Episode 2
Terkadang aku berfikir bahwa, hidup ini tidak adil. Aku tidak menemukan kebahagiaan yang utuh untukku, aku tidak dapat merasakan waktu dan keharmonisan sebuah keluarga, aku tidak menemukan sebongkah rasa bangga yang dimiliki oleh orangtua ku kepada diriku.
Pernah sekali, aku hampir meneteskan air mata. Ketika bunda ku mengucapkan "selamat ulang tahun Bani. Semoga panjang umur sehat selalu". Sesederhana itu memang. Tetapi untukku itulah yang berharga daripada sebuah harta yang diberikan untukku.
Mengapa dengan itu aku hampir meneteskan air mataku? Sebab disitulah aku merasa bunda sangat menyayangiku. Bunda adalah orang pertama yang memberiku selamat atas usia ku.
Namun. Keadaan kini telah berubah, ketika ada sesuatu yang aku tidak mengetahuinya dengan jelas. Aku marah, aku kesal, aku kecewa terhadap orangtua ku ketika mereka bertengkar dihadapanku. Sebelumnya bunda dan ayah ku tidak pernah bertengkar dihadapan ku justru mereka saling melakukan hal romantis satu sama lainnya.
Tetapi, Fani menyadarkan ku akan kesalahan ku, yang sempat mempunyai rasa marah dan segala hal yang hampir saja menjadi kebencian.
Fani mengingatkan bahwa aku tidak akan bisa menjadi seperti sekarang jika bukan karena ayah dan bunda ku.
Cara Fani merubahku membuat ku jatuh cinta terhadapnya, tetapi aku merasa cupu, culun, payah ketika hendak mengungkapkan apa yang aku rasakan.Aku takut Fani menjauh dariku. Ketika aku mengatakan bahwa aku mencintainya...
Selalu itu yang ada di hatiku. Saat aku ingin mengungkapkannya.
Ketika aku ingin mengutarakan seperti aku sudah terbang dengan roket dari bumi menuju neptunus, ketika sudah sampai di saturnus kesenggol astronot lainnya hingga jatuh lagi ke bumi. Payah.Kamu begitu sempurna untukku Fan..
"Ban. Aku mau cerita sedikit. Boleh?" Fani menarik lenganku agar aku dapat berhadapan dengannya. Percayalah. Hati ini deg degan.
"cerita apa si peri cantik?" rayuku.
"jadi gini lho Ban. Kamu tau kan Julian? Anak Ekonomi itu." Mulai serius.
"iya tau. Kenapa?"
"Ban.. Aku suka sama Julian. Enggak tahu kenapa tiap ketemu atau papasan dijalan. Hati aku deg degan nggak karuan. Aku merasa ada yang beda." tatapan matanya Fani tajam kepada ku seakan mengatakan bahwa dia benar benar menyukai Julian.
Seketika hati ku patah. Aku merasa seperti ditusuk. Aku tidak dapat berkata apa apa."Hmm.. Iya Julian memang baik. Dia gagah juga. Bisa lindungin kamu Fan. Nggak kaya aku yang kurus kerempeng gini" hatiku panas Fan. Mengertilah..
"Ban. Kamu mau kan bantu aku untuk dekat dengannya?" senyum menggoda itu dilontarkannya padaku agar aku luluh dapat menolongnya."iya pasti ku bantu Fan. Aku pergi dulu ya Fan. Dadah!!"
Asal kamu bahagia. Terjun dari atas monas aku bersedia.Hanya secangkir kopi yang dapat menenagkan hatiku saat ini. Hati menjadi gundah gulana, aku percaya ketika aku meneguk secangkir kopi pikiran ku jauh lebih membaik. Sebab jiwaku dapat terjun bebas mengikuti aroma kopi yang tidak dapat dijelaskan.
Resapi lebih dalam dan kamu akan terpukau olehnya. Kopi dan Fani perbedaannya hanya sedikit saja. Mereka sama sama dapat menenangkan ku.
"Kamu dapat menemukan dirimu dengan kopi" ada penulis yang mengatakannya. Dan aku percaya itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sepertiga Malam dan Secangkir Kopi
Short Story"aku susah untuk berhenti minum kopi, susahnya sama kaya aku berhenti untuk cinta sama kamu. Fan."