Prolog

935 86 14
                                    

Dalam ruangan yang hanya bersinarkan temaram satu cahaya lilin, beberapa orang nampak tengah berkumpul di sana, berpusat pada dua buah ranjang kecil yang terbuat dari kayu. Seseorang di antara mereka, pria yang berbalut oleh pakaian merah kebesarannya menatap kedua ranjang itu dengan tatapan tak percaya, sementara beberapa orang yang kelihatannya adalah dokter sedang berbuat sesuatu terhadap apa yang berada di atas salah satu ranjang. Wajah mereka semua dalam keadaan tegang dan hampir banjir keringat.

"Hentikan. Ku rasa itu tidak ada gunanya." Ujar sang Raja yang mulai kelihatan putus asa, sementara empat orang dokter yang sudah berusaha sejak tengah malam tadi langsung tertunduk menyesal.

Melihat waktu yang terus berjalan dan fajar yang sebentar lagi menyingsing, kabar melahirkannya Ratu sudah pasti akan segera tersebar. Dan, apabila orang-orang licik itu mengetahui keadaan yang sebenarnya, Raja khawatir nasib keluarga kerajaan akan menjadi di ujung tanduk.

"Bunuh dan buang bayi yang cacat!"

Satu kalimat berupa perintah yang keluar dari mulut orang paling berkuasa di tempat itu, membuat semua orang yang berada di sana tak bisa menyembunyikan rasa terkejutnya. Mereka tak menyangka Raja yang mereka hormati ternyata tega membunuh bayinya sendiri.

Mendapati tak ada seorang pun yang merespon perintahnya, mulut sang Raja mengeras. Emosinya seketika naik dan mengulang kembali perintahnya. "Bunuh dan buang bayi yang cacat itu! Apa kalian tidak dengar!?" Bentaknya sehingga membuat seisi ruangan gemetar.

Tiba-tiba, seseorang dengan seragam militer yang sedari tadi mematung di belakang kemudian melangkah maju, "Akan saya lakukan." Pria itu segera mengambil bayi yang cacat beserta kain gendongannya dan melangkah keluar tanpa ragu.

Raja berusaha meyakinkan diri bahwa tindakannya tidaklah salah. Membunuh seorang bayi yang cacat demi reputasi keluarga kerajaan bukanlah perbuatan yang salah. Pria itu berulang kali mengucapkan itu dalam hatinya. Ia kemudian mendekat pada ranjang yang satu lagi. Bayi di dalam ranjang tersebut lahir dalam keadaan normal, nampak lucu dan menggemaskan meskipun kini sedang tertidur. Raja berusaha tersenyum meski bibirnya gemetar.

"Kau akan menjadi pewaris takhta dan aku tidak akan membiarkan seorang pun berusaha merebut posisi itu."

.oOo.

Di tengah langit yang sedang bergemuruh, pria yang membawa pergi bayi tadi memacu kudanya dengan cepat memasuki area hutan yang gelap. Ia turun di satu titik dan hendak keluar dari jalan tanah menuju daerah pepohonan yang tampak dihiasi belukar-belukar tajam. Namun sebelum ia berjalan lebih jauh, langkah pria itu dihentikan oleh suara seseorang dari arah belakang.

"Kau ingin membunuh bayi itu?" Tanya orang misterius dengan setengah wajah yang tertutup satgat tersebut.

"Bukan urusanmu! Pergilah!"

Orang tadi masih tak bergeming dari tempatnya meskipun sudah dibentak untuk pergi. "Anak itu tidak cacat!" Tegasnya. "Dia mendapat kutukan karena dosa orang tuanya."

"Kau bicara sembarangan! Kau bahkan tidak tahu siapa orang tua bayi ini sehingga kau bisa mengatakan hal seperti itu!"

Orang itu sekarang tersenyum, membuat pria yang masih setia memeluk bayi tersebut makin keheranan.

"Aku tahu kau sendiri tidak tega membunuh bayi itu kan? Istrimu sudah berkali-kali hamil namun dia selalu keguguran, tapi kau sekarang malah ingin membunuh bayi orang lain? Rawatlah dia. Bayi itu tak punya salah apapun. Dia bisa menjadi manusia seutuhnya ketika ia memiliki orang-orang yang menyayanginya."

Pria berseragam militer itu menatap bayi dalam gendongannya. Kulit yang loreng dan ditumbuhi rambut-rambut halus berwarna kecoklatan membuat bayi itu lebih nampak seperti seekor bayi harimau. Ketika ia tengah memandanginya, bayi itu menguap dan bergeliat, nampak menggemaskan layaknya bayi kebanyakan. Menyadari adanya satu kehidupan dan masa depan di atas wajah itu, pria tersebut merasakan desakan kuat yang menggetarkan hatinya.

"Jadi maksudmu dia dikutuk dan bisa kembali menjadi manusia jika ada orang-orang yang menyayanginya?" Tanya pria tersebut sembari masih memandangi bayi itu.

"Yang bisa menghancurkan kutukannya adalah kasih sayang yang sangat kuat. Jagalah ia sampai tumbuh dewasa, aku yakin istrimu tidak akan keberatan."

Pria tadi hendak menatap orang di hadapannya, "Tapi bagaimana kau..."

Ucapannya tersendat ketika matanya telah beralih pada tempat dimana orang yang diajaknya berbicara tadi berdiri. Orang itu sekarang lenyap entah kemana, menyisakan pria tersebut yang masih berdiri di pinggir jalan.

Sementara itu, tetesan air dari langit mulai jatuh rintik-rintik, menyadarkan kebingungan pria tersebut yang kemudian segera menaiki kudanya kembali, memacu pergi dan tak jadi membuang sang bayi ke dalam hutan.

Di dalam salah satu hanok, seorang wanita sedang beristirahat di kamarnya ketika suara seorang pria yang memanggilnya terdengar dari arah luar. Wanita itu terbangun dan langsung membuka pintu. Ia mendapati sang suami tengah berdiri di luar dengan memakai jerami sebagai pelindung tubuh dari air hujan yang sangat deras, sementara itu dalam dekapannya nampak sebuntal kain.

"Buin." Ucap pria itu lirih sembari menunjukkan seorang bayi di dalam kain tersebut.

Bersambung

Beauty and the Beast / 미녀와 야수 [Joseon Fiction]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang