Khea berlari terburu-buru memasuki perpustakaan. Ia mengambil oksigen sebanyak-banyaknya seperti orang yang sedang sesak napas. Semua mata tertuju padanya sesaat namun akhirnya bersikap tidak peduli. Khea menghampiri Bu Leni yang sedang mengeluh dan merutuki penyakit 'pikun' yang sering mengganggunya akhir-akhir ini.
"Permisi, Bu."
Tanpa menoleh ke asal suara, Bu Leni membalasnya sedikit ketus. "Ya, diisi itu daftar pengunjungnya. Jangan berisik."
Khea mengisi data dengan cepat bahkan mengisi kolom tanda tangan dengan membentuk tanda bintang. Biar lebih hemat waktu, pikirnya. Ia mengambil novel 'Perahu Kertas' yang sudah dua hari ini ia baca secara rutin setelah pulang sekolah. Novel itu sengaja tidak dibawa pulang supaya adiknya yang baru berumur lima tahun tidak mencoretinya dengan berbagai bentuk abstrak. Ia duduk di pojokan perpustakaan yang merupakan spot kesukaannya. Hujan yang turun dengan deras di luar mendominasi suasana sunyi di dalam perpustakaan. Tidak sampai hitungan ke-60 detik, Khea sudah larut dalam bacaannya.
Suasana tampak normal kecuali di kantin. Banu dan teman-temannya sedang bermain Kartu Remi menunggu hujan reda. Umpatan-umpatan kasar yang dilontarkan setiap terjadi kekalahan tidak mampu ditahan. Banu sampai mengigit bibir bawahnya agar kata-kata kasar tidak lagi keluar dari bibirnya. Ia melempar kartu remi ke meja setelah merasakan darah keluar dari bibirnya.
"Permainan ini nguji banget ya," tutur Banu sambil mengusap bibir bawahnya.
Ari menaikkan sebelah alisnya dan berdecak. "Udah sih gak usah sampe segitunya. Khea gak liat juga 'kan?"
"Tau nih. Percuma pantang ngomong kotor kalo isi videonya masih yang-"
"Gue gak pernah ngoleksi begituan." Ucapan Banu yang tegas membungkam Romi.
Romi mendengus. "Iye dah."
Ari mengeluarkan rokok dari dalam sakunya dan mengajak Romi pergi. "Cabut, Rom. Kita ngerokok di Warkop Asoy."
Romi mengangguk lalu menepuk-nepuk pundak Banu. "Kalo lo gak kuat, cari cewek yang lain. Cari yang bisa nerima lo apa adanya."
Ari dan Romi pergi meninggalkan Banu sendirian. Banu memutuskan untuk menunggu Khea di depan perpustakaan tanpa membereskan kartu remi yang berantakan di atas meja.
Ia berjalan sambil memasukkan tangan ke dalam saku celana. Beberapa siswa masih berada di sekolah menunggu hujan reda. Aura Banu mungkin terlalu kuat sehingga mereka menyadari keberadaannya. Yang cewek sibuk mengatur penampilan agar terlihat 'oke' untuk dipandang sedangkan yang cowok hanya bersikap biasa saja. Malas untuk berurusan dengan pembuat onar di sekolah. Banu menatap semuanya dengan tatapan datar.
Tidak ada yang spesial di antara mereka kecuali Khea. Sekarang yang 'spesial' bersembunyi di dalam perpustakaan. Banu menebak, sekarang gadis itu sedang membaca buku hingga lupa waktu. Ia mengecek jam di ponselnya. Sudah hampir jam setengah empat -waktu para pelajar untuk menikmati makan siang mereka yang terlambat. Ia tersenyum kecil lalu memasukkan ponselnya ke dalam saku lalu melangkah menuju ke luar sekolah.
Khea sudah membaca hingga tengah halaman. Buku tebal itu mampu membuatnya lupa waktu. Hujan sudah selesai dan meninggalkan udara dingin yang masuk hingga ke dalam perpustakaan. Ia mengambil jaket bewarna biru muda dari dalam tasnya dan memakainya dengan segera. Dengan perlahan ia menoleh ke arah jam dinding perpustakaan. Waktu menunjukkan pukul setengah empat sore. Ia berpikir sejenak.
Pulang sekolah jam 2 siang. Berarti, gue udah di perpustakaan satu setengah jam. Gak mungkin dong ya Banu nungguin gue selama itu. Jam segini 'kan waktunya anak-anak tawuran, ucapnya dalam hati.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kumpulan Cerita Pendek
OverigCeritanya pendek-pendek. Yang panjang-panjang silahkan beli di toko buku. (Kalian bisa request cerpen disini!) Instagram : books.boo (for short story request) Cover by : napas-langit