Seperti Langit

66 2 0
                                    

"Hatcim!!" sebuah suara bersin menelusup masuk ke telinga Milly, mengacaukan tidurnya yang semula nyenyak.

Arrghh, keluh Milly dalam hati. Ia tidak beranjak dari tempat tidurnya dan memutuskan untuk menarik selimutnya hingga menutupi seluruh tubuhnya. Namun sesaat kemudian, hidungnya mendeteksi bau apek bercampur tengik mirip seperti bau kaos kaki yang sudah lama tidak dicuci. Mau tak mau Milly membuka matanya dan mendapati sebuah kaki tertutup kaos kaki sedang bergerak-gerak tepat didepan hidungnya.

"Aaah, rese' banget sih lo Lan!!!!" teriak Milly kesal. Ia bangun dari tempat tidurnya dan menarik kaki itu sekuat tenaga hingga pemilik kaki itu hampir terjengkang.

"Aduh duh, sakit!" Milan mencoba mempertahankan kakinya. Akhirnya setelah beberapa saat, Milly menghempas kaki itu dan Milan dapat berdiri dengan lega. Milly memandangi Milan yang sudah siap dengan kaus oblong dan jaket berwarna hijau navy yang kebesaran, sementara dirinya masih dengan rambut mengembang yang kusut, persis seperti singa.

Hatchim! suara bersin itu terdengar lagi.

"Lan kalo lo sakit, nggak usah masuk aja,"

"Nggak bisa, gue ada projek hari ini, buruan ah mandi, lama banget lo, kayak cewek aja,"

Bletak! sebuah tinju melayang pelan di jidat Milan.

"Gue emang cewek, bangke! udah deh sana ngapain juga lo masuk-masuk kamar gue," Milly menarik Milan keluar dan kemudian menutup pintu dengan kasar.

"Gue tunggu dibawah ya, buruan!!" teriak Milan sebelum akhirnya turun ke bawah mendekati bunda yang sedang menyiapkan makan pagi. Bunda memperhatikan Milan dengan khawatir.

"Kamu nggak papa lan? kamu pucet banget, mau minum obat?" tanya Rahma. Ia melihat wajah pemuda 19 tahun itu tidak segar seperti biasa.

"Nggak papa kok bun, cuman flu, dibawa makan langsung sehat kok, apa lagi yang masak bunda," ujar Milan dengan manis. Sepintas ia teringat akan ibu kandungnya, Natti.

"Bunda cuman takut kamu sakit, inget nggak sih dulu kamu pernah sakit gara-gara main hujan. Kamu bikin kita semua khawatir. 3 hari kamu kayak orang koma nggak bangun-bangun."

Milan tersenyum tipis. "Itukan dulu bun, waktu masih bocah, sekarang kan udah dewasa," ujarnya mencoba menenangkan Rahma. Namun, Rahma masih saja dibaluti kekhawatiran. Ia menyodorkan segelas susu ke Milan.

"Nih minum dulu, Bunda mau bangunin Zaki dulu ya," beberapa saat kemudian, Rahma sudah menghilang ke kamar Zaki.

Tak berapa lama setelah perginya Rahma, Milly datang menuruni tangga dengan terburu-buru sambil memakai tas ranselnya. Seperti biasa, Milly memakai kemeja polos dengan celana jeans dan sepatu kets. Dan yang paling tidak pernah ia lupakan adalah menguncir rambut tebalnya yang mengembang seperti brush make up.

Milan melihatnya sambil menggeleng-geleng.

"Lo, mandi?"

"Ya mandilah,"

"Sikat gigi?"

"Ya iyalah, napain sih lo nanya-nanya," Milly melirik Milan dengan sebal.

"Gue curiga aja, kok cepet banget,"

"Gue nggak sabunan," ungkap Milly santai.

"Gila!! jorok banget!" pekik Milan histeris. Sementara yang dikatai sibuk mengunyah roti tawar tanpa selai. Sedangkan tangannya sibuk mengoleskan selai pada roti tawar lainnya dan memasukkannya ke dalam kotak bekal.

"Tumben lo bawa bekal, buruan deh, lama amat,"

"Gue mau kasih Marko,"

"APA?! Marko?" tiba-tiba Milan menaikkan nada bicaranya. Milly mengerutkan dahinya sambil menatap Milan. Ia menggeleng-geleng heran.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 11, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Hi Milly!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang