2. Shampo

1.4K 205 117
                                    

Plak.

Senara ditampar Andi-Papanya.

"Kamu gak liat saya lagi makan?"

Memegang pipi yang kemerahan, Senara mengulas senyum seolah tamparan tadi tidak sakit sama sekali. "Maaf Tuan, kemarin kata Tuan besok aja pas sarapan. Jadi saya minta tanda tangan pas Tuan sarapan."

TUAN.

Andi tidak membolehkan Senara memanggilnya Papa.

Tuan. Itulah yang harus dipanggil Senara.

Mengambil formulir dari atas meja, Senara menatap Andi yang sudah emosi kalang kabut. Itu artinya ia sudah buat kesalahan besar. "Kalau gitu, nanti aja nunggu Tuan gak sibuk."

Merampas kertas dari Senara, Andi buru-buru menandatanginya dibagian kolom wali murid. Kemudian ia melempar kertas tadi kelantai yang langsung dipungut Senara. Andi acuh tak acuh mengibas tangan— mengisyarakatkan Senara segera pergi.

Setelahnya, Senara mengambil ice pack dari kulkas dapur untuk menghilangkan bekas merah pada wajahnya. Terlihat didalam kulkas banyak ice pack yang berjejeran dibanding bahan makanan.

Sudah biasa.

Tak hanya ditampar, kadang Senara mendapat beberapa luka yang lain. Entah itu lebam karena dipukul Andi, atau kakinya yang keseleo ditendang. Ah bahkan kaki Senara pernah patah karena diinjak dan ditendang habis-habisan karena kedapatan memakai baju Mamanya.

Tapi tidak apa. Senara senang. Daripada didiamkan oleh Papanya, lebih baik ia diberi pukulan seperti ini.

Nah, sekarang gadis itu bersiap menuju sekolah untuk menyerahkan formulir perlombaan basket antar SMA se-Jakarta.

***

"Bocil~ main yuk."

"Gak."

"Ayuk ih." Ajak Reiga dengan nada manja.

Mata Lhea memutar bosan dan jengah diganggu Reiga dari pagi. "Gue gak bisa main basket bego."

"Bloon. Punya cowok pemain basket malah gak dimanfaatin." Decih Reiga menatap Lhea kesal. Juan kan handal bermain basket, kenapa ia tidak meminta cowoknya itu mengajarinya sih?

"Napasih lo maksa maksa?"

Bibir Reiga cemberut. "Sena belum dateng soalnya."

Menghela napas, Lhea bangkit dan menuju perpustakaan. "Minggir, gue capek ngeladenin lo." Tegas Lhea agar Reiga memberi jalan.

"Gak, pokoknya main dulu sama gue."

"Lo bloon atau sinting sih. Gue gak bisa main, dan gak suka juga. Gak usah maksa plis."

Reiga tertawa karena ekspresi kesal Lhea. Apa ia harus membuat Lhea sekalian menangis mumpung Senara belum datang?

"Rei, jangan maksa cewek gue." Tukas Juan yang baru datang. Ia segera menarik Lhea dan menemani gadis itu ke perpustakan.

Reiga menggumam pelan, "Hmm, pawangnya datang." Setelah kepergian kedua sejoli tadi, mata Reiga berbinar-binar menangkap kehadiran Senara.

Pucuk dicinta ulam pun tiba.

"Pagi...."

Senara tersenyum, ia mencium tangan kanan Reiga memberi salam, "Pagi."

Seisi kelas sudah tidak terlalu heran dengan pasangan tersebut. Mereka sebenarnya tidak pacaran, tapi interaksinya seperti suami istri.

I HATE METempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang