Tujuh

20 5 0
                                    

      “Ketika semua menjadi abu-abu”

Jantung Kirana berdegub kencang melihat mobil Rianto terparkir di garasi, yang artinya mereka terlambat.

Bagaimana ini?” pandangnya ke Della. Della berpikir sejenak seraya menggigit bibir sebelum mengacung telunjuk. Seulas senyum merekah di bibir tipisnya.

“Kita bilang saja habis makan pecel lele.”

Ha? Ketiga pasang mata menatap bingung.

“Aku akan bilang Papa lagi pengin makan pecel lele di depan sana.”

“Apa hubungannya?” Dahi Elganta berkerut.

Gemas, Della mengacak rambut Elganta, membuat sesuatu mencelus dari dada Kirana.

“Kita terlambat pulang. Lalu ada kamu. Kenapa pemilik Kafe Angels ikut ke rumah. Nah jawabannya hanya satu. Pecel lele.” Della meringis.

“Saya setuju,” sahut Renata sambil memelankan laju mobil memasuki garasi. Kirana turut mengangguk.

“Oke. Deal. Tenang, Kiran, biar aku si drama queen yang ambil alih.” Della membusungkan dada tersenyum lebar.

Tepat seperti dugaan Kirana. Rianto dan Dea tergopoh keluar begitu mendengar deru mobil berhenti di samping mobil Rianto.

“Kalian dari mana? Kok, malam sekali,” sambut Dea dengan raut cemas dari samping mobil Rianto.

“Aku ngidam pengin makan pecel lele, Ma, santai aja, kali,” jawab Della sambil turun dari mobil, membimbing Kirana yang masih gemetar.

“Pantas, Papa cari ke kafe tidak ada,” sahut Rianto dari belakang Dea.

“Papa ke kafe?” Della tercekat. Khawatir pelayan kafe mengatakan waktu kepergian mereka.

“Kiran, kamu kenapa, wajahmu pucat?” Dea beralih menyentuh pipi Kirana. Della mengembus lega mamanya mengalihkan topik pembicaraan. Alibi mereka tidak terbongkar. Ekspresi papa mamanya tak menyaratkan.

“Di tempat makan tadi anginnya cukup kencang. Saya minta maaf tidak bawa jaket Nona Kiran.” Renata menjawab sedikit membungkuk sebagai tanda menyesal.

Dea mengangguk mengambil alih Kirana, membimbing menaiki anak tangga teras.

“Kiran justru nggak nyaman kalau Mama sama Papa terlalu protektif,” celetuk Della dari belakang Dea.

“Keadaan Kiran sekarang beda, Del.”

“Beda apanya, Ma. Dia tetap Kiran keluarga kita. Nggak ada yang beda.”

“Della!” Rianto menegur tegas. Della berhenti bicara. Dia tidak ingin adu argumen di hadapan Elganta.

Ingat Elganta, Della segera balik badan, memperkenalkan pemuda itu.

“Eh, iya, Pa, Ma, kenalkan, ini El pemilih Kafe Angels. Kami berteman sudah lama cuma aku belum pernah ngenalin ke Mama dan Papa.” Della menggamit Elganta mendekati Rianto.
Rianto mengangguk sambil menerima uluran tangan Elganta.

“Maaf, saya baru memperkenalkan diri. Saya pernah datang ke rumah ini namun Oom dan Tante sedang keluar,” ujar Elganta terus terang membuat Della menyiku lengan pria itu.

Rianto menanggapi dengan kembali mengangguk. Berbeda dengan Dea yang menanggapi lebih ramah.

“Tante senang, El sudah mau jadi teman anak tante yang ceriwis dan banyak maunya ini.”

“Ih, Mama.” Della merajuk.

Cahaya benderang dari arah samping memalingkan kelimanya menoleh ke arah pagar. Sebuah SUV putih parkir depan pintu pagar. Seorang pria turun dari mobil mengangguk ke arah Rianto.

“Pak Hendra,” desis Papa.

The Guardian AngelWhere stories live. Discover now