2. Penggemar Rahasia

257 14 11
                                    

"Assalamualaikum..." Sahutku sambil membuka pintu rumah.

"..." Sepi tak ada jawaban, mungkin semua sedang pergi. Kembali aku menutup pintu dan bergegas menuju kamar, aku sangat penasaran dengan isi surat itu.

Untuk Chika,

Selamanya matahari tetaplah matahari akan terus bersinar cerah menyisir setiap sudut kegelapan di dunia ini.

Selamanya keindahan yang ada pada cahaya mata indahmu adalah sebuah pelangi yang selalu terukir setelah hujan turun.

Pelangi yang ada pada dirimu, bukanlah sekedar pelangi seusai turun hujan melainkan pelangi yang akan terus ada dan akan terus tergurai manis walaupun dalam gelap sekalipun.

Bagai pelangi yang sering kulihat dari jendela kamarku, pelangi yang sering membuat hatiku menjadi bahagia hingga tak kurasakan derita hidup ini.

Ingatlah, bahwa tanpa adanya dirimu hidupku bagai tak berwarna bagai di telan bumi, bagai panas tanpa hujan.

Penuh Cinta,
Penggemar Rahasia.


Aku begitu terkesan dengan puisi darinya, aku jadi ingin bertemu dengannya tapi ia sama sekali tak memberikan tanda-tanda tentang dirinya. Hal ini membuatku semakin penasaran.

Aku menyimpan surat itu di laci meja belajarku. Lalu menuju ruang tv sambil memakan cokelat darinya. "Hm.." Gumamku sambil menikmati cokelat darinya. Entah kenapa seumur hidupku aku tak pernah merasakan cokelat seenak ini.

Keesokan harinya... Ku langkahkan kakiku menuju kelas. Sudah kuduga Tasya dan Lisa telah menyambutku dengan berbagai pertanyaan tentang isi surat itu. Mereka berdua terlalu heboh hingga teman lain yang berada di kelas mendengar apa yang mereka tanyakan. Akhirnya kelas heboh membicarakanku. Aku memutuskan untuk keluar kelas dan... "Brruukk...!!!" Aku pun terjatuh, sepertinya aku menabrak seseorang.

"Oh.. maafkan aku. Aku tidak sengaja." Sahutku sambil membantunya berdiri.

"Tak apa..." Jawabnya dan lekas pergi. Tunggu... dari suaranya aku sangat familiar, tapi dia siapa? Duh, belakang ini aku kadang linglung.

"Chika..." panggil Kak Dinda salah satu panitia seleksi paskibra.

"Iya, Kak." Jawabku.

"Panggil teman-temanmu ya, sebentar lagi pengumuman!" Kata Kak Dinda.

"Oh.. iya, terimakasih Kak" Jawabku disertai anggukan Kak Dinda. Aku langsung bergegas kembali ke kelas untuk memberitahukan ini pada Tasya dan Lisa.

Aku, Tasya, dan Lisa bergegas menuju halaman sekolah. Di sana telah ramai orang melihat di papan pengumuman. Aku segera masuk diantara kerumunan orang dan melihat ke papan. Terpampang jelas namaku, Tasya, dan Lisa lolos seleksi. Aku bergegas keluar dari kerumunan dan mencari keberadaan Tasya dan Lisa.

"Gimana? Kita lolos gak, Chik?" Tanya mereka cemas. Aku mencoba memasang wajah murung.

"Gimana, Chik?" Desak Tasya.

"Eh, kita gak lolos ya.. Yaudah gak papa nanti ada waktunya, kok." Kata Lisa putus asa.

"Yaudah sekarang kita ke kantin aja." Kata Tasya putus asa.

"Gak usah...!!!" Sahutku mengagetkan mereka berdua.

"Eh, jangan marah, Chik. Masih ada kesempatan lain." Kata Tasya menenangkanku.

"Kita ke ruangan Kak Dinda aja." Jawabku masih berpura-pura.

"Eh.. jangan gitu, Chik. Itu sudah menjadi keputusannya Kak Dinda. Kita terima saja.." Sahut Lisa panik.

"Siapa bilang aku mau protes? Aku mau tanya keperluan di sana nanti apa?" Jawabku mulai merubah sikap.

"Hah! Maksudnya? Kita lolos? Jangan bercanda, Chik!" Tanya mereka bersamaan.

"Iya..." Jawabku sambil tersenyum. Sontak mereka langsung heboh dan memelukku dengan sangat erat hingga hampir saja aku kehabisan oksigen.

"Lepaskan aku..!!!" Sahutku.

"Maaf hehehe..." Jawab mereka berdua hampir bersamaan sambil melepaskan pelukan.

"Huh... Huh... Huh..." Napasku terengah-engah. Kami pun bergegas menuju ruangan Kak Dinda.

Setelah urusan dengan Kak Dinda selesai, kami pun bergegas menuju kelas untuk melanjutkan pelajaran.

Krrrriiiinnngggg!

Bel pulang sekolah berbunyi, seluruh siswa bergegas meninggalkan kelas begitupun Aku, Tasya, dan Lisa.

Paskibra LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang