagi"

"Tapi, Ta kenapa?" Belum sempat aku bertanya lagi Zanita sudah menarik kami dari kelas.

"Nanti akan aku jelaskan, kita harus keluar dari sekolah ini sekarang"

Dari wajahnya ini pasti tidak main-main. Belum pernah aku melihat Zanita yang biasanya tenang dan tidak banyak omong sepanik dan setakut ini. Aku terus berlari mengikutinya menuruni tangga. Rei memegang tangan kanan Zanita kuat, sedangkan aku hanya melihat mereka dari belakang dengan pikiran yang masih bingung dan bercampur was-was, yakin ada sesuatu yang buruk sedang menimpa kami.

Zanita menghentikan langkahnya sebelum kami menuruni 5 anak tangga lagi.

"Tutup mata kalian, Rei, peggang lengan kiriku" Ucap Zanita pelan dengan kepala yang sedikit pun tidak melihat kearah ku dibelakangnya. "Jangan buka mata kalian sampai aku memberikan instruksi nanti" ucapnya sambil merogoh sakunya dan menguluarkan sebuah earphone yang sudah disambungkan ke hp-nya. "Pakai ini Rei"

Tidak pikir panjang aku dan Rei mengikuti instruksinya, aku memeggang tangannya dan mulai menutup mata. Kami kembali menuruni tangga dengan kaki pelan dan perlahan,6 langkah, aku merasakan kami sudah selesai menuruni tangga. Zanita mulai berjalan lagi, 20 detik, Zanita menyuruh kami untuk membuka mata dan sekarang sudah berada didepan gerbang utama sekolah yang tidak terlalu tinggi ini, lagi-lagi ada yang aneh. Gerbang yang biasanya tinggi dan berwarna hitam sekarang hanya sebuah pagar yang kira-kira tingginya 170 cm, warnanya pun putih dan sudah agak berkarat.

"Sial, terkunci!"

"Biar aku carikan kunci di post satpam" ucap ku spontan dan langsung berjalan kusebuah bangunan kecil disebelah kiri kami.

Aku mengintip kedalam pos, setelah dirasa aman, aku mulai masuk dan membuka setiap laci. Aku hanya menemukan serangkaian kunci diantaranya ada sebuah kunci sepeda motor, berharap salah satunya kunci gerbang sekolah. Aku menutup laci-laci itu kembali dan keluar. Beberapa langkah setelah keluar, terdengar suara bising sekelompok burung,sontak aku melihat kelangit dari arah gerbang

Krawk krawk wrak wrak wiiing
Krawk krawk wrak wrak wiing...
Kraw kraaaw kraaw kraaw

Itu benar-benar suara burung terburuk yang pernah ku dengar, tepatnya aku tak pernah mendengar suara burung aneh seperti itu. Dari depan gerbang terlihat ratusan, bukan mungkin lebih, burung-burung orange mengarah ke arah kami dengan cepat. Seketika aku yang baru saja keluar dari pos merunduk dan terdengar suara tabrakan diikuti dengan bunyi lenyeh seperti sebuah pedang menusuk tubuh seseorang.

Seperkian detik kemudian aku mengangkat kepala dan melihat dua perempuan yg tiarap didekat gerbang, Rei dan Zanita, lagi aku melihat ke arah kanan dan...

Aku hanya bisa memandang dengan bola mata yang membesar, melihat beberapa murid yang ada dilapangan bersimbah darah dengan kepala mereka ditembus oleh burung-burung bersuara jelek tadi, dan mengerikan lagi mereka masih menancap disana.

Maafkan aku yang ga jelas ini qaqa, jangan bunuh akuu *krak
Capter yang ini pasti gaje banget ya, maaf guys ini beneran belum aku baca dari awal lagi kalo ada typo dan agak ga nyambung komen aja ye.
Serius, beneran capter ini mepet banget. Dan juga maafin atas keterlambatan ini, kesibukanlah masalahnya *soksibuklutai

Wkwk semoga semua masih mau baca ini cerita ya, jangan lupa komen dan saransarannya. Makasiiih 💋 -Reinazz

(CERITA INI HIATUS)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang