Episode 3
"Ban. Kamu tau nggak? Julian ngeinvite id line aku. Aku senenggggggggggg!!!!! Dan.... Kamu harus tau aku lagi PDKT (dibaca: Pendekatan) sama dia, Ban" Terlihat jelas bahwa Fani memang benar benar jatuh cinta terhadap Julian.
"Selamat."
"Ban.. Kamu kenapa? Kok jadi jutek gitu sama aku? Aku punya salah sana kamu?"
"Enggak. Aku keluar dulu ya."
Penulis, penyair atau penikmat cinta yang mengatakan bahwa cinta itu anugerah, cinta itu indah, cinta itu bahagia dan cinta itu dapat membuat kita seakan hidup lebih lama lagi utk dapat bersama orang yang dicinta, menurut ku itu salah. Cinta tidak indah. Cinta itu sakit. Cinta itu menyiksa. Cinta itu membuat ku tidak waras. Cinta membuat peredaran darah ku tidak lancar.
Cinta memang indah, jika dapat bersama dengan yang dicinta.
Pernahkah kamu, memberi sedikit tetapi berharap mendapatkan yang lebih?
Kalau pernah. Itu yang dinamakan cinta.Lalu, jika Fani sudah bersama Julian. Aku dengan siapa? Dengan siapa aku beradu rasa? Dengan siapa aku luangkan waktu? Dengan siapa aku mencurahkan segala apa yang dirasa. Dengan siapa lagi?!
Untuk siapa tatapan ini setelah kamu pergi? Untuk siapa lagi perhatian yang aku berikan? Lalu apakah kamu bahagia jika aku tidak memerhatikan kamu lagi. Fan..."Ban.." tegur Fani ketika aku berjalan menghampirinya. Tetapi aku tidak sanggup jika mendengarkan ceritanya yang telah dekat dengan Julian.
Dengan tatapan cemburu. Aku berjalan acuh melaluinya. Bukan bermaksud untuk kejam tetapi aku memerlukan waktu untuk dapat merelakannya dan membutuhkan waktu untuk dapat melupakan segala rasa.Bani. Kamu kenapa? Akhir akhir ini ku perhatikan sikap mu berubah terhadap ku. Jika aku ada salah, maafkan aku. Aku tidak ingin seperti ini. Aku masih mau untuk menghabiskan waktu dengan mu.
Ada sepucuk surat didalam tas ku. Yang baru ku sadari setelah aku sampai dirumah. Entah, aku harus bagaimana sekarang.
Aku seperti orang yang tidak waras. Keluarga ku berantakan. Fani yang ku cinta ternyata tidak cinta dengan ku."Fani. Jangan tinggalkan aku. Fani. Fani. Fani."
"Bani. Bani. Kamu kenapa? Kamu mengigau? Bangun, nak." Bunda menyadarkan ku jika aku tengah mengigau,dan setelah itu aku terbangun.
Jam menunjukan pukul 03.00. Ya sepertiga malam.
"Bang. Ayo sholat malam dengan ayah."
"sebentar yah, kepala abang pusing." sahut ku sambil melihat langit-langit kamar kuPada waktu sepertiga malam memang nikmat rasanya untuk terbangun dan sembahyang. Menyatukan diri pada sujud sujud yang suci.
Bahtera Tuhan Yang Maha Esa memang satu satunya tempat yang dapat membuat keadaan lebih baik dalam sekejap saja.
Rugi rasanya jika kita tidak menyempatkan waktu atau bahkan tidak pernah meminta KEPADA-NYA pada sepertiga malam.
Sesungguhnya Tuhan sangat dekat pada jam jam dini hari. Karena hanya sebagian manusia saja yang terbangun ketika yang lain terlelap.Ya Allah. Jika aku tidak dapat bersanding dengan Fani. Buatlah aku ikhlas dan rela melepaskan dia untuk orang lain yang sudah engkau takdirkan. Dan buatlah keadaan keluarga ku kembali harmonis seperti sebelumnya. Aku sangat merindukan masa masa itu.
****
"Bani. Kamu ke kampus jam berapa?" tanya ayah ku. Jarang sekali ayah ku bertanya demikian.
"jam 9 ayah. Ada apa?"
"ayah, bunda ingin menyampaikan sesuatu terhadap kamu. Ayah ingin kita bicarakan sama sama."
"maaf yah aku tidak ada waktu untuk membahas masalah masalah ayah sama bunda. Bukannya ayah yang berkata sendiri bahwa urusan ayah dan bunda bukan urusanku?"
"Bani maafkan ayah. Ayah mengerti jika ayah selama ini belum menjadi ayah yang baik untuk bani. Tetapi ayah tulus ingin keluarga ayah baik baik lagi seperti sebelumnya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Sepertiga Malam dan Secangkir Kopi
Short Story"aku susah untuk berhenti minum kopi, susahnya sama kaya aku berhenti untuk cinta sama kamu. Fan."