"Berikan ponselmu!" Yoon Gi menadahkan tangan pada Claire yang duduk memeluk lutut di samping kanannya.
Gadis itu menoleh namun tak lantas melakukan apa yang diminta. "Untuk apa?" Claire bertanya.
"Ibumu harus tahu soal ini. Aku tidak mau ada sesuatu terjadi padamu, kau harus segera menjalani pemeriksaan medis," kata Yoon Gi. Namun Claire justru memalingkan wajah. Ia memilih menyaksikan genangan air dibandingkan menatap wajah Yoon Gi lagi.
"Aku tidak mau ibuku tahu. Dia pasti akan bertanya sedetail mungkin alasan kenapa aku ada di sini." Claire mempererat cengkraman pada kedua lengan.
"Kenapa? Kau takut ibumu akan menyalahkanku?" tanya Yoon Gi. Tanpa menoleh Claire mengangguk pelan.
Yoon Gi menghempas napas kasar kemudian berdiri untuk melucuti almamater dari tubuh. Ia menyerahkan satu-satunya kain hangat miliknya untuk melapisi punggung Claire, membuat Claire memandang kaget sebelum menolak. "Kau bisa mati kedinginan," kata Claire.
Yoon Gi lantas tersenyum angkuh. "Aku ini seorang atlet. Tubuhku masih cukup panas setelah bergerak tadi, aku tidak akan mati hanya karena dingin seperti ini."
"Lagipula, jika aku mati... masih lebih baik dibandingkan kau yang terluka."
Semu merah kontan merona di pipi Claire. Mendengar dan melihat sikap Yoon Gi yang begitu memperhatikannya. Jantung Claire kembali berdegup kencang. Ingin rasanya ia menarik tubuh Yoon Gi dan kembali mengeratkan pelukan. Namun tidak mungkin ia bertindak sekonyol itu hanya karena hasrat yang bergejolak. Ia memilih merungkut sambil memeluk almamater Yoon Gi. Mencoba mengontrol diri agar tak terlihat memalukan di depan Yoon Gi.
"Bi, sebaiknya aku menggendongmu. Kau tidak bisa menyentuh genangan air hujan," kata Yoon Gi. Claire terkaget dan menatap Yoon Gi dengan wajah yang polos. "Kenapa ekspresimu begitu?" Yoon Gi tersenyum geli. Claire hanya menggeleng.
"Naik ke punggungku. Kita cari taksi." Yoon Gi menawarkan punggungnya yang lebar. Berjongkok membelakangi Claire dengan kedua tangan condong ke belakang.
"Tidak!" enggan Claire.
Yoon Gi berbalik. "Kenapa? Kau sudah sering naik di punggungku. Apa kau takut aku menjatuhkanmu? Aku tidak selemah itu." Yoon Gi tertawa hambar. Sekali lagi Claire menggeleng. Memilih mengambil ponsel dari saku berniat untuk menghubungkan pada nomor sang ibu.
Yoon Gi masih memperhatikan. Ia sedikit menaruh curiga. "Katanya tidak mau memberitahu ibumu?"
Sejenak Claire berhenti memilah nomor di daftar kontak. Detik selanjutnya ia kembali mengotak-atik tombol pada ponsel. "Aku tidak mau membebanimu," kata Claire tanpa memandang wajah Yoon Gi.
Melihat tingkah laku Claire, untuk kesekian kali Yoon Gi mencoba menepis segala kemungkinan yang berkeliaran di otak. Ia memilih menuruti Claire demi menghindari perdebatan kecil. Yoon Gi kembali duduk di samping Claire. Memandang hamparan jalan basah dengan sedikit menyimpan gelisah. Ia menggigiti bagian bawah bibir sambil menggosok-gosok kedua telapak tangan.
"Sean, pakai almamatermu. Aku baik-baik saja," kata Claire. Gadis itu menyodorkan almamater milik Yoon Gi dengan wajah tertunduk.
Yoon Gi mendengus kecil. "Jangan membuatku mengulang kalimatku, Bi. Pakai saja."
Claire menghela napas panjang. Jika Yoon Gi sudah berkata demikian maka tidak akan ada alasan lagi untuk membantah. Claire mengenakan almamater berlapis di tubuhnya.
***
Nyaris setengah jam berlalu dan sang senja berganti malam. Claire maupun Yoon Gi masih duduk di emperan toko sambil menunggu Nyonya Son datang. Keduanya tak saling bicara untuk beberapa saat. Ini adalah kali pertama ada rasa canggung di antara mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
비물 (Rain) ✔
Fiksi PenggemarSudah terbit. Cerita juga bisa dibaca di akun collab kami @nadheachan. ©2017 Nadhea Rain & Adiinda Chan (@hopehold)