Bab 1

50 8 1
                                    

    "Baiklah, aku akan duduk disini mendengar kisahmu." sebuah pernyataan terdengar di telingaku.
    Aku masih mematung. Menatap ubin berwarna putih bersih dengan ukuran 30x30 cm, sembari duduk tersungkur di pojok sofa hangat berwarna jingga.
    Wanita itu menatapku lekat, tersenyum, dengan sebuah pertanyaan mengikutinya "Ra?" singkat, namun berhasil membuatku menoleh. Entah mengapa hujan mengalir dari mataku dengan mudahnya. Sontak ia memelukku, mengelus punggungku, halus, menenangkan.
     "Menangislah Ra, menangislah." hujan itu semakin deras, diikuti isakan-isakan kecil, membuat hatiku semakin merasa tercabik. Malam itu, untuk kesekian kalinya kuingat lagi kenangan pahit tentang kepergiannya. Setelah mungkin puluhan kali kuingat lagi bagaimana mudahnya ia meninggalkanku.
      Setelah sekitar 7 menit aku berada dalam pelukan hangat wanita paruh baya itu, aku melepaskannya. Wanita itu menyeka air mataku dengan jarinya. Aku yang masih sesenggukan tersenyum padanya, melemparkan tatapan penuh terimakasih. Ia mengangguk, tersenyum.
    "Jadi, bagaimana? Masih mau menceritakan kisah itu padaku?" tanyanya.

Aku mengangguk, meng-iyakan.

NarayaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang