Teror

16.1K 818 203
                                    

Aku masih memejamkan mataku. Tidak...aku tidak tidur sama sekali. Tapi aku tengah memikirkan semuanya.

Aku masih tak percaya dengan semua yang telah aku alami selama ini. Sekarang...aku seolah tak dapar mempercayai siapa pun yang ada di sekitar.

Lalu Hendra? Aku jujur tak dapat mempercayainya walau dia sudah sangat baik padaku, sangat perhatian padaku.

Seketika aku membuka mataku dan melihat kalau mobil Hendra telah memasuki kawasan kota. Hendra pu tak berkata sepatah kata pun, dia tetap fokus pada jalan yang ada di hadapannya.

"Antarkan aku ke hotel Hen," kataku memecah kesunyian.

"Tidak!"

"Kenapa?"

"Aku takut kamu kenapa-kenapa, cukup Wilman yang menghilang dari kita, aku gak mau kehilangan kamu Di,"

"Wilman kan belum tentu hilang di sini Hen, bisa jadi dia pergi ke kosannya dan tidak menghubungi keluarganya,"

"Di...kamu jangan berlagak tidak memiliki pemikiran yang sama denganku. Kita tahu bagaimana kejamnya mereka, kita tahu kemungkinan terburuk mengenai Wilman,"

Ya...aku tahu apa yang Hendra pikirkan, dan bukan hanya dia yang berpikir seperti itu, tapi aku juga berpikir demikian.

Aku tak ingin lagi kehilangan siapa pun yang pernah ada di dalam hidupku. Aku tak ingin menanggung rasa bersalah lagi.

Cukup...cukup aku merasa bersalah karena kehilangan Evi, aku tak mau lagi kehilangan siapa pun dari dalam hidupku walau Wilman telah sangat menyakitiku.

Kutatap langit malam yang perlahan berubah warna menjadi merah. Aku merasa kaget dengan perubahan itu dan langsung melihat jam tanganku.

Jam masih menunjukkan pukul 21.30 tapi langit telah berubah warna. Aku menatap Hendra yang tiba-tiba menghentikan mobilnya dan menatap langit yang berubah warna.

"Pindah jok belakang, tutup kaca samping pakai bajuku yang menggantung di belakang,"

Aku segera pindah ke belakang dan melakukan apa yang di suruh Hendra. Aku sangat tahu, akan menjadi hal yang buruk jika aku tetap duduk di depan.

"Tiduran Di, jangan duduk!" perintah Hendra.

Huft...aku menarik napas dalam karena agak kesal dengan perintah Hendra. Aku tak terlalu suka tiduran di dalam mobil, rasanya sangat tak nyaman.

Tapi semua untuk kebaikanku, akhirnya aku mengikuti perintah Hendra.

Kembali Hendra menginjak gas dan menjalankan mobilnya dengan kecepatan tinggi.

Aku tahu apa yang Hendra takutkan hingga dia melakukan hal itu. Bukan hanya dia yang takut, aku juga sesungguhnya takut dengan apa yang akan terjadi padaku.

Wush...aku seperti mendengar deru angin yang sedikit mengguncang mobil. Berubntung, Hendra masih dapat menjaga keseimbangan mobil hingga tak teehempas dengan tiupan angin yang begitu keras.

Aku mengeratkan peganganku pada pinggiran jok mobil agar tak terbanting kesana-kemari saat Hendra membelokkan mobilnya dengan kencang.

"Hen...masih jauh ya?" tanyaku dengan perasaan penuh khawatir.

Aku tak mendapatkan satu pun jawaban dari Hendra. Entah dia fokus dengan jalan atau sibuk dengan pemikirannya sendiri.

Wush...lagi-lagi aku mendengar suara angin yang begitu keras menyapa pinggiran mobil.

Aku beranjak dari tidur dan memilih duduk. Aku sangat takut jika tubuhku akan terjatuh dari jok mobil.

"Hen..." kataku tepat di samping telinga Hendra.

"Jangan duduk Di, bahaya!"

"Tidak Hen, perasaanku tak tenang,"

Kembali aku pindah ke jok depan. Aku benar-benar penasaran dengan apa yang terjadi.

Beberapa kali Hendra membanting stir ke kiri dan ke kanan, beruntung jalanan dalam keadaan kosong hingga tak menimbulkan kecelakaan.

"Pegangan Di, dan pakai sabuk pengamanmu!" kata Hendra.

Aku mengikuti perintahnya karena aku pun tak ingin berakhir dengan mengenaskan. Aku sudah merasakan jika Hendra menjalankan mobil dengan kecepatan yang sangat tinggi.

Wush...lagi aku merasakan ada angin yang begitu besar menghantam mobil sehingga mobil agak oleh ke kiri dan ke kanan.

Jantungku berdegup dengan kencang, bahkan mungkin hampir copot. Tidak...bukan karena aku senang berduaan dengan Hendra, tapi karena menyadari bahwa nyawaku bisa melayang kapan saja.

Beberapa kali aku menarik nafas dalam dan mengendalikan semua ketakutanku.

Aku memang suka kebut-kebutan, tapi aku tak pernah berada dalam kondisi yang seperti ini.

Entah kenapa rasanya jarak ke kosan Hendra sangat jauh hingga membutuhkan perjalanan yang begitu lama.

Srrreeettt...kudengar suara kaca mobil yang beradu dengan benda tajam yang membuatku begitu ngilu mendengarnya.

Pertama suaranya dari kaca di jok belakang, tapi perlahan suaranya maju ke depan dan ke arah kaca tepat di sampingku.

"Aaaggghhh," teriakku saat aku melihat sebuah sosok yang sangat mengerikan telah menempel di kaca mobil.

Sosok itu berupa tubuh manusia yang kulit-kulitnya telah mengelupas, entah mengelupas sendiri atau dilakukan secara sadar.

Tidak...kulit itu tidak sepenuhnya mengelupas seperti wajah Evi. Tapi kulit itu hanya sebagian mengelupas dengan kulit yang masih bergelambir menempel pada bagian kulit lainnya yang masih menempel.

Dari kulit yang telah terkelupas itu mengeluarkan darah yang sangat segar hingga darah itu membasahi kaca mobil.

Sesekali wajahnya yang telah terkelupas menempel pada kaca mobil dan seperti sengaja di gesek-gesekkan hingga membuatku benar ngilu melihatnya.

Aku memalingkan mukaku dari sosok mengerikan itu. Aki sungguh tak kuasa untuk melihatnya lagi.

Aku menatap Hendra yang masih berkonsentrasi dengan kemudinya. Aku berharap tak akan melihat sesuatu yang mengerikan.

Tapi ternyata aku salah, kembali aku melihat sosok lain tepat berada di kaca sebelah Hendra. Sosok itu jauh lebih mengerikan dari apa yang ada di sampingku.

Dia hanya menampakkan kepalanya saja. Walau dengan kondisi wajah yang hampir sama dengan yang ada di sebelahku, tapi kondisi lainnya sungguh membuatku tak akan mau makan selama berhari-hari.

Dia...sosok itu tengah berusaha mencongkel matanya sendiri dengan menggunakan tulang belulang jari jemarinya.

Dia memasukkan jari jemarinya ke pinggir-pinggir matanya dan mencoba mengeluarkan matanya. Berulang kali dia mencoba hal itu, tapi ternyata tak dapat mengeluarkan matanya. Hingga akhirnya...

"Aaaawwww," saatku sambil menutup wajahku karena melihat makhluk itu mencolok matanya hingga bola mata itu pecah.

"Jangan dilihat Di, anggap gak ada!" kata Hendra.

Aku tak mengerti bagaimana dia bisa menganggap bahwa itu tak ada sedang kejadiaannya tepat di depan mataku sendiri.

Aku terus menutup mataku dan tak ingin melihat apa yang ada di samping kaca mobil.

Wush...lagi angin menebas mobil dan kali ini sukses membuatku oleng kesana kemari hingga membuatku kepalaku kejedot pintu mobil.

"Pegangan Di!" kata Hendra.

"Aku takut Hen,"

Tok...tok...tok...terdengar sebuah ketukan begitu nyaring di sebelahku. "Jangan dilihat!" kata Hendra saat aku baru saja akan melihat apa yang ada di sampingku.

Tok...tok...tok...lagi suara pintu mobil di ketuk. Aku sungguh penasaran dengan apa yang ada di sampingku.

"Aaaaawwww......," teriakku.

MISTERI POSKO KKN 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang