Aku terisak, menyesali kebodohanku. Bagaimana bisa semudah itu aku menyerahkan milikku yang berharga pada laki-laki datar, culun dan cuek yang sialnya sudah kucintai dan aku tidak tau apakah dia mencintaiku juga atau malah membenciku?
Tangan besar Stuart menarik bahuku tiba-tiba hingga aku terlentang dan membuatnya bisa melihat mataku yang basah.
"Kau menangis, Dei?" Stuart mengerutkan kening memandangku.
Tentu saja bodoh! Aku sudah tidak punya apa-apa untuk kubanggakan, yang akan kuberikan pada suamiku kelak! Aku merutuk dalam hati.
"Dei?"
"Aku mau pulang!" kataku gusar. Kenapa ia sangat tidak peka?
Aku beringsut menjauh, melepaskan kungkungan lengannya yang melingkari perutku.
Stuart mengeratkan pelukannya.
"Nanti saja," ujarnya serak, mencium bahu telanjangku.
"Hentikan, Stu!" aku mencoba menepisnya, tapi Stuart tidak bergeming.
"Stu, apa kata Mama kalau ia tau aku sudah... Eh... kita sudah..." aku menelan ludah ingin menangis sekeras-kerasnya.
Stuart memiringkan tubuhnya, menyangga kepalanya dengan lengan kokohnya. Ia menatapku.
"Kenapa? Tidak apa-apa, kan? Toh minggu depan kita menikah. Apa yang kau kuatirkan, Dei?"
"Kalau aku tidak mau?" tanyaku bergumam seolah menimbang pada diriku sendiri.
"Kau tidak mungkin menolak, Dei. Kita sudah bertunangan!"
"Pertunangan. Orang nikah aja bisa cerai!" semburku tiba-tiba melampiaskan sakit pada kenyataan bahwa bisa saja Stuart melakukannya karena ia sudah terbiasa melakukannya dengan barisan para cewek keganjenannya itu.
"RADEIA! KAU BICARA APA?" aku tercengang. Stuart membentakku dengan wajah marah.
"Kenapa kau marah? Aku cuma mengatakan kenyataan dan kemungkinan yang bisa terjadi, Stu. Tanpa cinta, laki-laki tidak akan bisa bertahan setia pada satu wanita," balasku.
Stuart terdiam. Aku beringsut hendak beranjak dari ranjang besar itu dengan selimut yang melilit di tubuhku. Sekilas kulihat bercak merah di sprei putih itu. Wajahku memanas menyadari bahwa aku memberikannya sukarela semalam pada laki laki yang mungkin tidak akan pernah punya rasa apapun padaku.
"Aaawh..." aku memekik pelan ketika kurasakan nyeri pada tubuh bawahku.
"Kau kenapa Dei? Masih sakit?" Stuart berdiri dengan ketelanjangan yang tidak dipedulikannya, menggendongku ke kamar mandi. la mendudukkanku di atas closet dan mengisi bathtub dengan air hangat. Lalu ia mengangkatku dan meletakkanku dalam bathtub itu, sebelum ia sendiri menyusulku masuk dan mengambil tempat di belakangku, melingkarkan lengannya ke dadaku dan meremas kedua bukitnya pelan.
"Aku mencintaimu, Dei. Jadi, bisa kita menikah minggu depan?" aku tertegun mendengar bisikan Stuart di telingaku.
"Bohong!" sahutku tak percaya.
"Kok bohong? Aku serius, Dei," katanya mengusap perut datarku. Kupukul tangannya, dan ia hanya terkekeh.
"Kalau kau tidak bohong, kau pasti tidak akan melayani gadis-gadis kecentilan dan kurang belaian itu!" sungutku merengut kesal mengingat bagaimana para predator betina itu mengerumuni Stuart.
"Aku memang seperti ini. Tapi percayalah, aku benar-benar mencintaimu, dan berani bersumpah bahwa aku akan setia padamu. Hanya padamu, Dei."
Aku ingin menangis sekaligus tertawa. Menangis terharu karena ternyata ia mempunyai perasaan yang sama denganku, tertawa karena Stuart menyatakan cinta di kamar mandi dan sama sekali tidak romantis!
"Aku ini egois, Stu. Aku tidak suka milikku disentuh orang lain," kataku mengerucutkan bibir.
"Aku tidak akan melakukannya lagi, asal kau berjanji tidak membuatku cemburu karena diam- diam meninggalkanku untuk menemui laki-laki lain," balasnya sedikit mengerang ketika aku membetulkan dudukku sehingga miliknya tidak sengaja tersentuh olehku.
"Mereka hanya teman, Stu. Hmm... Jadi kau cemburu ya?" aku memiringkan tubuhku hingga kepalaku menoleh dan bisa melihatnya.
"Tentu saja aku cemburu! Kalau aku tidak cemburu, berarti aku tidak mencintaimu!" ujarnya sengit.
"Tapi Stu, kau benar-benar tidak romantis! Masa mengungkapkan cinta di kamar mandi?" protesku membuat Stu tertegun sesaat sebelum kemudian tertawa keras dan memelukku erat.
THE END.
KAMU SEDANG MEMBACA
He's Mine
Short StoryWARNING 21++ JUST FOR ADULT!!! NEKAT? TERSERAH... ORANG GAK BISA NGELARANG JUGA... TAPI RESIKO TANGGUNG SENDIRI YA... JANGAN TRUS NYALAHIN PENULISNYA... KAN UDAH DI WARNING SEBELUMNYA... KALO MASIH DIBAWAH UMUR, SEBAIKNYA SEKOLAH YANG BENER DULU...