Maura

17.4K 920 296
                                    

Entah apa yang dapat aku katakan saat melihat sosok itu. Aku benar-benar terpaku dan tak dapat berbicara satu katapun saat aku melihatnya.

Sosok itu begitu mengerikan dan membuatku terluka. Bukan... bukan karena darah yang terus mengalir dari lehernya yang hampir putus. Bukan pula karena kulit wajahnya yang sebagian telah terkelupas.

Tapi karena sesuatu yang tak pernah aku bayangkan terjadi padanya. Aku hanya mengira bahwa hanya Evi saja yang hidupnya masih menyedihkan walau telah meninggal.

Aku melihat Maura di balik kaca mobil. Sosoknya memang lebih mengenaskan dari Evi.

Aku tak pernah mengira jika sosoknya akan semengenaskan itu. Lehernya hampir putus dan darah segar terus mengalir dari tenggorokannya. Kulit wajahnya sebagain telah mengelupas dan sebagian masih utuh. Selain itu, matanya satu keluar dan satu lagi telah hancur.

Tidak... itu belum seberapa. Aku lebih terperanjat saat melihat kepala bagian atasnya terbelah dan menunjukkan isi kepalanya.

Aku memang tak pernah melihat kondisinya sejak kejadian itu. Aku tak menyaksikan pemakamannya juga karena pihak keluarganya memang merahasiakan pemakamannya dari teman-teman KKN yang lain.

Setauku Maura tidak tinggal di kota ini, dia juga tak berasal dari kotaku. Tapi aku tak pernah tahu pasti dia berasal dari mana.

"Maura...," teriakku.

Tak ada respon dari dia, dia hanya terus mengetuk pintu dan mencoba membuka pintu mobilku. Sedang aku masih terpaku menatapnya.

"Lihat sini Di!" teriak Hendra.

Tapi aku tak menghiraukan teriakan Hendra, aku benar-benar terpaku dengan sosok Maura yang ada di hadapanku.

"Kamu harus mati Di!" kata Maura menggema.

Aku masih tak dapat merespon perkataannya. Aku terus menatapnya dengan penuh tak percaya.

Ssrreett... tiba-tiba sebuah tangan menggenggam pundakku dan menghentakannya dengan cukup keras ke belakang hingga dudukku menjadi lurus.

"Di sudah kubilang jangan lihat!" teriak Hendra sambil terus menjalankan mobilnya.

"Tapi dia Maura Hen, dia temanku,"

"Dia temanmu semasa dia hidup, bukan sekarang!"

Kata-kata terakhir Hendra benar-benar bagai petir di siang bolong. Kata-katanya begitu tepat mengenai hatiku.

"Dia temanmu semasa dia hidup, bukan sekarang!" kataku dalam hati mengulang kata-kata Hendra.

Begitu mudahnya dia mengatakan semua itu. Apakah dia tak memahami dan mengerti bagaimana perasaanku saat melihat tubuh temanku dalam keadaan seperti itu.

"Turunkan aku di sini Hen!" kataku kepada Hendra.

"Kenapa?"

"Untuk apa aku bersama orang yang tak bisa mengerti perasaanku?"

"Di... bukan maksud aku seperti itu..."

"Lalu apa? Kamu bilang Maura bukan temanku,"

"Di... pahami kondisinya saat ini!"

"Aku gak peduli, aku mau turun,"

Alih-alih aku meminta berhenti, tapi Hendra malah menjalankan mobilnya dengan semakin cepat. Dia sungguh tak menghiraukan semua perkataanku.

Beberapa kali tubuhku terbanting ke sana-ke mari karena Hendra yang menjalankan mobil jauh lebih cepat dari sebelumnya, sepertinya dia memang tak menginginkan aku turun dari mobil.

MISTERI POSKO KKN 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang