Ketiga

15 9 2
                                    

Sarah mengerjapkan matanya berkali-kali. Berharap agar matanya bisa cepat terbuka lebar. Namun entah mengapa kedua kelopak mata itu selalu memaksa untuk menutup. Sarah bangkit. Terduduk. Kemudian berdiri dan berjalan gontai keluar dari kamarnya. Sisa pandangannya ia gunakan untuk mencari tempat tujuannya. Kamar mandi. Tak butuh waktu lama, Sarah segera masuk ke dalamnya untuk membasuh muka agar pandangannya jernih.

Setelah ia rasa kedua matanya itu telah berkompromi, ia langsung keluar dari kamar mandi untuk melihat jam berapa sekarang.

"Hah!? Jam enam kurang lima belas menit." Pekiknya.

Sarah langsung kembali ke kamar mandi untuk berwudhu menyegerakan sholat subuh-nya.

Beberapa menit kemudian Sarah telah menyelesaikan sholatnya. Dan kemudian bergegas untuk mandi. Karena tadi ia tak sempat mandi untuk menyegerakan sholatnya. Sarah jelas bangun kesiangan, semalam ia mencuci dua bak baju sekaligus sehingga belajar larut malam.

Beberapa menit kemudian Sarah telah siap dengan seragam sekolahnya, tasnya pun telah diisi cukup banyak perlengkapan. Sarah segera keluar, berpamitan kepada kedua orang tuanya dan lekas pergi kesekolah. Menggunakan meteromini, seperti biasanya.

Sarah menghirup segarnya udara pagi dalam-dalam setelah beberapa menit berada di dalam meteromini yang pengap. Dia melangkahkan kakinya, memasuki sekolah menengah pertama kebanggaannya. Menyalami beberapa guru yang ia lihat.

Sarah terkejut. Tiba-tiba saja ada sebuah lengan bertengger di pundaknya. Entah itu lengan siapa, Sarah tidak tahu. Apa lagi yang akan Sarah lakukan selain melihat sang pemilik tangan. Dia memutar kepalanya 45 derajat. Dilihatnya wajah yang tak asing baginya. Fika.

"Hai Sar." Tegur Fika seraya tersenyum lebar.

"Eh, hai Fik." Balas Sarah, kemudian berusaha melepaskan lengan Fika dari pundaknya.

"Mau ke kelas kan?" Tanya Fika, lagi-lagi dengan seulas senyum.

Sarah hanya mengangguk, menjawab pertanyaan Fika.

Sarah telah sampai di ruang ujian dan Fika, dia pun begitu. Ruang ujian Fika berada di sebelah ruangan Sarah.

"Baru datang?" Ucap Reta saat Sarah telah sampai di bangkunya dan bersiap untuk duduk.

"Iya, kesiangan." Balas Sarah samar.

Sementara itu di pojok kelas ada empat lelaki yang tengah membincangkan sesuatu.

"Lo tuh beruntung men, bisa duduk disamping orang paling pinter di sekolah."

"Masasih?"

"Iya men, lo nggak tau apa si Sarah itu dapat apresiasi dari sekolah dua minggu lalu."

"Ya, terus?"

"Amit dah.. gue punya temen nggak bisa memanfaatkan keadaan banget ya?"

"Maksudnya?"

"Kalo gue jadi loh nih ya, gue bakal pepetin tuh cewek. Gue modusin, gue spik-spik lah. Nah kalo udah deket, baru deh gue manis-manisin buat minta contekan. Yah, itung-itung kunci jawaban berjalan lah."

"Nah, bener itu."

"Emm, gue sih bodo amat. Mau dia ini kek, itu kek, gue gak peduli."

"Emang lo nggak mau apa kali kali gitu ngerasain dapet nilai gede? Kali kali gitu di kertas ulangan lo ada nilai sembilan?"

"B aja"

"Bodo ah."

"Ok deh, gue coba. Lumayan sih cantik juga.

"Sehh, dasar cebong anyut!"

Sarah, Reta, dan Tania sedang membicarakan sesuatu, sesekali mareka tertawa, terkekeh, atau bahkan merasa geli sendiri. Namun tiba-tiba seseorang datang dan mengintrupsi perbincangan mereka bertiga.

"Hai." Sapa cowok yang tiba-tiba datang dan duduk di sebelah Sarah. Di tempatnya.

Sarah membulatkan matanya. Reta mengernyitkan dahi. Dan Tania, menautkan kedua ujung alisnya.

Entah apa yang ada di pikiran Reta, Sarah, dan Tania, yang jelas mereka memiliki pandangan yang berbeda atas kedatangan pria ini. Beberapa detik lalu.

Reta, dia seperti mengerti keadaan ini. Beberapa detik kemudian setelah kecengangan terjadi, Reta mulai memberi intrupsi kepada Tania. Entahlah apa yang sedang dipikirkan wanita bubble gum itu.

"Tan, kantin yuk. Temenin beli pulpen." Bujuk Reta kepada Tania. Dan matanya membelalak tajam dengan kepala yang diarahkan keluar ruangan. Seakan memberi intruksi untuk pergi.

"Oh.. Ok." Jawab Tania sigap. Untunglah dia cepat peka.

Tania yang duduk di depan Sarah langsung beranjak pergi bersama Reta. Sarah hanya memandang sebal kepada kedua temannya itu. Sungguh, ini tidak lucu!

Sarah langsung mengalihkan pandangannya kearah buku diatas mejanya. Menunduk. Dan kemudian baru lah membalas. "Ya?"

"Kita belum kenalan ya? Nama lo siapa?" Pandangan laki-laki itu begitu lembut kepada Sarah. Namun pandangan Sarah tetap pada buku itu. Jujur, sebenarnya Sarah takut pada laki-laki ini. Karena dia adalah laki-laki yang berani datang terlambat saat hari pertama ujian kemarin. Dengan penampilan yang berantakan, dan seram.

"Sarah." Balas Sarah singkat.

"Oh, lo Sarah anak yang dapet apresiasi dari sekolah dua minggu lalu ya?" Laki-laki itu mengutip perkataan temannya tadi.

"Ya."

"Hmm. Oh ya Sar, lo kan pinter tuh, sampe diapresiasi sama sekolah. Tolong ajarin gue fisika dong, boleh gak?"

Mendengar ucapan itu Sarah langsung mengernyitkan dahi. Berfikir tidak jelas tentang lelaki di sebelahnya ini. Aneh.

Sarah mengangguk samar.

"Ok," lelaki itu kemudian langsung mengambil sembarangan buku fisika yang kebetulan ada di meja belakang. Entahlah itu milik siapa.

"Emm.. nah, ini nih. Soal yang ini gue nggak ngerti." Pekik lelaki itu setelah membuka beberapa lembaran buku.

Sarah melirik ke arah buku itu. Membaca soalnya dan kemudian menerangkan.

"Oh, jadi ini begini. Jadi, ini tinggal dikali ini, abis gitu pangkat dua, terus hasilnya di tambah sama ini ya?" Jelas lelaki itu.

Sarah mengangguk cepat. Dengan arah pandangan ke meja. Tertunduk.

Lelaki itu tersenyum lebar, amat manis. Namun Sarah tak menyadarinya. Senyuman bersahabat.

"Emm, lo ko masih nunduk aja sih? Kenapa? Lo takut sama gue? Apa muka gue segitu jeleknya ya, sampe lo nggak mau ngedongak buat ngeliat gue? Tenang, gue nggak ganas ko." Tuturnya dengan pandangan heran.

"Nggak kok nggak. Maaf." Ralat Sarah seketika. Namun gadis itu tetap takut untuk mengangkat kepalanya.

"Terus, kenapa lo masih nunduk?"

Sarah kikuk. Dia tak dapat berkutik. Dia bingung harus bagaimana.

"Yaudahlah, terserah lo aja." Lelaki itu menghembuskan nafas kasar.

Syukurlah. Sarah lega, akhirnya lelaki itu tak lagi memaksanya.

Dua menit kemudian, akhirnya bel masuk jam pertama pun dimulai. Guru pria berperawakan tinggi kurus memasuki ruangan. Tak salah lagi, dia lah yang akan menjadi guru pengawas di jam ini.

Sekarang para murid di ruang dua sedang mengerjakan soal-soal terkutuk. Jam pertama saatnya bahasa indonesia. Pelajaran ini memang tak begitu sulit. Hanya memerlukan kemampuan EYD yang tepat. Walupun begitu, banyak reaksi yang di keluarkan oleh para murid di ruangan itu.

《《》》

Assalamu'alaikum...
Hohoho.. hai guys👋
Apa kabar? Ku yakin pasti baik-baik sahaja, hehe😅
Ku ucapkan terima kasih pada kalian yang sudah rela membaca cerita nggak karuan ini *whahaha
Terima kasih juga untuk yang udah vomment😁 makasih buanyakk😄

See youuuu again😉

MarshmelloTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang