Sepulangnya dari tempat kerja Taemin, Myungsoo dan Jiyeon memutuskan untuk jalan-jalan di sekitar taman kota.
Udara di Qoscowana sangat sejuk, keadaan jalan pun selalu tampak lancar tidak seperti di tempat tinggal Myungsoo dulu. Kemacetan adalah hal yang tidak akan bisa ia hindari.
"Aku pasti akan kesepian kalau kau sudah mulai berkerja nanti," gumam Jiyeon sambil menghela napas pelan.
"Kenapa kau juga tidak bekerja saja?" Myungsoo seolah teringat dengan fakta kalau selama ini dia tidak pernah melihat Jiyeon bekerja. Lantas dari mana gadis itu mendapatkan uang?
"Aku dilarang bekerja oleh Seungho dan juga almarhum ayahku, karena aku lahir prematur jadi daya tahan tubuhku tidak begitu bagus. Itulah kenapa Seungho selalu memarahiku jika tahu kalau aku diam-diam pergi keluar Qoscowana. Aku tidak boleh kecapekan."
"Jika tidak bekerja, lalu dari mana kau mendapatkan uang? Apa Seungho yang membiayaimu?" Myungsoo menanyakan apa yang sejak tadi menganggu pikirannya.
"Tidak. Dulu ayahku meninggal saat perang Qoscowana dan Haugar, dan karena itulah aku mendapatkan semacam dana kompensasi dari pemerintah. Jadi kebutuhanku sebenarnya sudah terjamin." Myungsoo mengangguk paham.
"Lalu kemana ibumu? Apa dia juga meninggal karena perang?" Gelengan kepala langsung menjawab pertanyaan Myungsoo.
"Dia meninggal tak lama setelah aku dilahirkan." Diam-diam Myungsoo memperhatikan wajah Jiyeon yang masih terlihat tenang seperti biasa. Tidak ada raut sedih ketika ia menceritakan tentang kedua orang tuanya.
"Walaupun kau hidup sendiri, setidaknya kau masih memiliki banyak sahabat yang menyayangimu." Jiyeon mengangguk setuju. Dan dia memang bersyukur karena hal itu. Ketika ayahnya dikabarkan meninggal, semua sahabatnya tak pernah berhenti untuk menguatkannya dan memberi pasokan semangat padanya.
"Bagaimana dengan kehidupanmu yang dulu? Kurasa kau adalah sosok yang populer dan dikagumi banyak orang," tebak Jiyeon. Mengingat Myungsoo memiliki wajah rupawan seperti itu mustahil baginya jika tidak ada seorang wanita pun yang tergila-gila padanya.
"Aku tidak memiliki banyak teman, kebanyakan orang-orang tidak menyukaiku." Wajah rekan-rekan kerjanya seketika bermunculan di kepala Myungsoo. Teringat bagaimana ekspresi sinis mereka saat berbicara dengannya membuat Myungsoo refleks tersenyum miris.
"Hey itu tidak mungkin, kenapa mereka bisa membenci lelaki sempurna sepertimu?" Jiyeon jelas tak percaya dengan cerita Myungsoo. Belum lama mengenalnya saja sudah membuat Jiyeon menyukainya setengah mati, apalagi jika sudah mengenal pemuda itu sejak dulu.
"Aku tidak berbohong. Temanku hanya Minho dan kekasihnya, selain itu aku tidak dekat dengan siapapun." Hati Myungsoo sedikit terhenyak kala ia menyebutkan nama Minho. Tiba-tiba saja dia merindukan sosok sahabatnya itu.
Minho bisa dibilang satu-satunya rekan kerja Myungsoo yang tahan dengan sikap cueknya. Minho seolah memang ditakdirkan untuk menjadi penyemangatnya.
Saat Myungsoo terpuruk dulu karena berita kematian adiknya, sudah beberapa ia berniat untuk bunuh diri. Namun rencananya selalu berhasil digagalkan Minho. Lelaki itu bahkan mengawasi Myungsoo hampir 24 jam.
Memaksa ikut tinggal di apartemen milik Myungsoo dan akan menyuruh Krystal, kekasihnya jika dia sedang bekerja atau ada tugas tambahan dari pimpinan.
"Kalau orang-orang di sana tidak menyukaimu, itu artinya mereka tidak waras," celetuk Jiyeon membuat Myungsoo terkekeh geli.
Sejatinya Myungsoo jarang tertawa, apalagi hanya karena hal kecil tadi. Tapi entah kenapa saat bersama Jiyeon ia jadi mudah tertawa atau tersenyum.
KAMU SEDANG MEMBACA
Qoscowana [END]
Fanfiction|| Myungyeon Fanfiction || Tentang perjalanan Myungsoo yang menyelami samudra demi mencari adiknya yang hilang yang berujung dengan pertemuannya dengan seorang wanita yang tinggal di sebuah negeri di dalam samudra. Negeri itu bernama Qoscowana. ©2017