"Jiyongie—" yang ku panggil mengabaikanku.
Dia sibuk melirik jam lalu ke ponsel emasnya — ke jam lagi —ke ponsel, yang tergeletak mengenaskan di meja.
Sedotan pada ice americano ku pun, sudah tak berbentuk karena menunggu seseorang yang sejak sejam lalu — membuat janji temu — dengan kami di sini, tak kunjung menampakkan dahinya.
"Kau yakin dia datang? "
Jiyong melirikku sinis.
Tatapan itu sejenis lebah pemburu yang mengincar pengganggunya.
Aku yang sudah berteman dengannya lebih dari dua puluh tahun ini, cuma bisa berharap ia tak akan benar-benar memakanku disini.
"Oh ayo lah, ini sudah sejam lebih. Kau yakin dia —"
"Aku khawatir!! " aku terkejut mendengarnya frustasi.
"— kau tau? Dia membawa mobilnya sendiri kesini."
Aku hanya bisa menyelanya dalam hati. Memangnya apa yang salah dengan menyetir mobil sendiri?
"— dia belum punya sim? " celetukku asal yang jelas mendapat centilan keras di dahiku.
"Dia —"
"Yongie !!"
Suara bariton menginterupsi makian beruntun yang akan Jiyong lakukan padaku. Pemuda dua puluh sembilan tahun itu menoleh ke belakang mencari seseorang yang memanggilnya tadi.
Aku terlalu sibuk mengamati pria tinggi dengan stelan jas sempurna yang datang menghampiri kami.
Dengan kemeja pastel yang sengaja ia buka dua kancing teratas, menambah kesan santai yang ia tampilkan.
Jiyong menarik senyum segarisnya lalu menyambut uluran tangan sang pria..
Jadi dia orang yang kami tunggu??
"Wae? Apa kau akan bilang aspal kurang lebar untukmu membawa mobil sampai kesini?"
Pria berahang tegas dan runcing dengan mata setajam elang itu tersenyum kaku untuk menanggapi. Tapi dari sanalah, tingkat ketampanannya meningkat drastis daripada ia diam tanpa bicara.
Aku terkesiap begitu ia melirikku sekilas —
"Aku kesasar —"
Dan yah.. Tuhan cukup adil menghadiahkan kesempurnaan fisik itu dibarengi dengan kedunguannya.
"Dia siapa?"
Mungkin sejak tadi dia penasaran siapa nyamuk yang sudah duduk menonton diseberang meja.
Jangan lupa.
Sejak tadi aku memperhatikan kemana tangan Jiyong berlabuh ditubuh pria tinggi semampai itu.
Mengelus punggung serta tak ingin melepas kontak mata antar keduanya.
Jiyong benar-benar meruntuhkan semua kharisma yang sudah ia jaga selama ini.
Senyum malu-malunya membuatku ingin seketika menutup wajahku dengan buku menu.
Aku tau Jiyong gay.
Tapi aku belum siap melihat siapa kekasihnya yang ia kenalkan padaku.
Dan ini pertama kalinya, sejak di bangku kuliah Jiyong menyatakan dengan tegas padaku bahwa ia memilih menyukai pria daripada wanita.
Ada kekecewaan saat aku mengetahui fakta itu.
Tapi aku juga tak bisa memaksanya untuk berubah kalau itu sudah menjadi pilihannya.
Mungkin rasa patah hati lebih tepat saat aku mengetahui perasaan ini takkan pernah tersambut olehnya —
"Dia Jiwon —"
Jiyong menunjukku dengan dagunya. Tanpa menoleh pada prianya, Jiyong melanjutkan ucapannya, "— calon istriku."
Deg
Entah kenapa ucapan itu begitu mengetuk ulu hatiku.
Apa yang ku harap dari pria yang menolak menyukai wanita?
Faktanya, aku hanya menjadi tembok pelindung hubungan mereka yang tersembunyi.
Hubungan yang seluruh kehidupan takkan memberi mereka restu..
"Jiwon, ini Seunghyun yang ku ceritakan padamu —"
Yang tengah di bicarakan terkekeh pelan. Setelah ia mengamatiku sepersekian detik diseluruh bagian wajah yang aku miliki.
Seunghyun menompang dagu memandangi kami bergantian —
"—kalian cocok juga."
Entah itu sebuah ejekan, atau yang sesungguhnya. Rasanya itu lelucon yang membuatku ingin marah di tempat.
Aku rasa Jiyong juga menganggap hal itu dengan serius.
"Jangan kekanak-kanakan. Aku ingin kau mendengar penjelasan kami —"
Seunghyun memilih memotong ucapan Jiyong, "Aku setuju. Aku tau ini semua sulit untuk kita. Dan aku tidak keberatan Yongie —"
Pandangan Jiyong melunak. Dari yang takut berubah menjadi tenang.
Lagi-lagi senyum tersipu malunya itu membuatku sesak.
"Ehmm permisi."
Mereka akhirnya menoleh padaku. Menahan diri menungguku melanjutkan ucapanku —
"Apa keuntungan yang aku dapatkan jika aku di pakai menjadi kelambu pada hubungan kalian ini ?"
Jiyong mulai serius, "—setidaknya, ada hal yang harus kita bahas disini —"
"Jiyong hanya perlu statusnya yang telah menikah. Seperti aku yang telah menjadi duda —"
Dan hei... Kenapa ia begitu bangga dengan hal itu?
"— setelah kalian menikah, aku dan Jiyong juga melakukan hal yang sama."
"Lalu? Dimana keuntunganku? "
"Kalau kau tidak keberatan, aku akan menjadi sponsor untuk usahamu mengembangkan design grafismu ke kancah dunia" ujarnya santai setelah memberiku secarik kartu nama.
Tawaran itu cukup membuatku menelan ludah dengan susah payah.
Dia adalah CEO pengembang anime dan design interior dunia yang memiliki koneksi kuat di Amerika.
Aku membutuhkan itu untuk proyekku!!!
"Kau ku kontrak selama dua tahun untuk menjadi istriku —" sambung Jiyong.
Meski terdengar kejam, tapi aku menguatkan diri untuk mendengarkan ucapannya lagi, "— setelahnya kita bercerai dan kau akan mendapatkan sokongan penuh dan uang yang telah kami siapkan."
Lidahku kelu namun aku tak bisa terlalu lama menunjukkan kesedihanku.
Meski ini tak adil, tapi ini menjadi jalan satu-satunya yang bisa aku perbuat untuk membantu teman masa kecilku.
Sekaligus, Cinta pertamaku —
"Dan selama itu, kita akan tinggal bersama."
Seunghyun menambahkan tanpa diketahui oleh Jiyong.
Aku dan dia, sama-sama histeris mendengar syarat lain dari pria beralis tebal di depanku ini...
"ANDWEE?"
.
.
.
Tbc

KAMU SEDANG MEMBACA
Suamiku Gay !! [ GTOP ]
ContoDia Kwon Jiyong teman masa kecilku Aku tau dia seorang gay dan sekarang , dia menjadi suamiku. Pacarnya Choi Seunghyun Pria dingin yang mencintai suamiku. Orang yang tak bisa di tebak Sekaligus sesorang yang membuatku selalu terusik... Dan aku tingg...