PROLOG

54 8 16
                                    


Januari 2017,

Kemeja putih lusuh yang sudah jatuh kelantai dan celana kain hitam yang masih ia kenakan. Rambut hitam acak-acakan dan mata cokelat yang mengabur. Ada jejak air mata kering dipipinya. Figurnya terduduk malas bersandar pada headboard tempat tidur. Jendela kamar itu terbuka lebar dengan angin malam yang menghembus gorden putih. Suhu malam ini seperti jatuh dari sebuah atap gedung. Tak biasanya kota besar sedingin ini. Atau mungkin malam dan hawa dingin sedang tidak berpihak pada hatinya yang mendambakan seseorang.

---------------

Sudut bibirnya berkedut dan tangannya sedikit bergetar. Sudah 1 tahun dia berhenti merokok. Lalu kenapa malam ini mulutnya terasa sepi?

---------------

Satu batang rokok sudah terjepit diantara jari telunjuk dan jari tengah tangan kirinya, sedangkan sebuah pemantik api ditangan kanannya. Haruskah dia menyalakan batang rokok ini? Apakah dia siap membakar kembali ingatannya dan menyalakan kembali kenangannya? Apakah dia siap membuka kembali lukanya?

---------------

Suara khas pemantik api terdengar dan apinya memberi bayang pada sisi wajahnya. Pada akhirnya dia memutuskan menemani mulut kesepiannya. Melarikan diri pada rasa sesak didadanya. Mencari kenyamanan pada asap yang memenuhi kamarnya. Menenggelamkan dirinya pada sebuah kekalutan. Sebuah senyum kecut terpampang diwajahnya.

3 Derajat KebebasanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang