Setelah peristiwa memilukan itu, mereka tak hanya kehilangan sosok ibunda mereka. Harta dan rumah mereka juga ikut musnah. Benda mewah yang mereka miliki hanyalah pakaian yang melekat di badan dan secarik kertas bertuliskan Rox.
Seorang tetua di desa tersebut bersedia merawat mereka.Lelaki tua itu telah ditinggal anak dan istrinya dan telah lama hidup sendiri. Rumahnya tua namun mampu melindungi dari hujan dan dingin.
Dian, Negai dan Ernest diajari untuk hidup mandiri. Lelaki tua itu membagikan tugas kepada ketiga anak tersebut. Dian yang memiliki fisik lebh kuat diberi pekerjaan untuk mencari kayu bersama lelaki tua itu di hutan. Ernest dan Negai diberi tugas untuk bersih bersih rumah.
Di malam hari, lelaki tua itu sering mendongeng kepada ketiganya.
"Tuan Blaire. Apakah tuan akan menceritakan kisah itu lagi?" Ernest bertanya dengan snyuman sumringah.
Lelaki tua itu tertawa pelan. Ia menatap satu persatu wajah ketiga anak lelaki itu yang sedang duduk di tempat tidur.
"Baiklah. Ini cerita yang berbeda. Jauh di masa lalu, hiduplah seorang anak lelaki dari Raja. Anak lelaki itu sangat cerdas dan kuat. Seiring waktu berlalu, anak lelaki itu tumbuh menjadi seorang pemuda yang tangguh. Ia sangat dicintai oleh penduduk negerinya."
"--kenapa dia dicintai penduduk negerinya, Tuan Blaire?" tanya Negai.
"Pasti karena dia anak sang raja!" Dian memotong pembicaraan.
Lelaki tua itu mengelus kepala Dian.
"Bukan, Dian. Tapi karena pemuda itu memberikan kebahagiaan kepada penduduk negerinya. Saat ada penduduknya yang lapar, ia datang dengan membawa banyak sekali makanan. Saat penduduknya haus, ia datang dengan ratusan gentong air. Ia melakukan semua itu, karena sangat mencintai negeri dan penduduknya" jelas lelaki tua itu.
"Jadi bagaimana dengan Raja?" Negai bertanya.
"Sang Raja tentunya sangat bahagia melihat anaknya dicintai oleh penduduk negerinya. Tak lama setelah itu Sang pemuda naik tahta dan menjadi Raja negeri itu."
"Lalu bagaimana dengan negerinya setelah itu?" Ernest juga bertanya.
"Negeri itu menjadi semakin makmur dan penduduknya semakin bahagia. Semenjak itulah dia diberi julukan Raja yang Baik hati." lelaki tua itu menyudahi ceritanya.
Negai menatap lelaki tua itu, "Kalau begitu berarti Raja kita adalah Raja yang tidak baik."
Ucapan Negai mengejutkan Lelaki tua itu.
"Kenapa kamu bilang begitu , Negai?"
"Karena Raja telah mengambil kebahagianku, kebahagian Ernest, juga kebahagian Dian"
Lelaki tua itu terdiam. Tatapan mata Negai yang begitu berkilau, memberikan aura yang begitu kuat. Yang membuat Lelaki tua itu terdiam sejenak.
"Negai, hal yang seperti itu bukanlah sesuatu yang mampu Raja kita lakukan--"
"Bukankah Raja yang baik hati itu memberikan kebahagiaan kepada penduduk negerinya?!" Negai memotong ucapan Lelaki tua itu. "Selama ini Bunda selalu mendapat perlakuan buruk dari orang kerajaan. Bahkan saat sedang sakit, tak ada yang mau membantunya! Hanya kami yang selalu ada di sisi Bunda! Kami yang memberikan Bunda kebahagiaan! Dan Bundalah yang memberikan kami kebahagiaan! Bukan Raja! L-Lalu ke-kenapa... Bunda..." Negai menangis sejadi jadinya. Ernest tak kalah kencang. Sementara Dian berusaha sekuat tenaga untuk tidak menangis. Walau air mata telah menetes berulang kali dari pipinya.
Lelaki tua itu hanya terdiam. Melihat ketiga anak itu, ia hanya bisa mengelus dan memeluknya.
Malam itu terasa sangat panjang bagi Tuan Blaire.
***
Hari terus berlalu. Lelaki tua itu semakin tak mampu untuk menjalani hidupnya secara normal. Hingga akhirnya ia pun jatuh sakit. Ketiga anak itupun berusaha membantu lelaki tua itu. Negai dan Ernest membawa kayu yang dibawa oleh Dian, ke pasar untuk di jual. Biasanya kayu itu laku setengahnya. Namun beberapa hari ini, hanya satu atau dua buah saja yang terjual. Sialnya, hari ini satupun tidak ada yang terjual. Dengan berat hati, Ernest dan Negai pulang.
"Bagaimana?" Dian bertanya dengan penuh harap.
Namun keduanya hanya menggelengkan kepala.
Krukkkk....
Alarm makan bagi Dian pun telah berdering.
"Ini kalian bagi bertiga saja. Saya tidak lapar. " Lelaki tua yang tadi berbaring, bangkit dan memberikan jatah makan malamnya.
Sebuah roti keras dibagi untuk bertiga. Bukan. Tapi berempat.
Negai memotong bagiannya dan memberikannya kepada Lelaki tua itu.
"Tidak mungkin tuan belum lapar. Kami saja yang perutnya kecil sudah lapar, apalagi tuan?"
Melihat tindakan Negai, Ernestpun memotong sedikit rotinya.
"Ambil punyaku juga, Tuan Blaire."
Sementara Dian melihat keduanya, ia memperhatikan seksama roti yang ada di genggamannya. Ia berfikir sangat keras untuk berbagi bagiannya karena ia sangat lapar. Perut dan pikirannya saling bergulat.
Lelaki tua itu tersenyum.
"Terimakasih Negai, Ernest..." Sebuah roti lain disodorkan. "Dian, kamu yakin?"
"Yakin! Soalnya aku yang paling kuat diantara kami bertiga." Dian menyombongkan dirinya.
Lelaki tua itu tertawa melihat kelakuan mereka bertiga. Tawanya pun semakin keras. Diikuti tawa ketiganya. Namun, air mata tak bisa dibendung oleh tawanya itu.
"Tuan Blaire, kenapa kamu menangis?" tanya Ernest.
Lelaki tua itu terus terisak – isak. Ketiga anak itu mengerumuninya. Lelaki tua itu memeluk erat mereka. Memperhatikan satu per satu wajahnya.
"kalian... jadi anak yang baik ya. Dan janganlah bersedih. Saya akan bersama kalian selalu." ucapnya.
Ketiga anak itu semakin erat memeluk lelaki tua itu. Malam itu terasa penuh kehangatan. Wajah mereka semua terlihat sangat bahagia. Lelaki tua itu, Dian, Negai dan Ernest. Mereka benar benar terlihat bahagia.
Jauh di lubuk hati lelaki tua itu, ia berdoa, Wahai pemiliki semesta! Jagalah ketiga cinta ini untuk tetap hidup dan mekar menjadi bunga yang indah. Jadikan mereka seperti Raja yang Baik hati, yang memberikan kebahagiaan kepada siapa saja yang mereka temui nanti. Dan buatlah mereka bahagia sebagaimana daku yang sangat bahagia saat ini. Andai daku punya kesempatan untuk menceritakan betapa bahagianya daku kepada ketiga cinta ini....
Mungkin sudah takdir bagi mereka. Malam itu adalah salam perpisahan dari Tuan Blaire. Malam yang menggoreskan rasa cinta dan duka yang tak akan pudar. Lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Wishes Of King
Historische RomaneAlexandria merupakan wanita bangsawan yang mengasuh tiga anak lelaki. Mereka adalah Dian, Ernest dan Negai. Rumah kecil yang berada di pinggiran Ibukota Kerajaan Akasia, menjadi satu satunya tempat Alexandria dan ketiga anaknya kembali. Alexandria t...