This Feeling

316 9 0
                                    

"Tahun-tahun berlalu....
Dan aku hanya bisa menggenggam rindu...
Berharap mampu lupakan...
Tanpa perlu mengingat senyummu...."

-_______-

Terdengar konyol mungkin. Iya! Dia yang memulai tapi aku yang mengakhiri semuanya. Aku pikir cinta bukan sesuatu yang penting baginya. Dia terlalu munafik, terlalu tega dengan keberadaan diriku yang selalu tak dia anggap.

Apa maunya sebenarnya ? Dia yang buat aku terjebak oleh perasaan ini, tapi dia juga yang melukainya. Hati ini bukan besi yang setelah kau injak-injak tapi tak ada bedanya, bentuknya tetaplah sama karena kuatnya besi itu bertahan. Tapi aku ? Aku tak sekuat besi. Aku hanya diam ketika kau membuat permainan ini. Aku mengikuti alur yang kau ciptakan, alur yang entah bagaimana semuanya akan berakhir.

"Sayang... Apa yang sedang kau lakukan ?", ucap Ibuku yang tiba-tiba saja datang mengagetkanku, entah dari mana arah wanita paruh baya yang sekarang beranjak usianya itu menghampiriku.

Aku hanya menatap kedatangannya yang semakin lama dekat denganku dan duduk disampingku sembari membelai kepalaku yang tertutup oleh hijab berwarna putih. Aku menatap kedua mata ibuku, hingga aku mulai berkaca-kaca menatap mata teduh yang terlihat begitu tulus berada dihadapanku ini. Kecantikannya yang mulai luntur diiringi usianya yang mulai menua.

"Tak ada yang sedang aku lakukan Ibu, aku hanya memikirkan tugas kuliah ku saja." ucapku lembut tak ingin menyakitinya. Aku terpaksa berbohong pada ibuku tentang apa yang kupikirkan sedari tadi ,karna sebenarnya pikiranku hanya terbayang kepada teman smp ku dulu yang sampai sekarang menyerang otakku dengan bayangan wajah lugu itu.

"Kau yakin ? Sepertinya kau sedang ada masalah, cerita sama Ibu." sepertinya ibuku tak yakin mendengar jawabanku barusan. Mungkin ibuku tau apa yang aku rasakan saat ini melalui aura wajahku yang mungkin terlihat menyedihkan.

"Insyaallah Ibu.. Ibu tenang saja, Vena tak apa kok," ucapku tersenyum lembut sembari meyakinkan ibuku bahwa aku baik-baik saja. "Apa Ibu sudah makan ?", tanyaku berusaha mengalihkan pembicaraan awal kami.

"Kau ini senang sekali mengalihkan pembicaraan.. Ibu sudah makan tadi, tapi dimana kakakmu ? sedari tadi aku tak melihatnya," ucap ibuku berusaha menjenjangkan lehernya mencari keberadaan saudara laki-laki ku satu-satunya itu.

"Mungkin kakak sedang ada dikamarnya, memangnya kenapa Bu ?," Tanyaku memastikan kenapa ibu mencari kakak menyebalkanku itu.

"Katanya tadi suruh nyariin bukunya yang hilang, padahalkan Ibu yang taruh dimeja, Ibu nyari kakakmu dulu ya." pamit ibuku sembari beranjak dari sampingku dan mulai berjalan kearah tangga. Aku hanya mengangguk mengiyakan ucapan ibu.

Kling..!! Terdengar suara handphone ku yang berada dimeja sampingku berbunyi. Tanganku mengarah mengambilnya dan membuka sebuah pesan yang ternyata dari sahabatku, Salsha.
"Astagfirullah.. Aku kan ada mata kuliah hari ini, kenapa sampai lupa sih ?," ucapku seraya menepuk jidatku, dan segera beranjak ke kamar mengambil tas dan buku-buku. Kemudian aku melangkah ke kamar kakakku.

"Assalamualaikum, Ibu, Vena pamit ke kampus dulu ya, aku lupa kalau hari ini ada mata kuliah, untung tadi Salsha ngasih tau, Vena pamit ya Bu, Assalamualaikum..." ucapku mencium tangan Ibuku dan memandang kakakku sebentar, ya! Aku sedang marah padanya. Kejadian tadi pagi belum bisa aku lupakan. Masak iya, subuh-subuh aku disuruh nyuci sepatunya yang mau dipake besuk pagi. Padahal kan nanti siang juga bisa, maksa banget lagi. Dasar kakak menyebalkan 😒

Lupakan kakakku, 15 menit lagi aku harus sampai di kampus sebelum dosen yang sebenarnya jahat dan berpura-pura baik itu mendahului masuk ke kelas sebelum aku. Aku memutuskan untuk memakai motor matic ayahku agar sampai dengan cepat di kampus dan tidak harus bermacet-macetan ria dengan pengendara lain.

Ta'aruf Yuk!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang