SENJA, KUINGIN KAU TERSENYUM

26 0 0
                                    

"Dengarlah Sayang, tak pernah ada cinta yang salah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Dengarlah Sayang, tak pernah ada cinta yang salah. Aku mau menikah denganmu bukan tanpa alasan ......"

"Tapi apa?? Sekarang sudah jelas kan, malam tadi kau terlalu larut untuk pulang dan pula tanpa memberiku kabar." Aku potong omonganya yang menurutku sudah tak layak lagi dilanjutkan.

"Tolonglah beri aku waktu untuk menjelaskan"

"Penjelasan apa lagi, hah? Apa pantas buat seorang istri pulang jam satu dini hari? Sadarlah umur pernikahan kita saja belum genap 4 bulan dan kau pamit untuk memenuhi undangan laki-laki itu, laki-laki yg dulu pernah kau puja!" Tanpa sadar suaraku meninggi. Mungkin aku tak sanggup menahan amarah hingga setiap kalimatnya tak pernah ada yang terucap sempurna.

Aku tatap wajahnya, di matanya mulai mergenang air yang mungkin sebentar lagi meleleh membasahi pipinya. Dulu aku tak pernah mampu membiarkan wajahnya semurung itu, dulu aku tak mampu melihat tubuhnya selemah itu, tapi sekarang semua telah membutakan mataku untuk melihat semua ketidak berdayaan wanita yang telah mampu meluluhkan keangkuhanku.

--------------------

Kubuka pintu rumahku. Ada sedikit derit yang terdengar di akhir daun pintu menyentuh tembok, sama seperti 5 hari lalu aku selalu pulang dan melewati pintu ini. Aku sedikit ragu melangkah masuk, tak ada ucapan salam keluar dari mulutku dan tak ada pula jawaban Waalaikumsalam disertai senyum indah di wajahnya. Jawaban salam dan senyum itulah yang selama ini mampu menghilangkan rasa letihku bersenggama dengan mesin-mesin memuakkan di tempatku mengais rejeki.

5 hari lalu aku berangkat kerja dengan tas ransel besar, dia tak mampu bertanya untuk apa bawa ransel sebesar itu atau bertanya apa isi ransel itu dan hendak kemana. Hanya kulihat dia menitikan air mata saat aku pamit.

"Aku mungkin tak pulang dulu untuk beberapa hari." Ucapan terakhir yg keluar dari mulutku, tak ada salam tak ada pula kecupan di kening seperti biasanya.

Kulewati ruang tamu yang tak ada perubahan sedkitpun, mungkin jika ada yang berbeda adalah terlihat lebih rapi dan lebih bersih. Kulangkahkan kakiku menuju dapur, sedikit berharap menemukan sosok perempuan yang aku cintai itu memberikan senym indah atas kepulanganku.

Ah ternyata dia sedang di kamar mandi, aku dengar ada gemersik air di sana, dia barusaja memulai ritual mandinya, aku sudah hapal apa saja yg dia lakukan d kamar mandinya. 3bulan 21 hari sudah cukup membuatku hafal dengan segala kebiasaanya.

Dapurnya juga masih sama, tak ada yg berubah, masih rapi. Wanita ini tak pernah betah dengan apapun yg berantakan, wanita yang layak diperjuangkan untuk menjadi ibu dari anak-anaku. Kuhampiri rak tempat dia menyimpan bumbu-bumbu dapurnya, di dekat sana ada termos air panas, ku angkat dan ku buka tutupnya, masih ada isinya dan cukup panas juga untuk membuat teh.

Aku duduk di meja makan dengan teh manis panas di depanku. Aku lirik arloji di tangan kiriku, baru 10 menit dia di kamar mandi biasanya dia menghabiskan waktu sekitar 20 menit disana. Aku sadari ada rasa rindu dalam hatiku, ingin rasanya segera melihat wajah itu dengan senyumnya.

finTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang