prolog

15 2 8
                                    


.

Ia menghembuskan nafasnya kasar. Mengatur detak jantungnya yang berpacu dengan cepat dan mengelap peluh yang membanjiri keningnya.

Meluruskan kakinya supaya tidak kram sehabis berlari mengelilingi lapangan sebanyak 10 kali dan menghitung detik demi detik yang terus berjalan pada pergelangan tangannya.

Ia mengambil sebotol air di sampingnya dan meneguknya hingga tandas. Sesosok pria dengan setia menemaninya dengan pandangan yang hanya terfokus kearahnya.

Melia, cewek satu ini bisa dibilang sedikit aneh. Karena apa?

Perpaduan antara cewek feminin pada umumnya dan kesan misterius yang selalu menguar dari auranya, membuatnya tidak sedikit digandrungi lelaki-lelaki yang terobsesi untuk menjadikan dirinya sebagai milik mereka.

Ditambah dengan kepribadiannya yang boleh dibilang 'rese' karena ia selalu bergantung dengan yang namanya 'mood'. Entah kenapa, hal ini menjadikan nilai plus bagi dirinya di mata kaum adam.

"Mel, nanti agak sorean kamu ada waktu, gak?" ucap Gio, salah satu senior jurusan hukum yang terkenal most wanted dan salah satu dari sekian cowok yang berusaha menggaet hati Melia.

Melia menatapnya dengan kening berkerut dan merasakan sesuatu yang ganjal. Permainan dimulai

"Agak sorean? Kira-kira sekitar jam berapa?" jawab Melia dengan tutur kata halusnya yang khas.

"Ehm, paling sekitar jam 6 sore-an, lah. Bisa, gak?" Gio menimang-nimang sesuatu dan berkali-kali melihat keadaan sekitarnya seperti takut akan tertangkap basah.

Melia menatap Gio dengan sinis. "Sorry, kalo kamu gak bisa konsisten, mending minggir aja." dan dengan begitu, Melia segera mengambil langkah untuk pergi dari hadapan mahkluk di depannya ini.

Gio yang baru tersadar dari apa yang terjadi, segera membalikkan tubuhnya dan mengejar langkah Melia.

"Mel, tunggu Mel! Lo kok gitu amat sih, sama gue? Gue 'kan temen lo?" ucap Gio sambil membalikkan tubuh Melia dengan mencengkeram bahu kirinya.

Ia menghela nafas pendek. "Denger, ya Giofano! Dari awal gue udah tau maksud lo dari cara lo manggil gue dengan aku-kamu. Dan gue gak ada waktu hanya untuk menghibur diri lo dengan lo ngerayu gue buat jadi pacar lo,"

"Terus kenapa lo bales jawaban gue dengan aku-kamu juga? Jangan-jangan..."

Gio menyipitkan matanya dan menyeringai. Cukup memberikan kesan tersirat bahwa ia adalah tipe cowok mata keranjang.

"Lo yang memulai permainan ini 'kan? Jadi,.."

Gio menaikkan sebelah alisnya.

"Kenapa gue gak sekalian aja ikut masuk ke dalam permainan busuk lo?"

Gio menertawakan kekonyolan Melia dengan tawa remehan dan kepalan tangan yang semakin mengetat.

Ia tidak habis pikir dengan jalan pikiran cewek didepannya ini. Membuatnya kagum dengan kecerdikan dan penguasaan emosinya yang stabil.

Melia kembali menarik nafas panjang dan menghembuskannya kasar.

"Dan untuk terakhir kalinya..."

Gio menatap kedua bilik mata Melia dengan tajam dan intens. Menunggu kelanjutan kalimat dari bibirnya.

"Stop! Hubungan pertemanan kita sampai sini aja,"

Melia kembali membelah jalan keluar dari area lapangan tenis dan meninggalkan Gio yang masih termenung dengan tawa pahitnya.

Gio kembali membalikkan tubuhnya. Menatap punggung dengan rambut pirang kucir kuda tersebut yang telah berjalan jauh di depannya dengan tidak percaya.

Ia mengusap tengkuknya hingga menuju wajahnya dengan kasar. Mengulum bibirnya frustasi dan disusul dengan tawa pahit yang kembali terbit di sudut bibirnya. Menertawakan kebodohannya sendiri dengan jalan permainan yang telah ia ciptakan.

"Melia Galiena Cassius" ia menggumamkan nama Melia dalam-dalam. Meresapinya seakan nama Melia adalah segelas vodka termahal yang harus ia nikmati dengan perlahan.

"Baiklah, kita lihat saja nanti akan seperti apa akhirnya."

Dan dengan begitu, selesailah percakapan diantara mereka. Dan dengan begitu pulalah, usai sudah hubungan pertemanan diantara mereka.

SCANDALTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang