d u a

51 11 25
                                    




i think i'm falling for you

Adrian

Sial!
Dia melihatku! Pasti terasa sangat canggung baginya. Bahkan aku tidak pernah merasa secanggung dan semalu ini. Padahal memang kelihatannya biasa saja.

Aku berhenti berpura-pura mencatat penjelasan guru. Aku menoleh ke samping kanan (bangku yang dia duduki ada di pojok kanan) untuk melihatnya.

Dia sedang tertidur? Entahlah, dia terlihat sedang menutupi wajahnya dengan kedua tangannya. Kelihatannya sedang tidur, tetapi aku tidak tahu. Kelihatannya juga seperti sedang menangis.

Aku bertanya-tanya apa yang terjadi dengannya. Dari tadi dia bertingkah laku sedikit aneh. Aku yakin ada sesuatu di balik semua ini.

Apapun itu, itu tidak menghentikanku dari jatuh cinta padanya.

Tunggu, apa?

Apa yang baru saja kutakan? Aku tidak percaya aku baru saja mengatakannya. Aku tidak bisa.

Adrian, Adrian.. Kamu ini mikir apa sih? She's out of your league, Aku berkata pada diriku.

Betul memang. Amara; semua perempuan ingin menjadinya dan semua laki-laki ingin bersamanya. Dia gadis yang cantik, cerdas (tetapi entah kenapa tadi dia tidak bisa menjawab soal semudah itu), belum lagi dia sangat jago berolahraga, salah satunya bermain basket.

Omong-omong tentang basket, Manda kan satu tim dengannya. Pasti dia tahu tentang Amara lebih baik dariku.

Bel tanda istirahat berdering. Semua orang keluar kelas untuk bertemu dengan teman-temannya, Bu Guru juga sudah keluar kelas. Seperti biasa, aku menunggu semua orang keluar agar lebih sepi dan tidak rusuh.

Dibutuhkan waktu kurang lebih 3 menit sampai kelas benar-benar sepi dan aku bisa keluar. Ternyata masih ada orang lain di kelas, Amara, yang masih duduk di bangkunya.

Aku berpikir panjang, apakah sebaiknya aku menghampirinya? Jika ya, aku bisa menjadi tambah dekat dengannya. Tetapi jika aku membuat kesan buruk, akan berakhir sangat canggung, dan dia bisa saja membenciku selamanya. Sedangkan jika tidak, dia tidak akan pernah tahu aku ada dan aku tidak akan pernah dekat dengannya. Tetapi risiko dia membenciku selamanya sangat tipis.

Ah, sudahlah. You only live once anyway.

Aku marapihkan buku-bukuku, memasukkannya ke dalam ranselku. Aku berdiri, menyampiri dia yang sedang mengamun dengan kedua tangan di kepalanya. Seperti orang yang berpikir.

Aku mengambil nafas dalam-dalam dan menyapanya, "Hai, Amara." Dia tidak merespon. Kuulangi, "Amara?" Dia menyentak, rambutnya berantakan, dan mencari siapa yang memanggilnya. "Oh. Eh.. Hai," sapanya, memaksakan senyuman. "Aku Adrian, temannya Manda," kataku memperkenalkan diri. "Manda? Oh, Manda. Iya aku tahu siapa kamu, temannya kan?" Katanya, seperti baru teringat sesuatu.

"Um.. Iya, itu yang aku barusan bilang."

"Benarkah? Oh iya, maaf."

"Iya, gak papa."

Setelah itu hening. Atmosfernya terasa canggung, bola mataku berputar dengan sendirinya, melihat sekitar ruangan. Dan aku terus mengetuk sepatuku ke lantai. Gelisah.

"Jadi, apa yang ingin kau bicarakan?" Dia memecah keheningan.

Oh iya! Mengapa aku tidak memikirkan ini sebelumnya? Apa yang ingin kubicarakan?

"Aku suka kamu?" Entah dari mana datangnya, tetapi tanpa sengaja kata-kata itu terlepas dari mulutku.

"Maaf?" Untunglah dia tidak mendengarku, or so I thought.

"Oh, gak. Um.. Aku cuma ingin bilang, semoga berhasil dalam pertandingan basket nanti."

"Pertandingan basket? Pertandingan basket apa? Oh! Pertandingan basket!" Ia tergesa-gesa menaruh buku-buku ke dalam tasnya. "Aku hampir telat, makasih ya, sampai ketemu nanti!" Dia berdiri, berlari, dan menabrakku. Tasnya beserta isinya berjatuhan.

"Sini, biar ku bantu," aku tertunduk, membantunya memasukkan barang-barangnya yang jatuh. "Gak, makasih," dia menolak. "Gak papa, kok," aku tetap membantunya.

"Please, lo gausah repot-repot ngebantu gue. Gue lagi buru-buru nih. Mending lo urusin urusan lo sendiri deh," Katanya jengkel.

Aku hanya bisa berdiam diri melihatnya pergi keluar kelas. Aku pun juga keluar kelas. Aku melihat Amara berjalan menuju lapangan. Dia menoleh kebelakang, dan melihatku. Aku tersenyum padanya. Dia mengabaikanku dan melanjutkan berjalan.

Manda pasti sudah menungguku dari tadi, kupikir. Aku memutuskan untuk bertemu dengan Manda dan memikirkan tentang hal ini di lain waktu.

WasteTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang