04

84 7 2
                                    

Seluruh peserta perkemahan telah mulai terbangun dari tidurnya masing-masing. Mereka tengah sibuk mempersiapkan diri dengan tugas-tugas yang akan diberikan senior mereka untuk mengisi acara perkemahan ini.

Mereka berbaris berdasarkan kelompok mereka masing-masing untuk di test absensi mereka. Aelke mengacungkan tangan saat namanya lah yang pertama kali Levy—seniornya yang lain—menyebutkan namanya. Begitupun saat nama Bisma di sebutkan. Bisma segera mengacungkan jarinya.

Namun, saat nama Morgan disebut, tiba-tiba suasana menjadi hening. Peserta perkemahan saling berpandangan. Levy menyapu pandangannya ke peserta perkemahan.
"Dimana Morgan?" Tanya Levy. Semua peserta upacara hanya menggelengkan kepala tanda tak mengetahui dimana Morgan saat ini.

Mike yang berdiri di samping Levy berjalan mendekati Bisma. "Bisma Karisma, bukankah Morgan satu tenda denganmu? Dimana dia?" Tanya Mike. Bisma mengedikkan bahunya.
"Aku memang satu tenda dengannya tapi, aku sama sekali tak melihatnya sejak aku mulai membuka mataku." Mendengar penjelasan Bisma, Mike hanya terdiam sebelum akhirnya berjalan mendekati Levy.

"Apa ada yang tahu dimana Morgan saat ini?" Suara Mike yang menggelegar mulai terdengar. Semua peserta perkemahan lagi-lagi menggelengkan kepalanya.
"Shit! Dimana anak itu? Tak bisakah sekali saja dia tak membuat masalah?" Omel Mike.

"Baiklah. Tugas pertama kalian. Cari dimana Morgan berada. Bawa anak itu kehadapanku." Ujar Mike menegaskan. Semua peserta perkemahan mulai saling berpencar sesuai kelompok untuk mencari keberadaan Morgan.

Aelke menarik tangan Chacha untuk mendekati Bisma. "Bis!" Aelke menepuk pundak Bisma yang baru saja hendak berjalan meninggalkan area perkemahan. Bisma menoleh dan menatap Aelke dan Chacha secara bergantian. "Hai, Aelke. Hai, Chacha. Ada apa? Mau membantu mencari Morgan juga?" Aelke dan Chacha mengangguk antusias. "Baiklah. Ayo!" Bisma segera berjalan mendahului Aelke dan Chacha yang mengikutinya dari belakang.


Sudah lebih dari satu jam mereka bertiga berkeliling di sepanjang tepi hutan untuk mencari keberadaan Morgan tapi, Morgan tak kunjung di temukan.
"Bagaimana jika kita berpencar? Kalian berdua kesana dan aku kesana," Aelke menunjuk ke kanan dan ke tengah hutan secara bergantian.
Bisma mengerutkan dahi menatap Aelke.
"Kau mau ke tengah hutan sana? Apa kau gila? Mike melarang kita untuk pergi kesana. Apa kau mau mati dimakan hewan buas disana?"

Aelke terdiam sejenak. "Tapi, semalam Morgan pergi kesana," lirih Aelke.
"Morgan kesana?" Bisma menatap Aelke tak percaya. "Bagaimana bisa Morgan pergi kesana?" Tanya Bisma.

Aelke menggelengkan kepalanya. "Kau tahu, semalaman aku berdua dengan Morgan di luar tenda. Kami sama-sama tak bisa tidur. Tapi, dia memintaku untuk kembali ke tenda. Aku kembali ke tenda tapi, aku tetap tak bisa tertidur. Aku pun kembali keluar tenda dan mendapati Morgan yang seakan berbicara sendiri tengah berdiri di tengah hutan sana," Aelke menunjuk tengah hutan itu.

"Bagaimana bisa?" Bisma kembali mengerutkan keningnya.
"Aku juga tak tahu. Aku menghampirinya dan tatapannya kosong. Aku menyentuh kulitnya. Sangat panas. Wajahnya juga pucat pasi." Aelke menjelaskan. "Oh, ya, dan aku sempat mendengar ia menyebutkan sebuah nama. Tunggu biar ku coba untuk mengingatnya," Aelke nampak berpikir sejenak, "ah, ya. Emily. Morgan menyebutkan nama Emily."

Bisma diam membeku saat mendengarkan apa yang Aelke katakan. Aelke dan Chacha saling pandang tak mengerti.
"Siapa itu Emily, Bis? Dan apa hubungannya dengan Morgan?" Aelke menggoyang-goyangkan tubuh Bisma. Bisma tersadar dan ia segera pergi menjauh.

"BISMA!" Aelke dan Chacha memanggil Bisma.

"Ada apa dengannya?" Tanya Chacha setelah memastikan Bisma benar-benar telah pergi menjauh. Aelke mengedikkan bahunya.
"Aku juga tak tahu dan aku tak mengerti.



***


Bisma's View



Aku berlari kembali menuju tenda. Apa yang saat ini Morgan pikirkan sehingga dia tak berpikir rasional. Kenapa akhir-akhir ini tingkahnya aneh?
Dulu, ia tak seperti ini. Dulu, ia masih menjadi Morgan yang selalu ceria tidak seperti saat ini. Tingkahnya sudah kelewat aneh dan keterlaluan. Pikirannya kacau oleh Emily.

Emily. Emily adalah kekasih Morgan dua tahun yang lalu. Mereka memang terkenal sebagai pasangan paling serasi saat itu. Emily terkenal sebagai primadona sekolah dan Morgan juga memang terkenal sebagai pria paling populer di sekolah. Sebenarnya, aku juga termasuk pria populer saat itu.

Mereka termasuk pasangan kekasih yang setia, romantis dan selalu membuat iri pasangan yang lainnya. Bayangkan saja, Morgan menyatakan perasaannya kepada Emily melalui speaker sekolah sehingga satu sekolah mengetahuinya. Emily pernah meminta bantuan siswa satu sekolah untuk berbaris membentuk huruf M pada saat Morgan berulang tahun yang ke enam belas tahun. Saat ini Morgan memang berusia delapan belas tahun.

Jika saat ini Emily masih hidup, mungkin saat ini pula aku tengah menyaksikan kemesraan sepasang kekasih itu.


Aku masuk ke dalam tenda dan mencari-cari barang-barang yang aku perlukan yang ada di dalam tas Morgan. Barang-barang itu semua adalah peninggalan Emily. Bahkan, Morgan juga menyimpan buku harian Emily yang terdapat beberapa bercak darah di dalamnya. Morgan selalu membawa buku ini untuk mengingatkan bahwa Emily masih ada dan akan selalu ada di hatinya.

Aku meraih buku tersebut sebelum keluar dan kembali mencari keberadaan Morgan. Ia harus segera disadarkan. Pikirannya sudah ke lewat kacau sepeninggal Emily dua tahun lalu.

Saat mereka akan merayakan hari jadi mereka yang ke satu tahun, kejadian yang sama sekali tak mereka inginkan terjadi. Kejadian itu tepat terjadi pada tanggal 15 Februari 2010. Mereka bersama-sama hendak merayakan hari jadi mereka di sebuah pantai. Morgan mengendarai mobilnya sendiri padahal saat itu ia belum memiliki SIM dan KTP.

Mobil yang Morgan kendarai oleng, menabrak pembatas jalan dan jatuh ke dalam jurang. Morgan berhasil selamat dengan luka-luka yang parah di sekujur tubuhnya. Tulang bahunya patah. Tulang kakinya patah. Wajahnya penuh memar. Bahkan dia sempat koma selama beberapa minggu.

Namun, Dewi Fortuna masih melindunginya karena Morgan berhasil sembuh dan selamat. Lain halnya dengan Emily. Tubuh gadis itu sampai saat ini masih belum di temukan. Banyak yang beragumentasi bahwa Emily telah tewas dan tubuhnya telah teruraikan sehingga tak meninggalkan jejak.

Semenjak saat itu juga, Morgan berubah menjadi pria yang pendiam dan terkesan kaku. Ia seakan menghindari pergaulan. Tapi, akhir-akhir ini ia bercerita padaku bahwa Emily sering kali datang ke dalam mimpinya dan meminta bantuannya. Entah bantuan apa.

Tapi, kumohon, Emily, jika kau mendengarkan aku saat ini, menjauhlah dari kehidupan Morgan. Aku tahu kau sangat mencintainya tapi, pikirkanlah masa depannya. Kau dan Morgan telah berbeda dunia. Kalian tidak akan bisa bersatu lagi saat ini tapi, kelak kalian bisa bersatu lagi. Saat Morgan telah berhasil menyusulmu ke dunia sana.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 27, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Another WorldTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang