BAB 6

230 18 1
                                    

Axel menatap Bianca yang terus-terusan bolak-balik sambil menggigiti kuku jarinya. Axel meraih lengan Bianca dan membuat gadis itu berhenti. "Lo kenapa?"

Bianca menjauhkan tangan Axel dari lengannya. "Gue udah mikirin ini baik-baik." Bianca menarik nafas panjang lalu menghembuskannya. "Kita bakalan satu kamar untuk sementara, sampai dia pergi dari sini." ujar Bianca dengan memberi penekanan saat mengatakan untuk sementara. Dia yang dimaksud disini adalah Olive.

"Lo yakin? Kenapa lo gak satu kamar sama Olive?"

"Satu kamar sama dia? Dari awal dia udah ngatain gue pembantu, kalo gue sekamar yang ada nanti dia nyuruh gue tidur dilantai." jelas Bianca.

Axel hanya mengangguk paham. "Memangnya kalo lo tidur disini, lo yakin gak akan gue suruh tidur dilantai?"

Bianca mendesis, kenapa juga dia sampai lupa kalau Axel adalah musuhnya dan bisa jadi pria itu menyuruhnya tidur dilantai tanpa selimut dan bantal.

"Lo boleh tidur dimana aja yang lo mau di kamar ini, terserah." Axel tersenyum sebentar lalu masuk ke dalam kamar mandinya. Bianca menatap punggung Axel yang semakin lama menghilang dibalik pintu.

Bianca melihat sekeliling kamar Axel dan tidak menemukan satupun tempat yang cocok untuk dia jadikan sebagai tempatnya tidur selain tempat tidur milik Axel. Meskipun lumayan luas, tapi Bianca tidak akan mau tidur disana bersama Axel.

"Axel bilang gue bisa tidur dimanapun yang gue mau. Gue tidur di sini, dia di bawah." ujar Bianca, gadis itu memutuskannya sepihak tanpa berunding dengan pemilik kamar.

Pandangan Bianca terfokus pada sebuah foto yang terbingkai diatas meja kerja milik Axel. Bianca mendekat untuk melihat dengan jelas siapa yang ada difoto itu.

Raut wajah Bianca tiba-tiba cemberut sekaligus jengkel saat mengetahui difoto itu adalah Olive dan Axel. Kedua orang itu tampak saling merangkul satu sama lain, tak lupa mereka juga menampilkan wajah yang terlihat begitu ceria. Kalo punya pacar kenapa nikah sama gue?

"Dasar genit." Bianca membalik foto tersebut dan menumpuknya dibawah kertas-kertas milik Axel. "Dan kenapa juga reaksi gue kayak gini? Harusnya gue happy, gue jadi punya alasan buat minta cerai sama Axel."

Axel yang baru saja keluar dari dikamar mandi mendapati Bianca yang berdiri membelakanginya. "Ngapain?" tegur Axel, Bianca yang mendengarnya hanya mematung sambil memikirkan jawaban apa yang akan dikatakannya.

Axel mendekat ke arah Bianca, dia baru saja ingin menyentuh pundak istrinya tetapi gadis itu segera berbalik dan menampakkan wajah terkejut dengan mata yang membulat sempurna, serta mulut yang membulat juga. Bagaimana tidak, Axel hanya menggunakan handuk untuk menutupi tubuh bagian bawahnya. Seumur hidup, Bianca belum pernah dihadapkan dengan situasi semacam ini.

Diam-diam Bianca mengangumi otot-otot perut Axel yang selama ini tersembunyi dibalik bajunya. Bianca baru kali ini melihat secara langsung seorang pria shirtless dan itu tepat dihadapannya.

Kesadaran Bianca seolah kembali, kedua tangannya bergerak cepat menutupi kedua matanya. "Gue masih dibawah umur dan lo justru muncul dihadapan gue setengah telanjang. Ini lebih parah dari pada nonton kissing scene di drama Korea."

Axel tertawa dan berjalan menjauhi Bianca menuju lemarinya, "oh iya. Gue lupa kalo istri gue belum 20 plus. Tahan posisi lo kayak gitu, gue pake baju dulu."

Bianca hanya mengangguk dan menutup matanya rapat-rapat. Dia benar-benar gugup setengah mati dan yakin bahwa kedua pipinya merona tanpa diminta. Pipi sialan, batinnya mengumpat.

Axel telah selesai mengenakan pakaian santainya. Dia kemudian melihat Bianca yang masih menutup kedua matanya. Axel berdiri tepat didepan Bianca dan mencolek pundaknya. "Buka mata lo!" perintah Axel.

Bianca perlahan menurunkan tangannya dan membuka matanya dengan perlahan. Lagi-lagi Bianca dibuat terkejut oleh Axel. Bagaimana tidak? Saat Bianca membuka matanya, wajah Axel berada tepat dihadapannya. Jarak wajah mereka berdua sangat dekat, dan itu membuat Bianca gugup setengah mati.

Dia ingin meneriaki Axel agar menjauh, tapi lidahnya beku. Dia ingin mendorong pundak Axel, tapi tangannya tidak bisa digerakkan. Bianca merasa dia terkena lumpuh akibat tatapan Axel yang begitu dalam kepadanya.

Tapi itu semua hanya terjadi beberapa detik, setelah seseorang mengetuk pintu kamar, Axel segera menjauhkan wajahnya. Bianca yakin bahwa Olive yang telah mengetuk pintu itu dan menyelamatkannya dari Axel. Bianca akhirnya bisa bernapas lega.

"Ada apa?" tanya Axel.

Tanpa diperintahkan Axel, atau tanpa diberi izin, Olive langsung membuka pintu kamar dan mendapat Bianca dan Axel yang sedang berdiri berhadapan. Bianca ingin tertawa ketika meilhat wajah Olive yang tiba-tiba menjadi kusut.

"Makan malam sudah siap, Axel. Aku udah masak makanan kesukaan kamu yang paling enak. Kamu pasti suka!" Olive memberi senyuman paling manis, menurutnya. Axel mengangguk kemudian meraih tangan Bianca keluar kamar. Bianca terkejut lagi. Bisa-bisa dia terkena serangan jantung diusianya yang masih muda.

Axel dan Olive benar-benar menikmati makan malamnya. Sedangkan Bianca, sebelum gadis itu mengambil makanan, dia terlebih dulu memerhatikan Axel dan apa efek yang ditimbulkan setelah beberapa saat. Jika dirasa aman, Bianca juga akan memakan makanan yang sama dengan Axel. Untuk menghindari racun yang mungkin dicampurkan Olive untuknya. Belum lagi tadi Olive menyuruhnya untuk memakan tumis tempe saja, sedangkan dirinya dan Axel memakan olahan ayam.

"Lo emang jagonya masak." puji Axel terhadap Olive yang hanya ditanggapi dengan senyuman yang menurut Bianca genit.

"Kalo tiap hari lo masakin gue kayak gini, gue bakalan kasih apapun yang lo minta."

"Kalo gitu aku tinggal disini aja ya? Biar bisa masakin kamu terus." Olive sekarang sedang memeluk sebelah tangan Axel dan pria itu tidak merasa risih sama sekali.

Bianca tersedak saat mendengar percakapan kedua orang di hadapannya barusan. Ini bukan tentang Axel yang akan memberikan apapun pada Olive atas masakannya, tapi tentang Olive yang akan tinggal disini bersama dengannya dan Axel tidak keberatan sama sekali.

Axel segera menyodorkan segelas air miliknya untuk Bianca. Bianca menerima air itu dan segera meminumnya hingga habis. "Pelan-pelan, Bi." Axel menegurnya dengan suara yang lembut.

No! Gue gak setuju kalo Olive tinggal disini. Dia harus pergi! Titik. Bianca menentang keinginan Olive untuk tinggal disini, tapi hanya dalam hati.

Dia ingin mengutarakan pendapatnya, tapi mulutnya seperti terkunci. Tiba-tiba Bianca memikirkan sebuah rencana yang menurutnya akan membebaskan dirinya dari pernikahan yang tidak diinginkannya, dia akan pulang ke rumah papinya dan menggugat cerai Axel dengan alasan suaminya memiliki wanita lain yang dibiarkan tinggal bersama mereka berdua. Dan wanita itu adalah Olive.

--

Copyright © 2017 Hitstoryn

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 19, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Unwanted MarriageTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang