Prolog

49 4 7
                                    


Inilah kehidupan tiga anak yang hidup damai di pinggiran kerajaan Akasia. Mereka bertiga memiliki satu orang ibu. Namanya Alexandria. Wanita itu hanya memiliki satu orang anak, Negai. Dan dua lagi berasal dari panti asuhan yang telah mencampakkan mereka. Alexandria merawat ketiga anak itu penuh dengan kasih sayang. Kasih sayangnya bagaikan malaikat terhadap ketiga anak tersebut. Rasa cinta yang tumbuh di ketiga hati anak itu begitu besar terhadap sang bunda. Hari hari mereka lalui penuh senyuman bersama ibunda mereka.

Hingga suatu hari datang seorang utusan dari kerajaan Akasia menemui Alexandria. Alexandria menyuruh anak – anaknya pergi keluar rumah untuk bermain. Sementara Alexandria berbicara dengan utusan tersebut di dalam rumah kecil itu. Negai, Dian dan Ernest, saat itu melihat percakapan ibunda dengan sang utusan. Alexandria, sang ibunda menangis. Melihat itu mereka langsung melabrak sang utusan dan berteriak sekuat kuatnya. Dian yang memiliki fisik yang lebih kuat langsung mengangkat guci dan lemparkannya kepada utusan tersebut. Sang utusan menangkap guci tersebut. Dan hendak melemparkannya kembali, namun Alexandria menahannya.

"Kalau begitu pikirkan tawaran tadi baik – baik" Utusan itupun pergi.

Ernest langsung merangkul kaki Alexandria. Kemudian diikuti kedua anak lainnya.

"Bunda... baik baik saja?" ucap Negai sambil menahan air matanya.

Alexandria mengelus lembut kepala Negai. "Iya sayang. Bunda baik baik saja. Lain kali, ketika ada tamu yang datang, kalian tidak boleh berbuat seperti tadi. Sangat tidak sopan!"

"Tapi dia membuat bunda menangis!" ketiganya menjawab serempak.

Mendengar jawaban ketiga anak itu, membuat hati Alexandria terenyuh. Tetesan air matanya mengalir perlahan.

"Bunda! Kenapa menangis lagi?" Ernest keheranan.

"Dimana yang sakit, Bunda?" Ucap Negai.

"Argh! Pria tadi akan merasakan balasan karena telah menyakiti bunda!" Dian malah berteriak.

"Bukan begitu, Dian, Ernest, Negai. Bunda menangis bukan karena merasakan sakit. Tapi karena bunda sangat bahagia saat ini. Kalian sangat berharga bagi bunda melebihi apapun di dunia ini" Alexandria pun merangkul ketiga anaknya. Dan menciumi satu persatu di dahi mereka. Reaksi polos dari anak anaknya itu sangat membekas di hati Alexandria.

Namun percakapan dengan utusan kerajaan itu terus membayangi pikiran Alexandria.

"Serahkan tanda pewaris tahta kerajaan yang telah kau sembunyikan dan kau bisa mendapatkan kembali kehidupan bangsawanmu"

"Apa yang akan kalian lakukan terhadapnya?"

"Itu urusan kami bukan urusanmu. Kau hanya perlu menyerahkannya dan semua permasalahanmu akan dibereskan tanpa tersisa. Bagaimana, Alexandria?"

"..."

"Ini adalah tawaran yang hanya ada satu kali seumur hidup"

"nda. Bunda." ucapan Negai memecah lamunannya.

"Bunda sedang memikirkan apa?"

"Tidak apa – apa sayang." Alexandria menaruh Negai di pangkuannya. Kemudian mengelus -elus kepalanya.

Hari hari damai itu terus berlanjut. Namun karena mereka begitu miskin, terkadang mereka sulit sekali mendapatkan makanan. Menyebabkan tubuh mereka rentan terserang penyakit.

Suatu hari, Alexandria jatuh sakit. Demamnya sangat tinggi. Membuat anak anak nya menangis. Mereka merengek rengek. Namun Dian selaku anak paling tua diantara mereka, berusaha untuk tidak menangis. Ia mencubiti pipi Negai dan Ernest dan berkata, "Kalau kita sedih, malah membuat bunda jadi sedih. Kita rawat bunda jangan hanya menangis saja"

Wishes Of KingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang