Malam itu, Ferdy dan Milan memenuhi undangan dari keluarga Milly untuk makan malam. Mereka tiba tepat jam 19:00. Rahma, ibunya Milly buru-buru menyuruh dua orang itu untuk masuk dan langsung ke meja makan. Rahma dengan suara lantangnya, memanggil Milly yang kamarnya berada di lantai 2. Milly yang sedang tiduran dikasurnya pun langsung turun mendengar isyarat itu. Ayah Milly, Rahman yang baru keluar dari toilet, langsung menyambut Ferdy dan merangkulnya erat.
"Ferdy, apa kabar ? Aku dan keluarga turut berduka cita atas kepergian Natti, maaf kami tidak pernah mendengar kabarnya, karena kalian waktu pindah seperti orang hilang, tidak tahu kabarnya. Kenapa kalian tidak pernah menghubungi kami?" Tanya Rahman, begitu rangkulannya sudah lepas.
Ferdy hanya bisa tersenyum getir. Rahma buru-buru mengalihkan perhatian mereka dengan mengajak mereka untuk segera makan.
"Yuk, makan dulu, nanti aja cerita ceritanya, yang penting perut kita kenyang dulu."
Milly yang baru saja turun dari tangga langsung menyalami Ferdy dengan gembira.
"Hai, Om." Sapanya.
Lalu waktu menghadapi Milan, gadis tomboy itu hanya meninju lengan cowok itu pelan. Tak lama, muncul adik Millly yang baru berusia 5 tahun bernama Zaki. Anak itu menyalami Ferdy dan Milan dengan patuh. Milan agak terkejut melihat Zaki. Dulu, Milly masih anak tunggal. Dan sekarang dia sudah punya adik kecil yang tampan, berambut keriting berwarna pirang, dan berkulit putih seputih susu. Berbeda sekali dengan Milly yang rambutnya lurus tebal, hitam namun sekasar sapu ijuk dan kulitnya agak gelap. Bahkan dulu Milan menyebut Milly tidak perlu bantal kalau tidur, karena rambutnya yang tebal sudah cukup dijadikan bantal.
Sepanjang makan, obrolan hanya didominasi oleh orang tua. Milly malah sibuk membantu Zaki makan. Mengambilkan lauk pauk, mengambilkan air minum. Sementara Milan yang duduk disebelahnya hanya menggeleng-geleng melihat Milly.
"Lo udah kayak ibu-ibu tau," ujar Milan sambil menyuap nasi.
"Emang gue ibunya," sahut Milly asal.
Uhuk! Kontan Milan langsung tersedak. Cowok itu terbatuk-batuk. Milly buru-buru mendekatkan segelas air ke mulut Milan, agar cowok itu minum dan menghilangkan batuknya."Lhoo, Milan kenapa?" Tanya mamanya Milly dengan raut wajah khawatir. Batuk Milan pun mereda usai ia menghabiskan setengah gelas air putih.
"Nggak papa kok tante," ujar Milan sambil tersenyum, memamerkan lesung pipinya. Rahma pun mengangguk dan melanjutkan obrolannya dengan Ferdy serta suaminya.
Saat obrolan para orangtua berakhir, perhatian pun teralihkan pada mereka berdua.
"Oh iya, Milan, kamu daftar kuliah dimana?" Tanya Rahma.
"Di deket sini kok tante, universitas Gunadarma."
"Oh, sama dong kayak Milly, jurusan apa?"
"Film dan Televisi tante."
Dan kali ini Milly yang tersedak nasi. Dengan terburu-buru ia meminum setengah gelas air putih.
"Apa? Film dan Televisi?" Ulang Milly berusaha meyakinkan bahwa dia tidak salah dengar.
Milan mengangguk."Sama dong kayak Milly, Milly juga jurusan itu," kata Rahma sambil menyuap makan malamnya.
"Wah, jangan-jangan kalian satu kelas lagi, enak dong bisa pulang pergi bareng." Kali ini papanya Milly yang bicara.
"Males deh, ketemu lo tiap hari, nggak di rumah, di kampus, mending kalau lo ganteng, enak juga, ini, rambut gondrong, kumisan lagi," celetuk Milly meledek Milan. Rahma segera mempelototi Milly agar gadis itu menjaga omongannya.
Ferdy tertawa dari ujung meja makan mendengar ocehan Milly.
"Milly ini dari kecil, nggak pernah berubah, selalu saja nyablak ya pak Rahman" katanya sambil melirik pak Rahman."Iya, Milly kan dulu sering marahin preman-preman yang mengganggu Milan, meskipun waktu pulang ke rumah, dia ngadu ke saya sambil nangis". Sahut Rahman sambil terkekeh. Sementara yang diledek hanya memberengut tak senang.
"Argh papa, jahat banget sih, buka aib anaknya sendiri!"
"Jadi elo nangis Mil? Waktu itu gue mikir elo anak paling pemberani yang pernah gue temuin karena berani ngadepin abang abang preman yang nyeremin itu, ternyata elo, cengeng!" Milan berkata sambil tertawa terbahak-bahak, sementara Milly makin kesal. Ia menggenggam erat sendok yang digunakannya untuk menyuapi Zaki.
"Daripada Elo yang dipalakin sama preman-preman itu dan lo diam aja," balas Milly dengan mata agak dibesarkan. Milan terpaku sesaat, melihat mata bulat Milly yang tertimpa cahaya lampu. Mata yang begitu indah, batin Milan.
"Kenapa lo diam? tumben banget nggak nyahut, biasanya paling anti kalo biarin gue bahagia," kata Milly agak sinis menutupi kegugupannya. Kekuatan tatapan Milan tak bisa ia tepis, meski ia tahu Milan hanya ingin menjebaknya seperti wanita-wanita yang ada di foto yang dilihatnya kemaren.
"Nggak, nggak ada apa-apa, lo ya, kalau gue diem salah, kalau gue nyaut, apa lagi, dasar Milly! sahabat gue paling ceriwis, galak," kata Milan sambil mengacak rambut Milly gemas.
Milly makin gugup. Milan brengsek! dipikirnya gue bakalan luluh diginiin sama dia? duh nggak mempan kali sama gue! pikir Milly sambil menahan geram. ia mengalihkan perhatiannya dengan pura-pura sibuk menyuapi Zaki. Zaki menggeleng dan dengan keimutannya ia mengatakan bahwa dirinya sudah kenyang.
"Zaki udah kenyang kak,"
Tangan mungil itu mencoba menggapai gelas air putih yang berada agak jauh darinya. Milan membantunya menggapai gelas itu dan memberikannya pada Zaki.
"Duh Zaki, kok kamu pinter banget sih? baik, nggak kayak kakak kamu nih, macho banget kayak cowok," Milan menyindir Milly sambil melirik Milly dengan senyum tertahan. Milly pun geram dengan kelakuan Milan.
"Bunda!!! Liat ni Milan, nyebelin banget bun!!" Rengek Milly sambil melihat mamanya. Mama Milly hanya bisa menggeleng melihat mereka. Milly mencoba meraih tangan Milan, namun Milan dengan sigap menyembunyikannya dan menjauh. ia menjulurkan lidahnya sambil memeluk Zaki.
"Kalo udah makannya, diberesin aja, trus kalo mau main di ruang tengah aja, jangan disini ya!" kata Rahma dengan lembut. Milan mengggangguk patuh. Sementara Milly dengan cuek menggendong Zaki tanpa membereskan piring bekas makannya.
Lagi-lagi Rahma menggeleng melihat kelakuan anak gadisnya yang pemalas. Milan lalu berbaik hati membereskan piring-piring yang berserakan diatas meja. Kedua ayah pun telah melarikan diri dari meja makan. Mereka melanjutkan obrolan didepan ruang tengah. Setelah selesai Milan mendekati Zaki yang sedang bermain mobil-mobilan, namun ia tidak menemukan Milly disana. Milan pun mencari Milly dengan menelusuri rumahnya. Matanya terpaku pada deretan frame foto yang ada diatas buffet. Foto itu terlihat seperti Milly dalam balutan seragam SMP, lalu SMA. Milly terlihat tersenyum sambil memegang sebuah piala pada foto dengan seragam SMP. sedangkan pada foto setelahnya, Milly sedang merangkul cewek lain dengan seragam yang sama.
"Kenapa, gue cantik banget ya?" celetuk sebuah suara dibelakang Milan. Milan langsung berbalik.
"Gue cuma mikir, lo kok dari dulu dekil sih!"
Milly memberengut.
"Kenapa sih, lo selalu ngeledek gue, kita baru ketemu lagi hari ini dan lo, lo ngeledek gue dari sejak pertama lo dateng, ngeselin lo, asli!"
Milan terkekeh.
"Jadi lo mau gue bilang, cantik? iya Milly, 'Lo cantik banget', ya ampun gue kayak bohong gitu sama dunia ini, nggak, nggak, gue nggak bisa bohong," kata Milan.
"Ih, dasar nyebelin looo!" kali ini Milly tak bisa diam, ia memukuli punggung Milan sekuat tenaga.
"Auw!! sakit banget Mil, lo makan apaan sih?"
"Biarin, biarin!"
Tiba-tiba Milan memegang bahunya dan menatapnya erat. Mata Milly membulat. Jantungnya berpacu dengan cepat. duh, nih anak mulai lagi ngeluarin jurus playboynya, bisik hati Milly.
"Kamu...Cantik,"
Deg!!
***
Part ini didedikasikan untuk sahabatku tercinta Melaninuna
KAMU SEDANG MEMBACA
Hi Milly!
Teen Fiction"Jatuh cinta sama teman masa kecil? Bisa sih, kalau temen masa kecil kamu itu ganteng kayak Shah Rukhan. Tapi kalau temen masa kecil kamu itu jelek, playboy pula, plus ngeselin, yaah mana bisaaa. Mending jatuh cinta sama Marko, udah keren, vokalis b...