19. Protective??

2K 32 0
                                    

Aku menghirup nafas dalam-dalam. Aroma ini, kenapa sangat nyaman? Mataku masih terpejam, tapi kesadaranku mulai kembali. Ah... Kubenamkan wajahku ke dalam bantal Ferdi dan menghirup aromanya. Tunggu dulu, kemana dia?

Aku mengerjap pelan dan melihat tempat kosong di sampingku. Aku baru ingat kalau selama ini Ferdi tidur di kamar sebelah. Tapi... Kenapa sekarang aku malah ingin menghirup baunya? Dengan wajah kusut aku turun dari tempat tidur. Berjalan menuju kamar sebelah. Dia masih tidur pulas saat aku masuk ke dalam.

Ah, dia masih saja tetap seperti anak-anak saat tidur. Aku naik ke atas ranjang, masuk ke dalam selimut lalu memeluknya. Kubenamkan wajahku ke dalam lehernya lalu kuhirup dalam-dalam. Kurasakan ia bergerak dalam tidurnya.

"Uugh... Cik," gumamnya tidak jelas setengah sadar.
Aku tidak menjawab, hanya semakin banyak menghirup aromanya. "Ciki, kau ada di sini?" tanyanya terkejut saat sudah sadar sepenuhnya.

Aku tersenyum padanya lalu menyeruakkan wajahku lagi ke lehernya. "Baumu enak," bisikku pelan. Menghirup lagi aromanya, tapi Ferdi menjauhkan wajahku lalu duduk, menatapku dalam.

"Kau sudah tidak mual lagi?"
Aku ikut duduk sambil menggeleng pelan.

"Tidak ingin muntah?"

Aku menggeleng lagi.

"Jadi aku bisa mendekatimu?"

Aku mengangguk sambil tersenyum.

Greeep... Aku sedikit terkejut saat ia merengkuh tubuhku kuat. "Aku merindukanmu," bisiknya lirih.

Aku membalas pelukannya. "Aku juga..." bisikku.
Dia mengecup kening, pipi, hidung dan bibirku. "Akhirnyaaa..." serunya sambil tersenyum lebar.

Aku tertawa kecil melihatnya. Seulas kenangan kami dari awal bertemu hingga saat ini seolah berputar di memori otakku. Betapa ajaibnya takdir.

"Apa yang kau pikirkan?" tanyanya.

Aku memejamkan mataku sejenak. "Seperti yang kau pikirkan," bisikku sambil tertawa.

Cuup... Ia mengecup bibirku. "Kamu cantik," bisiknya lalu mengecupi bibirku, merubahnya jadi lumatan-lumatan manis.

Bruuk... Aku terjatuh ke ranjang, tapi ia tidak melepaskan ciumannya. Kurengkuh lehernya erat-erat, meremas rambut halusnya. "Mmm... kau harus ke kantor," bisikku di sela ciumannya.

Dia menghentikan ciumannya. Menempelkan keningnya di keningku sambil memejamkan mata. "Aku tidak ingin pergi hari ini."

"Kenapa?"

"Aku ingin bersamamu seharian," jawabnya. "Hampir dua minggu, Cik, aku sangat merindukanmu..."

Aku tersenyum. "Apa aku harus berbohong pada sekretarismu?"
"Tidak perlu, biarkan saja..." balasnya lalu mulai melumat bibirku lagi lebih dalam.

"Mmhh..." suara decakan mulai terdengar. Ferdi menahan tubuhnya dengan tangan agar tidak menindih perutku. Dia sangat melindungi bayinya. Dan aku

tentu saja.

Dibukanya bibirku dengan lembut, lidahnya terjulur menjilat-jilat lidahku. Mencampur air liur kami. Ah, hampir dua minggu aku tidak merasakan sentuhannya. Aku tahu betapa tersiksanya dia. Kuharap bayi kami baik-baik saja setelah ini, tidak menginginkan sesuatu yang aneh.

·

·

Suara kecapan semakin keras. Nafasku mulai terputus-putus. Bibirnya terasa sangat manis dan lembut, membuatku ingin terus mengulumnya. Kuhisap lidahnya di mulutku dan ia menjerit tertahan. Sesekali ia memberi jeda untuk kami mengambil nafas.

My Wedding Scenario [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang