empat

12 1 0
                                    

.

"Hei! Berhenti disana!"

Langsung saja Melia menghentikan langkah kakinya. Ia berbalik menghadap cowok yang setengah berlari kearahnya tersebut dengan wajah masam.

Kini jarak antara dirinya dan cowok tersebut hanya selangkah saja. Membuat Melia secara refleks mundur satu langkah lebih jauh.

"Kamu bilang butuh bicara. Sekarang apa?" ucap Jovian sambil mengusap hidungnya.

"Kurasa kita belum saling menyapa. Kalau bagitu, halo Jovian. Lama tidak bertemu,"

"Halo juga. Sekarang katakan apa yang ada di dalam otak cantikmu itu," balas Jovian yang mungkin terlalu cepat. Membuat Melia tertegun dan bingung harus memulai percakapan dari mana.

"Just, katakan apa saja yang sekarang terlintas di kepalamu," Jovian seakan mengerti dengan keraguan yang terpancar dari bola mata Melia.

Melia berdeham, "Baiklah. But firstly, kemana saja kau selama ini? Apa kau melancarkan aksi kabur yang sama yang dilakukan Alex? Oh, atau kalian bersekongkol?"

Semburat tawa keluar dari bibir Jovian. Membuat pipinya yang tirus terangkat naik dengan lengkung di sekitar bibirnya menambah ketampanan di wajahnya.

"Honey, aku sibuk magang dan membuat portofolio yang layak agar bisa menggantikan posisi ayahku sebagai CEO karyawan-karyawannya,"

Melia sedikit tidak nyaman dengan kata panggilan yang di ucapkan Jovian ke arahnya.

"Kemana saja kau, selama awal 20 tahunmu? Apa selama 5 tahun kau hanya menganggur?" desak Melia yang sebenarnya ingin lebih mengetahui kehidupan 'calon suami -tidak jadi- kakaknya' tersebut.

"Kau sungguh ingin tahu, ya?"

"Tentu saja!" kilah Melia terlalu cepat. Jovian menyeringai senang mendengar jawaban gadis di depannya. Melia yang sepertinya mulai paham, ia tanpa sadar memukul mulutnya sendiri.

"Maksudku, eh, kau tahulah, aku hanya.."

"Hanya apa?" goda Jovian dengan postur yang tetap tenang.

Melia tercenung, "Lupakan saja!" ucapnya dengan wajah yang memanas.

Jovian terkekeh sambil mengedarkan pandangan, "Kamu belum tahu, ya? Kalau aku harus selalu memantau cabang perusahaan ayahku di Spanyol dan Ibrani?"

Melia lagi-lagi tercenung. Cabang perusahaan? Dan hal ini, tentu saja membuatnya kembali bergulat dengan pikirannya sendiri. Sebenarnya berapa banyak, sih, perusahaan milik keluarga Luciusylvan? Seberapa kaya, sih, mereka?

Dan Melia terus menerka-nerka tentang hal-hal yang membuatnya senyum-senyum sendiri tanpa ia sadari.

"Jadi, sebelum aku dapat menghandle seluruh perusahaan, aku harus belajar dari cabang-cabang perusahaannya dahulu."

Melia mengangguk, "I see. Semoga kau berhasil," dan Jovian hanya menggumamkan kata terima kasih tanpa suara.

"Secondly, apa kau tidak sedikit saja berusaha gitu, untuk mencari keberadaan kakakku?"

Jovian mengernyitkan keningnya tidak suka diiringi canda yang terpancar dari matanya.

"Ia sudah dewasa, biarkan saja." ucapnya singkat dan tidak memberikan rasa puas oleh Melia.

Mengerti bahwa Melia tengah menunggu dan menginginkan yang lebih dari jawabannya itu, Jovian mendengus.

"Dengar Melia, hubungan kami hanya sebatas teman dekat. Tidak ada perasaan satu sama lain," ucap Jovian mendekatkan wajahnya ke arah Melia.

SCANDALTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang