The Past- 2

8K 608 18
                                    

Morning gaaaisss...
.
Dengerin mulmed-nya, ya..
And,
Happy reading!


◇◆◇

"Bu Nara kenal dia?"Tanya Pak Giĺang memecahkan keheningan yang tercipta sejak kurang lebih satu jam yang lalu.

"Siapa, Pak?"

"Dokter Ganjendra. Ibu kenal dia?" Tanyanya membuat isi kepalaku ingin meledak saking kesalnya.

Aku sudah memutuskan untuk membisu sejak melihat Aga yang ternyata menjadi dokter yang menangani Pak Gilang. Tidak ada yang terucap dari mulut kami berdua. Aku memilih menjauh, dan dia pun sepertinya tidak ada itikad baik untuk menyapaku.

"Cuma sekedar tau aja kok, Pak." Sekedar tau kalau sikap Aga memang belum berubah sejak terakhir kali kami bertemu.

Pak Gilang mengangguk. Kini sudah ada selang infus ditangan kanannya dan dia sudah berada disalah satu ruang inap dirumah sakit ini. Tadinya aku sempat syok melihat keadaannya yang ternyata lebih parah dari sekedar dugaanku semata. Dia harus dirawat paling tidak, dua atau tiga hari kedepan.

"Apa perlu saya mengabari keluarga Bapak?" Tanyaku pada Pak Gilang. Setahuku, Pak Gilang belum mengabari keluarganya tentang kondisinya saat ini. Dan tidak mungkin juga tidak dikabari, kan?

"Gak usah deh, Bu. Biar saya aja nanti yang ngabarin"

Aku mengangguk dan kembali terdiam. Rasanya sebagian nyawaku sudah berterbangan sejak bertemu dengan Aga tadi. Dia menjadi seorang dokter saat ini? Huh! Yang benar saja! Dia selalu menyakiti orang! Terutama perempuan. Dan kini, dia menjadi seorang dokter?

Apa matahari sudah terbit dari barat?!

"Bu Nara?"

Aku kembali mendongak. Menatap mata Pak Gilang yang terlihat sayu membalasku. Bibirnya yang bergetar seolah ia paksa untuk tersenyum.

"Makasih ya, udah mau mangku saya waktu ditaksi tadi."

Memangku maksud si kepala sekolah ini adalah memangku kepalanya. Aku yang tidak bisa membawa mobil, mau tidak mau berteriak minta tolong pada orang yang lewat untuk memanggilkan taksi untuk kami berdua. Dan, sebagai seorang tersangka, aku harus membantunya merasa nyaman lebih dulu selama menuju rumah sakit. Aku tidak mau si cakep Pak Gilang ini mati dipangkuanku. Tidak! Bukan karna aku takut kehilangan dirinya. Melainkan karna aku takut kena tuntutan.

"Iya, Pak. Sama-sama." Balasku kikuk."Saya juga minta maaf karna udah buat Bapak keracunan."

"Karna itu, Bu Nara harus bertanggung jawab."

HEEEEE?

"Maksud Bapak apa, ya?"

Kulihat Pak Gilang tersenyum. Senyumnya seperti mengandung komponen kelicikan yang membuatku seketika merasa merinding untuk sekedar malihatnya.

"Apa sih, Pak? Senyum-senyum gitu?" Aku mulai risih dengan senyumnya yang kini semakin melebar.

"Bu Nara mau tanggung jawab gak nih?" Lah? Kok malah dia yang bertanya? Bukankah tadi nada bicaranya seolah tengah memerintah, ya?

Hanara (Tersedia di PlayStore!) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang