1. Pergi

156 40 104
                                    

SMA Nation Prime terkenal dikalangan orang kaya yang diantara mereka rata-rata memasukkan anak-anaknya ke SMA Nation Prime atau sering dikenal oleh mereka Nation School.


Arsitektur sekolah ini sangatlah menarik, arsitek menggabungkan dua perpaduan konsep modern dan tradisional. Walaupun konsep ini sering dipakai tetapi terlihat indah dengan gaya modern minimalis dan tradisonal kuno

Tidak lupa ada palang besar ketika ingin memasuki gerbang, pohon-pohon cemara menghiasi setiap sudut sekolah. Tanaman-tanaman bermerekan muncul pada bulan Juni ini

Disinilah keberadaan seorang siswi yang telah lama menunggu.
Siswi tersebut berlalu lalang mencari kantor Kepala sekolah, ia berjalan mondar-mandir karena Nation School masih belum familiar untuknya jadi ia masih kebingungan dengan wilayah sekolah ini karena luasnya cukuplah besar dan juga terlalu banyak ruangan sehingga ia kesulitan menemukan kantor Kepala Sekolah

Waktu tetap berlalu dan ia masih mencari hingga ia mendapatkan sebuah kantor Kepala Sekolah itu di dekat sebuah taman yang dikelilingi air mancur. Entah kenapa kantor tersebut diletakkan disana yang terpenting siswi berambut kuncir itu telah menemukannya

Dengan langkah yang pasti ia pergi ke kantor Kepala Sekolah dan mendapati seseorang siswa yang sedang berdiri dengan penampilan rambutnya agak blusukan, baju tidak dimasuk dan wajahnya biru membengkak seperti di sengat lebah

"Hai!" Sapa cowok itu tak lupa senyuman cengir dari bibirnya "Hai!" Ucapnya lagi hingga siswi yang di depannya hanya tersenyum datar

"Gue Gean Prixsi. Panggil aja gean" tutur Gean yang telah dari tadi mengulurkan tangannya "Lo Siapa?" Sambung cowok yang berbadan tinggi itu

"Gue Tissya" ucap Tissya sambil menunduk dan ia hanya memainkan jemari tangannya untuk menetralkan suasana hatinya

"Tissya? Itu doang, nggak ada nama lengkap gituh?" Tanya Gean yang tangannya sedari tadi masih belum juga turun

"Tissya Boltaris Lynn" lalu Tissya membuang mukanya seakan tidak mau melihat Gean karena raut wajahnya pasti tidak dapat diprediksi lagi

"Ooo... Kamu lagi nunggu siapa?" tanya Gean lagi, entah kenapa pada jam itu mood Gean berubah spontan Tissya melihat ke arah Gean dan hanya sekejap mata lalu ia berpaling lagi "Eh, ralat maksud gue, lo lagi nunggu siapa?" Ucapnya lagi

"Gue nunggu" kalimat Tissya menggantung dengan adanya seseorang yang memanggil Tissya dan mengahampiri mereka berdua. Lalu keduanya menoleh pada orang tersebut dan membuat suasana menjadi hening

Cowok berhidung mancung itu mengkerut kan keningnya dan seraya berkata "Kok pada diam?"
Dengan keheningan yang datang Gean hanya menjadi salah tingkah, entah kenapa keadaan pada saat itu membuatnya tak berdaya

Keheningan terpecah oleh suara tawanya Jufindo Boltaris Lynn, iya Jufindo adalah kakaknya Tissya "Haha, kok pada diem? Hm, abang lo ini mengganggu lo ya Sya?" Tanya Jufindo dengan nada usilnya

"Apaan sih, nggak jelas!" Ucap Tissya dengan jengkel. Tak lama kemudian Gean pamit pada Jufindo dan Tissya dikarenakan ia mendapatkan sebuah panggilan

Perkenalan mereka hanya sampai mengetahui nama masing-masing. Gean yang lebih  ingin mengenal Tissya harus terpaksa pergi mendadak dikarenakan panggilan itu

Akhirnya Jufindo dan Tissya memutuskan untuk pergi, diperjalanan menuju pulang Jufindo bercerita bahwa kalau Tissya pada hari besok sudah bisa memulai sekolah di Prime School dan pada hari besok juga Jufindo meninggalkan sekolah itu

Tidak lama kemudian kesedihan menghampiri Tissya, keadaan seperti ini membuat Tissya selalu bingung. Tissya nggak mau lagi merepotkan orang lain, mereka terlalu sayang padanya dan hal itu yang membuat mereka terlalu rela berkorban demi dirinya

°°°

Makan malam yang sunyi, ketika hanya ada dua insan yang menyantap sajian makanan di atas meja. Dua buah piring yang seperti berdetuman melodis dibuat lambat karena pemiliknya satu suap demi suap memasukkan makanan itu ke dalam mulutnya lalu dikunyah perlahan seakan menikmati sensasi dari perpaduan sambal, nasi dan lauk pauk

Juga disamping mereka makan malam dihidupkan musik mellow membuat suasana seperti dinner di restauran. Lambat pasti, makan malam itu telah selesai dan mereka berdua meneguk segelas air putih lalu juga diikuti dua jus pokat yang telah dibuat oleh bibi

"Sya" kata yang dimulai untuk diajak berbicara. Kesempatan inilah untuk terakhir kalinya Jufindo menasehati Tissya "Abang pengen kamu bisa" Tissya yang mendengar perkataan itu hanya bisa mematung. Ia tak ingin lagi dirinya sendiri terlalu bersedih, tapi apalah daya ia hanya bisa berterima kasih dikarenakan kakaknya terlalu sayang padanya

Jufindo menunggu jawaban dari Tissya, ia teringat kalau Tissya sudah seperti ini berarti ada suatu masalah yang mengganjal pada diri Tissya

Perilaku Tissya sudah diketahui sejak lama oleh Jufindo, dimana disaat Tissya bersedih, bahagia, gembira, terkejut, marah dan benci telah nampak dari ekspresi wajahnya

Jufindo hanya dua bersaudara tentunya berdua dengan saudara perempuannya itu. Jufindo sangat sayang pada Tissya seringkali Jufindo berkorban demi Tissya padahal Tissya tidak meminta apa-apa untuk dirinya, Jufindo tahu bahwa Tissya tidak boleh seperti Jufindo yang memiliki masa lalu kelam dan hal itu juga berkaitan dengan Tissya dikarenakan berhubungan dengan mereka berdua

Jufindo tak sampai hati membicarakan itu semua pada Tissya, oleh karena itu ia ingin membuat Tissya bahagia tak seperti Jufindo yang telah tau akan sikap dua joli yang berkaitan dengan dirinya

"Dek" ucap Jufindo, dengan suara hembusan nafas yang sangat berat Tissya memutuskan berani untuk berbicara, Tissya tidak boleh egois "Bang, Tissya nggak mau abang pergi. Abang satu-satunya yang mengerti dengan Tissya, abang yang selalu buat Tissya tersenyum, abang yang selalu Tissya rindukan, abang yang selalu peduli sama Tissya, karena itu Tissya nggak pengen abang pindah sekolah. Hanya abang satu-satunya yang faham dengan Tissya" dengan nada yang parau juga pecahnya tangisan Tissya selalu membuat Jufindo menjadi bersalah

Melihat adik kandungnya menangis, hal ini selalu membuat Jufindo khawatir. Ia berjalan menuju kursi adiknya, duduk disampingnya dan merangkul adiknya dengan penuh kasih sayang

Jufindo tidak tahu lagi hal apa yang harus ia lakukan, perlahan ia membiarkan Tissya untuk meneteskan semua air mata.

Setetes demi setetes dan akhirnya berderai membasahi baju Jufindo, malam ini yang tadinya ada bulan purnama menjadi gelap gulita, hawa menjadi dingin tak berdaya.

Derasan air mata kini diikuti oleh awan yang mungkin juga merasakan kesedihan seseorang sehingga membuatnya juga ikut menangis

Berjalannya waktu Tissya tertidur dipelukan Jufindo, ia telah berjam-jam menangis. Jufindo mendapati Tissya dengan mata yang sembab, hidung merah dan berair

Dengan segera Jufindo mengangkat Tissya dan membawanya menuju kamar Tissya lalu merebahkan adiknya itu. Jufindo memakai kan selimut untuk adiknya lalu mematikan lampu, tak lupa ia menutup pintu dengan sangat perlahan

Ia akan membiarkan Tissya untuk beristirahat agar ia juga bisa mengatakan hak yang harus dikatakan pada Tissya. Jufindo merasa bersalah memulai percakapan yang telah ia buat menjadi kesedihan

Jufindo berjalan menuju kamarnya lalu ia mengganti bajunya, saat ini ia teringat dua insan yang membuatnya terpuruk dalam keadaan seperti ini

Mereka tidak memikirkan Tissya bahkan Jufindo, tak lama setelah berganti pakaian ia menghempaskan tubuhnya di atas ranjang

Dengan berat hati ia mengetik sebuah pesan dan dengan cepat ia mengirimkan pesan itu tanpa mengoreksi terlebih dahulu

"Ah" hembusan nafas nya yang sangat besar dan terlihat gusar, "Lo dimana? Bisa ke rumah gue ?" Tak lain siapa lagi yang di telfon nya selain Gean "Hurry up!" ucapnya dengan nada kesal

-Laaz-

Ha(t)sTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang