Ada yang Salah?

11 8 3
                                    

Kayu manis. Ada bau kayu manis yang menggelitik lubang hidungnya saat dia sudah berada di depan perempuan itu. Sedikit bau bunga dan antiseptik. Sejumput rambut yang diselipkan dibelakang telinga dan make up tipis diwajahnya. Perempuan itu sedikit terlihat bingung saat tiba-tiba Alterio berjalan mendekatinya dengan tampang terpananya.

"Hi." Alterio menyapa dengan sedikit canggung. Satu tangannya yang lain dia gunakan untuk menggaruk belakang lehernya yang bahkan tidak gatal. Matanya bahkan tidak berani memandang balik mata cokelat susu perempuan itu. Dia bergerak kekanan-kekiri tidak yakin akan apa yang harus dia katakan selain 'hi'

"Eh.. hi juga?" Perempuan itu menelengkan kepalanya kekiri membuat beberapa helai poninya ikut jatuh. Jantung Alterio kembali berdebar. "Uh.. jadi gini. Ehem gue.. maksudnya aku Al-" belum sempat Alterio selesai bicara perempuan itu sudah memotongnya. "Alterio Antoine Bertrand kan? Jurusan manajemen." Perempuan itu tersenyum dengan manisnya. Seketika mata Alterio melebar dan mulutnya terbuka. "Lah kok tahu?" tanyanya dengan penasaran. Perempuan itu kembali tertawa tetapi sedikit lebih lembut. "Siap yang nggak tahu kamu? Cowok paling sering bolos kuliah dengan dandanan luar biasa tapi selalu dapat nilai A." Perempuan itu membenarkan posisi tasnya yang tadi sempat melorot. "O-oh..hehe" Alterio tersenyum canggung. Perempuan itu kemudian menyodorkan tangannya kepada Alterio yang dengan senang hati diterima olehnya. "Aerylin Claretta Elvarette. Biasa dipanggil Retta. Jurusan psikologi. Kita sekolah di universitas yang sama." Retta tersenyum dan menarik kembali tangannya, yang sepertinya disayangkan oleh Alterio karna dia masih ingin menggenggam tangan halus itu sedikit lebih lama. "Panggil aku Al aja. Semua orang panggil aku itu karna Alterio kepanjangan dan Rio itu pasaran." Al nyengir. Retta kembali tersenyum dan menengok kebelakangnya. "Oh ya kenalin juga ini Ramiro. Temen aku." Retta menarik tangan pria dibaliknya yang sepertinya dari tadi memegangi ujung blousenya. Pria itu mengenakkan hoodie warna abu-abu yang tudungnya menutupi hampir seluruh wajahnya. Hanya hidung dan mulutnya saja yang terlihat. Al sedikit terkejut karna dia baru saja sadar kalau ternyata sedari tadi si pria itu sudah ada dibelakang Retta. Dia terlalu dibutakan oleh senyuman Retta hingga tak menyadari keberadaan pria itu.

"Halo gu-aku Al." Al menawarkan tangannya untuk dijabat oleh Ramiro. Tetapi bukannya menerima perkenalan Al, dia justru melirik Al dengan tajam dan kembali keposisinya semula. Seperti bersembunyi dibalik Retta bisa menyembunyikan tubuhnya yang tinggi. Dengan bingung dan canggung Al menarik tangannya kembali dan beralih memandang Retta. Dia bisa mendengar Retta menghela nafasnya. "Maaf Miro nggak bermaksud gitu kok. Dia Cuma lagi badmood aja hari ini." Retta tersenyum. Tetapi matanya bahkan tidak menyala. Hanya seperti dia menarik bibirnya sedikit keatas. "Nggak apa-apa kok." Balas Al. 'ok, ni anak aneh beneran.' Pikir Al yang dia sembunyikan dibalik senyum canggungnya.

Tiba-tiba mereka semua diam. Hanya lirikan-lirikan yang ada. Al membuka-menutup mulutnya berpikir topik apa yang bisa dia bicarakan karna sungguh situasi ini benar-benar canggung. Baru saja dia ingin bertanya apa yang akan dipesan Retta dan temannya saat anak burung yang masih digenggamnya mengeluarkan cicitan kecil.

"Wuoo. Easy there piyik." Al mendekap anak burung itu.

"Apa itu? Anak burung?" Retta bertanya dengan mata sedikit lebar. Alterio mengangguk dan mencoba memeriksa apa yang salah dengan anak burung itu. "Buat apa kamu bawa-bawa anak burung gitu? Kasihan." Retta berkomentar dengan mengerucutkan bibirnya. 'Ok Al jangan salah fokus.' Al mengingatkan dirinya. "Eh.. nggak kok. Tadi aku nemu dia jatuh ditengah jalan. Aku takut kalau ada yang nginjek jadi aku ambil." Al menjelaskan dengan senyum malu. "Wow aku nggak nyangka cowok kayak kamu bakal peduli sama binatang sekecil ini." Retta tersenyum dengan lebar. Ada sorakan besar-besaran didalam hati Al saat dia sadar dia baru saja dipuji oleh seorang perempuan yang baru 8 menit lalu dia jatuh cinta. "Itu ker-" ucapan Retta belum sempat selesai saat Ramiro yang masih ada dibelakangnya menarik lengannya. Dia kemudian membisikkan sesuatu pada Retta. Tangannya yang besar dan jarinya yang lentik menutupi mulutnya yang sedang membisikan sesuatu. Sesekali dia melirik Al masih dengan tajam membuat yang dilirik merasa tak nyaman. Ramiro kemudian selesai membisikkan hal entah apa itu dan dia kembali bersembunyi dibalik Retta. Retta kemudian mengangguk "Kata Miro, tadi sebelum masuk kesini dia liat ada sarang burung di depan toko sebelah. Mungkin kamu harus segera mengembalikkannya karna Miro sedikit khawatir kalau-kalau anak burung itu mati." Retta berkata kemudian mendekat pada Al. Dia menggesturkan Al untuk mendekat dan Al menunduk menyamakan tingginya dengan Retta. "Miro itu sedikit terobsesi sama binatang jadi kamu harus cepet balikin anak burung itu kesarangnya." Retta berbisik kepada Al. "Ok, kalian berdua mau ikut juga?" Al bertanya tapi kali ini Ramiro yang menjawab dengan anggukan kepalanya.

Mereka kemudian berjalan keluar toko. Tapi belum sempat Al menginjakan kakinya keluar, Adibrata sudah memegangi pundaknya. "Heh lo jangan seenaknya main tinggal gue dong." Adibrata protes. "Kan kita ngomongnya udah selesai. Lo pulang sana." Al menepis tangan Adibrata dari pundaknya. "Sumpah ya lo. Udah gue bayarin bukannya terimakasih malah ngusir. Minggu pokonya balik rumah atau gue seret lo dari kos lo." Adibrata mengancam kemudia berlalu keluar. Dia memberikan senyuman kepada Retta dan Ramiro tetapi memutar bola matanya kepada Al. Al hanya mendengus melihat tingakah kekanakan kakaknya.

"Sorry, itu tadi kakak. Emang agak aneh orangnya. Maklumin aja ya." Al tersenyum kemudian berjalan lebih dahulu. Retta hanya mengangguk kemudian menggandeng Ramiro untuk mengikuti Al. "Itu pohonnya yang itu." Retta menunjuk pada sebuah pohon rindang di tepi jalan. Al mengikuti arah pandang Retta dan melihat memang ada sebuah sarang burung disalah satu dahannya. "Ok aku panjat dulu ya." Al berkata sebelum dia berlari dan mulai memanjat pohon tersebut. "Ati-ati Al bahaya." Retta berteriak dari bawah. Beberapa orang yang lewat di jalan situ memandang mereka dengan pandangan aneh.

Al akhirnya berhasil menaruh anak burung tadi di sarangnya. Dia mengambil tisu yang digunakannya untuk membungkus anak burung tadi dan memasukkanya kekantong. "Awas Ret! Aku mau loncat kebawah!" teriak Al dari atas. "Hah? Jangan loncat bahaya!" teriak Retta kembali. "Nggak papa!" Balas Al sebelum akhirnya dia meloncat. Tapi sayangnya trotoar dibawahnya tidak rata dan dia sedikit tersandung sampai dia menubruk Ramiro yang berdiri disebelah Retta. Retta berteriak kaget saat mereka berdua jatuh dengan Ramiro berada dibawah Al. Al merasakan sakit di lututnya dimana jinsnya sengaja dia sobek. Satu sikunya menahan beratnya dan satu sikunya yang lain berada diatas dada Ramiro. Al merasakan tubuh dibawahnya bergetar. Dia kemudian menunduk dan melihat wajah Ramiro. Wajahnya pucat pasi dan matanya terbuka lebar. Nafasnya tersengal dan dadanya naik turun. Ada ekspresi takut yang kentara diwajahnya. "Astaga! Miro! Dengar Miro tenang!" Retta panik dan segera berjongkok disamping Miro. Al sadar bahwa ada yang aneh dengan Ramiro. Dia segera bangun dan mencoba menarik Ramiro. Tetapi Ramiro malah terlihat semakin takut saat Al menyentuh tangannya. "Sorry!" Al segera menarik tangannya dan mengangkatnya diudara. Retta segera membantu Ramiro duduk dan mendekap tubuhnya. "Sorry! Aku nggak seharusnya melompat. Apa aku membentur kepalanya atau apa? Dia baik-baik saja kan?" Panik Al yang ikut berjongkok dihadapan keduanya. Mereka bahkan tidak mempedulikan pandangan-pandangan aneh dari orang sekitar.

"Ini bukan salahmu Al. Tapi sorry ya aku harus bawa Miro pergi dari sini." Retta berkata dengan cepat. "Biar aku bantu." Al berkata dan mencoba membantu Ramiro untuk berdiri. "Nggak! Ah maaf sorry tapi jangan sentuh Miro dulu." Retta berkata dan membantu Ramiro untuk berdiri. Ramiro memiliki matanya terpejam dan dia masih sedikit bergetar. "Maaf ya Al tapi aku harus bener-bener pergi. Mungkin kita bisa ketemu lagi kapan-kapan" Retta berkata dan segera berjalan dengan menopang Ramiro pergi. Al melihat mereka berjalan sampai mereka naik kesebuah mobil yang diparkir dipinggir jalan dan menghilang ditikungan.

"Eh.. iya?" Al berdiri disana masih dengan tampang tidak mengertinya, beberapa daun tertancap di rambutnya dan lutut yang berdarah.


--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Udah muncul nih semua tokoh utamanya.  semoga yang baca seneng ya hehe. mulai minggu depan ceritanya di update tiap hari minggu ya. trimakasih! jangan lupa comment dan upvote ya!

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 11, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

3 Derajat KebebasanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang