Satu

66 8 1
                                    

Clara

Bangunan itu kini kembali ramai setelah ditinggalkan sekian lama, dibiarkan terbengkalai begitu saja, tanpa penghuni. Tidak! bukannya tidak berpenghuni, mungkin penghuni disana tidak bisa dilihat oleh kita, mereka hidup dengan cara yang berbeda dengan kita

Satu hal yang aku percaya, mereka dulu pernah seperti kita sebelum akhirnya menjelma menjadi mahkluk tak kasat mata,

Kadang aku merasa tertarik dengan eksistensi mereka yang katanya ber-aktivitas di malam hari, banyak pertanyaan menyeruak masuk ke benakku tentang mereka

Seperti saat ini, ketika aku berdiri di depan bangunan yang sudah mulai terlihat tua termakan usia, bangunan yang baru saja aku ceritakan pada kalian.

Begitu melihat bangunan ini aku berpikir, mereka sekolah seperti kita juga tidak ya? Mereka punya banyak teman juga seperti kebanyakan manusia disini?. Semua pertanyaan itu muncul begitu saja, lagi - lagi tanpa terjawab. Rasanya aku ingin menertawakan diriku sendiri saat ini, anak mana yang memikirkan hal itu ketika melihat bangunan sekolah barunya? Setau-ku mereka pasti akan memikirkan siapa teman yang nantinya akan menjadi sahabat, atau guru - gurunya yang baik atau tidak, seniornya suka membully atau tidak, Benar bukan?

Kini bangunan itu bukan hanya sekedar bangkai bangunan yang tidak berguna, bangunan itu telah diisi oleh anak - anak seumuranku yang memakai baju abu dan putih, baju yang sama denganku

Jujur saja, aku tidak suka memakai baju ini, warna-nya terlalu menyakitkan mata menurutku, mengapa pemerintah tidak menyuruh kami memakai pakaian hitam saja sih? Ah bodoh! Anak mana selain aku yang ingin selalu memakai pakaian hitam agar tidak terlihat oleh orang lain? Anggap saja aku mengisolasi diriku sendiri, tapi ini bukan keinginanku, aku rasa aku memang terlahir dengan sifat yang amat jauh dari mereka, aku pernah berusaha mendekatkan diri pada mereka, tapi nyatanya mereka malah menatapku dengan aneh. Aku ingat dengan jelas hari itu, membuat pikiranku melayang pada saat itu

Bruukkk!

Tiba - tiba ada orang yang menabrak-ku, sehingga membuatku tersadar bahwa sejak tadi aku hanya berdiri terdiam di depan gerbang

Langsung saja aku melangkahkan kaki ku masuk ke dalam bangunan bercat perpaduan antara hijau muda dan hijau tua dengan tulisan SMA Bhakti Bangsa

Aku menyusuri koridor SMA yang ramai dengan siswa siswi baru itu sendirian, mencari kelas bertuliskan X-B , begitu aku sampai di ujung koridor barulah aku temukan kelas itu.

Ruangan kelas yang nantinya akan aku tempati selama satu tahun ini memang terlihat agak menyeramkan, terletak di ujung koridor dengan pencahayaan yang minim, sepi karena terletak di koridor yang jarang di lewati oleh siswa siswi SMA ini, ditambah dengan suasana yang dingin, menambah kesan misterius ruangan ini, tapi tempat ini tidak cukup membuat nyaliku menciut, berada di tempat yang sepi seperti ini sudah hal yang biasa untukku, karena di setiap tempat pun aku selalu merasa sepi.

Kriiing!

Bel berdering nyaring begitu jam menunjukan pukul 07.00, semua murid berseragam abu-putih dengan badge bertuliskan SMA Bhakti Bangsa pun berbondong - bondong masuk kedalam kelas, sama hal nya denganku.

Wajah mereka tampak sangat senang, senyuman itu terpampang jelas di mata mereka, mungkin ini awal yang menyenangkan bagi mereka, tapi tidak untukku. Menurutku tempat ini bagai neraka, tempat dimana aku harus terus mendengar cacian mereka, tatapan aneh, untung saja aku sudah biasa, nerakaku sudah sejak lama di mulai

***

Bel pulang sekolah sudah berdering sejak setengah jam lalu, namun mendadak hujan turun, sehingga membuatku tidak bisa pulang.

Aku berdiri sendirian di bangunan yang sudah tampak sepi ini, memperhatikan setiap manusia yang menghilang di balik belokan, entah bersama teman, pacar, atau orang tuanya. Hah! Ibu dan ayah mana peduli dengan ku? Sudah ku bilang kan? Nerakaku sudah di mulai sejak lama, sejak orang tuaku memutuskan untuk bercerai dan meninggalkanku, Oh tidak! Mereka membuangku, bagai mereka memang tidak pernah menginginkanku untuk hadir di hidup mereka sejak awal, aku sering mendengar orang bilang anak itu adalah anugerah, mungkin orang tuaku tidak percaya akan hal itu.

Hujan tak kunjung berhenti, padahal langit sudah berangsur-angsur menggelap, kini benar - benar hanya tinggal aku sendiri disini.

"Hai Clara!". Tiba - tiba terdengar suara seorang anak perempuan di sampingku

"...". Aku hanya menengok kesamping tak bergeming ketika melihat sosok perempuan cantik seumuranku dengan rambut bergelombang sepanjang bahu berwarna coklat, dan wajah ke barat - baratan

"Kamu ngga bisa ngomong ya?! Kok diam, akukan ajak bicara kamu". Kata perempuan itu dengan mimik wajah yang menandakan bahwa ia kesal

"Kamu siapa?". Jawabku dengan pelan, mungkin perempuan itu tidak mendengar suaraku

"Aku Elleza, kamu Clara kan? Aku lihat kamu kesepian sejak tadi, makanya aku temani. Kamu tau? Kita bisa jadi teman yang sangat cocok! Aku juga kesepian disini". Kata gadis bernama Elleza itu

"Ada yang mau berteman denganku? Kamu pasti bercanda". Jawabku sembari melihat ke arah lantai dengan tatapan nanar

"Aku serius! Aku tau bagaimana perasaanmu"

***

Tak TerlihatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang