Eza Yang Sebenarnya

54 7 0
                                    

Ternyata dia tetap pakai jaketnya jika ke sekolah. Huh, semalam saja belum cukup untuk mengenal dia lebih dalam. Bahkan, masih banyak pertanyaan yang melayang di pikiranku.

Tak banyak yang kami lakukan tadi malam. Hanya mengerjakan tugas, lalu aku pulang ke rumah. Lagipula, Ibunya Eza sedang sakit. Aku takut mengganggunya.

Tapi, aku masih berpikir, mengapa ia peduli denganku. Apa aku ini spesial? Oh, atau jangan-jangan, dia s--

"Gimana tadi malam? Kamu nggak papa kan? Luka nggak? Udah pake semprotan cabenya?!" tanya Ina, mengejutkanku. Baru juga datang, main sembur aja.

"Sstt, ada orangnya!" ucapku berbisik sambil menunjuk Eza yang sedang duduk diam di kursinya.

Ina terkejut lalu duduk di sampingku dan menatapku tajam. Tatapan minta jawaban.

"Biasa aja, Na. Cuman sepi banget." ucapku setelah menghela nafas.

"Sepi gimana?" tanyanya lagi, penasaran.

"Yaa, nggak ada orang. Ibunya juga lagi sakit. Jadi, aku cuman bentar doang di sana." jelasku sambil mengecek hpku yang tiba-tiba bergetar.

"Trus, ngapain aja tadi malam?" tanyanya lagi. Saat ini, aku fokus dengan hp di tanganku. Jadi, aku tak tahu bagaimana ekspresi wajah Ina sekarang.

"Ngerjain tugas, Na." jawabku singkat.

"Itu doang?" aku mengangguk pelan.

"Ah, nggak seru. Kirain ada apaan gitu." ucap Ina dengan nada kecewa. Aneh sekali anak ini.

"Pagi, cewek-cewek!" sapa Joni yang tiba-tiba sudah ada di hadapan kami.

"Duh, Joni! Ngagetin aja, sih!" celetuk Ina pada Joni.

Oiya, Ina dan Joni sekarang menjadi pasangan. Bukan, bukan pacar maksudnya. Melainkan, pasangan kelompok seperti aku dan Eza.

Ya, di pertengahan tugas, pasangan Ina, Aldi malah pindah sekolah. Ia harus ikut orang tuanya yang pindah tempat kerja ke luar kota. Tanpa pikir panjang, Bu Lesti langsung menyuruh Ina untuk berpasangan dengan Joni. Tanpa berdebat. Tak sepertiku.

Dan seperti dugaanku, Ina memang memiliki perasaan dengan Aldi. Ya, ia menyukai Aldi! Itu sebabnya, ia merasa patah hati saat tahu bahwa Aldi pindah sekolah. Poor Ina.

"Hehe, maaf deh. Habis, lagi bahagia nih." ucap Joni sambil melebarkan senyumnya.

"Bahagia kenapa, Jon?" tanyaku.

"Bahagia karena bisa ketemu Ina!" ucapnya sambil terkekeh. Lalu, ia mengedipkan matanya ke arah Ina.

"Apaan sih, Jon! Lebay banget, deh!" ucap Ina dengan ekspresi jijik di wajahnya.

Aku pernah dengar bahwa perempuan itu punya instuisi. Dan jika benar, aku bisa mengetahui bahwa sahabatku ini sedang disukai oleh lelaki konyol bernama Joni Susanto. Yaa, meskipun gombalan Joni terlihat basi dan main-main, tak bisa dipungkiri jika ia memang benar-benar menyukai Ina. Well, we'll see.

***

Kami sedang duduk di taman sekolah. Sebenarnya sudah jam pulang, tapi kami masih menunggu seseorang. Ralat, bukan kami, tapi Ina. Ya, aku hanya menemaninya menunggu Joni yang sedang pergi ke toilet. Mereka akan kerja kelompok lagi.

"Ih, kalau bukan karena perintah Bu Lesti. Nggak bakal aku mau pasangan sama dia!" cetus Ina, kesal.

Aku hanya terkekeh sambil menepuk-nepuk pundaknya dengan tangan kananku. Tak lama, Joni berlari menghampiri kami.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 12, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

"Friend"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang