Banyu

89 2 1
                                    

Jam sudah menunjukan pukul 12 siang, sebentar lagi Mavisha pulang. Akupun sudah selesai membawa barang - barangku. Sudah 3 jam aku sibuk mengemasi barang - barangku. Termasuk semua bajuku, peralatan masak dan PS4-ku.

Tinggal tersisa lukisanku yang dipajang dikamar Mavis. Sebuah lukisan wajah Mavis yang sedang tersenyum. Tadinya itu ada dikamarku, Mavis mencopotnya dan memindahkannya ke kamarnya. Aku masuk ke kamarnya, harum khas tubuh Mavisha tercium seketika,wangi kesukaanku. Aku memandangi lukisan itu cukup lama, dia cantik. Lebih cantik dari yang ada digambar itu. Ah, mengejar Mavis sama halnya dengan mengejar bayang - bayang. Dia sempurna dimataku.

Kuputuskan untuk meninggalkan lukisan itu. Aku berjanji dalam hati, ini terakhir kalinya aku akan menginjakan kaki dikamar Mavisha. Aku juga bisa lelah, mencintai bertahun - tahun tanpa ada kepastian. Aku tahu ini menyakitkan, tapi lebih menyakitkan lagi jika aku diam di dalam ketidak pastian.

Aku tidak sanggup mengucapkan kata perpisahan jika harus berhadapan langsung. Aku tidak kuat menatap matanya yang memandangku denhan tajam. Atau lebih parah, memandang matanya yang menangis. Ah, mengapa dia harus menangis. Aku bukan siapa - siapanya. Aku putuskan untuk menulis surat kecil.

"Hi Mavisha,
Terimakasih ya, sudah mengijinkanku untuk menyayangimu selama ini. Aku bersyukur.
Aku pergi ya, mencoba melanjutkan hidup.
Mugkin sesekali kita akan berpapasan dan bertemu. Jangan khawatir, aku akan tetap menyapamu.
Jangan lupa bahagia ya, gadis bodohku."

Aku meletakan secarik kertas itu di meja bar makan. disamping piring nasi goreng yang kubuat sendiri. Salah satu makanan kesukaanya. Makanan terakhir yang aku masak ditempat ini. Pikirku. Setelah itu, aku pergi meninggalkan apartment yang hangat itu.

Perbedaan itu memang kejam ya. Orang bilang perbedaan itu indah. Tapi bagiku, perbedaan ini menyeramkan...

Sepulang dari apartment Mavisha dan meletakan barang - barang dirumahku, aku bersiap - siap untuk bekerja. Ya, aku bekerja dari pukul 3 sampai 11.

Waktu berjalan lambat ketika aku bekerja. Tidak terasa jam demi jam terlewati. Tepat pukul 9 aku beristirahat sebentar. Keluar dari dapur yang terasa sangat panas hari ini.

"Deg." Begitu yang kurasakan ketika tiba - tiba aku melihat Wikael sedang memegang tangan seorang gadis yang kukenal disalah satu meja pengunjung.

"Raya." Sapaku, aku mendatangi meja mereka.

"Eh Bayu." Sapanya agak terkejut. Seketika melepaskan genggaman tangan Wikael.
Kenapa dia harus terkejut, dia tahu aku bekerja disini. Aku melirik kearah Wikael, wajahnya tampak tidak suka dengan keberadaanku.

"Ngapain Ya?" Tanyaku sopan. Aku ingin sebuah jawaban yang berbeda dari apa yang sedang kupikirkan.

"Ya, ngapain. Makanlah disini. Udah deh lu sana. Ganggu tau." Wikael menjawab dengan ketus. Dia memang sangat membenciku. Aku menatap wajah Raya yang hanya menunduk.

Aku melihat, ada sebuah kue diatas meja bertuliskan "Happy 2nd Anniversary." Aku semakin tersentak. Dua tahun maksudnya? Atau dua bulan? Tidak bisa dipercaya, jika benar 2 tahun, berarti mereka mulai berkencan saat Wikael masih jadian sama Mavis? Saat Raya masih jadian sama Hatta? What?

"Aya?" Kembali aku mengerutkan alisku. Menatap wajah Raya berharap mendengar penjelasannya.

"Maaf." Hanya itu yang keluar dari mulutnya.

"Udah deh Nyu, jangan ganggu moment gw bareng cewek gw. Ngerusak suasana lu." Cowok brengsek itu kembali berkicau. Wajahku tak bergeming, memandang Raya.

"Wika!" Gadis itu membentak Wikael.

Aku yang muak melihat pristiwa ini, cepat - cepat pergi. Meninggalkan meja itu.

"Aku udah bilang, jangan kesini." Terdengar suara Raya yang protes pada Wikael.

Tidak habis pikir, Raya yang begitu dipercaya oleh Mavisha. Tega mengkhianatinya. Aku terus terusan menghela nafas. Apa yang harus kulakukan? Apakah aku harus memberitahu Mavis. Atau seperti apa baiknya.

"Tring." Sebuah whatsApp masuk ke dalam ponselku. Sudah kuduga pasti Raya.

"Plis jangan kasih tau Mavisha atau Gina, nyu." Kata Raya. Aku hanya membalasnya dengan emotikon jari tengah.

Ga habis pikir, sahabatnya sendiri berkhianat. Aku pikir ini cuma ada dicerita novel atau film2. Gak kasih tau Mavisha or Gina. Selfish banget ini orang.

"Sahabatlu, Hipokrit! Muna." Aku mengirimkan pesan singkat beserta jepretan gambar mereka berdua ke Gina. Aku tidak berharap untuk berkomunikasi dulu dengan Mavisha, semoga Gina bisa menyelesaikannya.

"STFU." jawab Gina singkat. (STFU = shut the fuck up)

Ah, biar deh. Kewajibanku sudah selesai. Tinggal masalah mereka bertiga bagaimana menyelesaikannya.

WaktuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang