Hari ini mungkin nasibku sedang sial. Sepulang kuliah, seharusnya aku bertemu Leti untuk membicarakan design baru yang akan kami pasarkan di distro milik kami. Tapi Leti membatalkannya karena ia harus pulang setelah mendengar kabar bahwa Mama-nya jatuh sakit.
Dan sialnya, Mama meneleponku mengatakan bahwa Stuart sedang dalam perjalanan menjemputku dan membawaku ke butik Tante Celia untuk fitting gaun yang akan kupakai saat pertunangan ku dengan Stuart minggu depan. Dan sampai saat ini aku masih tidak percaya, kenapa Stuart sama sekali tidak menolak perjodohan ini mengingat begitu banyak gadis cantik di sekelilingnya.
"Menunggu jemputan?" aku menoleh mendapati cengiran khas Philius, teman kampus sekaligus rekan kerjaku di distro.
Kami sebenarnya berempat, bersama-sama mengelola distro milikku. Lumayanlah untuk tambahan uang saku. Leticia, Philius dan Ardean yang notabene kekasih Leti, sama-sama membesarkan distro dengan sepenuh hati. Distro yang awalnya hanya satu ruko kecil, kini berkembang. Kebetulan ruko di sebelah kanan belum laku, akhirnya kubeli dengan seluruh tabunganku. Dan jadilah distro ku menjadi lebih besar dan luas.
Aku mengangguk malas menjawab pertanyaannya yang sama sekali tidak bermutu.
"Pak Bian, atau yayang Stu?" cengirnya membuatku semakin dongkol, merasa semakin sial.
"Si culun Stu," sahutku tanpa semangat.
Philius tertawa geli. Aku seperti buku terbuka baginya. Ia bisa dengan mudah membaca apa yang sedang dipikirkan. Aku bingung, aku yang terlalu mudah ditebak, atau Philius yang punya indra keenam membaca pikiran?
"Jangan terlalu benci. Nanti cinta mati loh," tawanya menggelegar saat kupukul bahunya dengan buku tebal yang kubawa.
"Aku heran, kenapa jaman serba canggih begini masih saja ada yang namanya perjodohan," gerutuku membuat tawa Philius makin kencang.
"Salahmu sendiri, Dei. Siapa suruh dulu kau menolakku?" cibirnya dengan mata berbinar geli.
"Tentu saja aku menolak. Siapa yang mau diduakan?" sentakku sengit.
Philius memang pernah menyatakan perasaannya padaku, tapi saat itu juga ia mengatakan bahwa ia juga menyukai Bu Terry, dosen termuda yang paling cantik dan sexy di kampusku.Tapi meskipun demikian, aku tidak bisa marah padanya. Ia sudah seperti brother in crime buatku. Hubungan kami tidak renggang sedikitpun karenanya.
"Tapi aku jujur, Dei. Daripada setelah kita pacaran lalu aku selingkuh di belakangmu?" Philius menaikkan kedua alis tebalnya.
Aku mencibir membalas perkataannya.
Philius tertawa, mengacak rambutku. Ia selalu seperti itu."Sudah selesai?" aku dan Philius serentak menoleh. Sejak kapan Stu berdiri di situ?
Aku dan Philius saling pandang. Philius mengedikkan bahu seolah ia berkata bahwa ia juga tidak menyadari keberadaan Stuart di situ.
"Bisa kita pergi sekarang?" tanya Stuart datar mengabaikan keberadaan Philius.
Aku mengangguk malas, lalu melambai pada Philius yang meringis membalas lambaian ku.
----- £-----
Butik Tante Celia terlihat lengang. Aku sedang mencoba gaun design terbaru Tante Celia dengan dibantu oleh Mira, salah satu staff Tante Celia yang juga merupakan teman kampusku. Ia bekerja paruh waktu di butik Tante Celia.
"Apa tidak terlalu terbuka, Mir?" tanyaku memiringkan tubuhku melihat ke cermin besar di depanku. Bayanganku mengenakan gaun panjang berwarna peach dengan bahu dan punggung terbuka terpampang di sana.
KAMU SEDANG MEMBACA
He's Mine
Short StoryWARNING 21++ JUST FOR ADULT!!! NEKAT? TERSERAH... ORANG GAK BISA NGELARANG JUGA... TAPI RESIKO TANGGUNG SENDIRI YA... JANGAN TRUS NYALAHIN PENULISNYA... KAN UDAH DI WARNING SEBELUMNYA... KALO MASIH DIBAWAH UMUR, SEBAIKNYA SEKOLAH YANG BENER DULU...