Tentang Cinta

33 1 0
                                    

"Itu Marko!" Seru Milly mengagetkan Milan. Hampir saja ia tersedak bakso.

"Ya ampun gue harus ngapain lan? Apa gue nyamperin dia ya?" Milly berkata sambil merapikan kuncir rambutnya.

Jika kamu membayangkan Marko adalah cowok populer seperti kebanyakan anak band, maka kamu salah besar. Milan hampir tersedak bakso lagi ketika ia melihat cowok yang dianggap Milly sebagai Marko. 'Marko'nya Milly itu adalah seorang cowok brewokan yang kusut dengan rambut agak mengembang yang sepertinya tidak disisir. Parahnya lagi, lingkaran hitam dibawah matanya terlihat jelas. Dia terlihat seperti mayat hidup.

Marko berada tepat diseberang kursi tempat mereka makan.

"Akhirnya gue ketemu dia lan, gue harus apa kasih tau gue," ujar Milly sambil mengguncang-guncang pundak Milan yang sedang menyeruput mie baksonya.

"Lo kok bisa-bisanya sih suka sama dia, dia kayak zombie tau nggak, lagian katanya dia vokalis band, gue liat, kayaknya nggak ada yang kenal sama dia"

"Apa kata lo? Zombie?" Mata Milly melebar. Tangannya meraih pinggang Milan dan mencubitnya keras.

"Aaaw, sakit!" Milan meringis kesakitan sambil memegangi pinggangnya.

"Samperin aja, bilang kalau lo itu fansnya, bereskan,"

"Duh, agresif banget nggak sih, lagian gue nggak mau dia nganggep gue fansnya,"

"Trus?"

"Gue pengen dia ngganggep gue sebagai wanita biasa yang siap dicintai,"

Bletak! Jitakan Milan melayang ke kepala Milly. Milly meringis kesakitan sambil menggosok kepalanya.

"Sialan lo lan!!" Ujar Milly dengan suara besar. Membuat Marko menoleh dan melihat keduanya dengan bingung. Milly menunduk malu. Ia buru-buru membereskan tasnya dan pergi dari sana sambil menutupi wajahnya.
***

"Sekarang gue harus ngapain lan, gue udah terlanjur malu," bisik Milly disela-sela kuliah.

Pak Harun sedang sibuk menulis beberapa rumus phytagoras di papan tulis. Milly sangka ia tidak akan bertemu dengan pelajaran satu ini lagi. Ternyata dia masih saja harus menghapal rumus matematika yang membuat kepalanya sering cenat cenut.

Milan sendiri sedang melempar senyum pada Wulan yang duduk di depannya. Gadis itu tersipu malu.

"Lo samperin dia seminggu lagi, gue rasa dia bakalan lupa," ujar Milan tanpa mengalihkan perhatiannya dari Wulan.

"Eh, Wulan itu cantik banget ya, kulitnya putih bersih, rambut hitam kayak mayang mengurai, dan bodynya itu waw," 

Milly pun melihat ke arah Wulan.
"Iya, sih, jangan bilang lo mau jadian sama dia," tebak Milly masih dengan berbisik.

"Yaa, gue pikir-pikir dulu deh,"

Milly menggeleng heran. Kenapa sahabatnya itu bisa menjadi playboy seperti itu. Tapi dia tidak ambil pusing. Toh, Milan tidak akan bisa mempermainkannya seperti dia mempermainkan cewek-cewek itu. Tidak akan mempan. Selagi Milan tidak mencoba mendekati orang-orang terdekatnya, Milly tidak akan ikut campur. Tapi jika dia berani mempermainkan seseorang yang Milly sayang, maka Milan harus berdoa banyak semoga masih selamat.

Baik, Milly sudah memutuskan, dia akan menghindari Marko sampai seminggu lamanya.

***

"Milly??" Sebuah suara dibelakang Milly membuat Milly terpaksa menghentikan langkahnya.

Milly berbalik dan mendapati seorang gadis modis dengan rambut bergelombang sedang tersenyum padanya.

"Irene?"

Hi Milly!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang