Enam

21 7 6
                                    

   “Aku suka cara kalian menghiburku


Aku ingin nulis di Kafe Angels,” kata Kirana yang mendadak muncul di kamar Della. Satu tangannya mengguncang pundak Della yang masih meringkuk di balik selimut.

Della yang masih mengantuk mengucek kelopak matanya. “Ada apa, Kiran? Baru juga jam enam,” tanyanya malas. Satu kelopak matanya membuka, melihat Kirana mengulang pintanya dalam bahasa isyarat.

Della geleng-geleng dengan kedua mata yang telah membuka sempurna. “Kamu nggak harus nyelesaian naskah itu.” Satu tangannya menarik tangan Kirana agar duduk di ranjangnya.

“Maafin aku, Kiran. Kamu boleh berhenti jadi ghost writer-ku,” tukas Della serak. Kedua tangannya menepuk kedua pipi demi melepas kantuk.

Ganti Kirana menggeleng tak setuju.

“Semalam Papa bilang, fokusmu sekarang belajar bisnis.”

Tapi aku sudah janji akan menyelesaikan naskah ini.”

Della mendesah, “itu dulu sebelum kamu jadi tuan puteri,” seraya tersenyum tipis.

Nggak, Della. Aku akan tetap menyelesaikan naskah ini. Naskah ini tentang perasaanmu ke Elganta. Ini penting.”

Della mengambil gelas berisi air bening di nakas meneguknya hingga seperempat. Kantuknya total lenyap. “Nggak perlu. Elganta sudah berubah suka padaku,” tuturnya percaya diri.

Ganti Kirana tercengang.

“Kamu terlalu sibuk tuan puteri. Aku jadi nggak punya kesempatan cerita.”

Kalian sudah jadian?” Kirana penasaran. Entah kenapa hatinya tidak nyaman.

Della terkekeh. “Belum. Mungkin sebentar lagi.”

Oh. Baguslah,” tanggap Kirana masam. “Tapi, kamu tahu kan, Della, aku menulis karena cinta. Aku sedang stres. Aku butuh pelampiasan untuk menumpahkan stres. Menulis adalah salah satu caranya.”

“Baiklah aku ngerti. Tapi, kamu bisa nulis di kamar, kan, Kiran. Nggak harus di Kafe Angels?”

Aku sudah berusaha semalam. Tetap stres. Mungkin aku butuh suasana selain dalam kamar. Kafe Angels salah satu tempat favoritku.”

Della menimbang beberapa saat. “Baiklah, aku coba bicara pada Papa agar membolehkanmu nulis di Kafe Angels. Lagi pula, baik juga buat kelanjutan hubunganku.” Della terkikik. Kirana mendekap Della lega.

*
Kirana?

Berdebar, Elganta menghampiri kursi sudut yang sudah diduduki gadis yang mendominasi otaknya sejak beberapa hari terakhir. Gadis yang membuatnya enggan melakukan banyak hal sebelum tahu keadaannya.

“Hai, kok, nggak bilang mau ke sini?” tegur Elganta semringah. Sekilas pandangannya meneliti wajah Kirana. Tentang bagaimana kondisi gadis itu.

“Iya, nih, Kirana mendadak pengin nyelesaiin tugas di sini.” Della menjawab gembira.

“Mending kita nonton. Kemarin kan, batal.” Elganta mengira usulannya akan langsung disambut Della dan Kirana. Kenyataannya kedua gadis itu menggeleng bersamaan.

“Aku harus bertemu penulis skenario di PH Film,” jawab Della murung. “Sementara Kirana harus banget nyelesaiin kerjaannya.”

Meski kecewa, Elganta urung menunjukkan. “Sampai seharian?” tanyanya pada Della.

“Nggak sih. Mungkin sampai siang atau sore. Makanya Kirana kutinggal sama Renata di sini.”

Elganta bersorak dalam hati. Itu justru lebih baik.

The Guardian AngelWhere stories live. Discover now