part 2

945 47 11
                                    

Author pov

Luhan, yeoja yang sedari tadi masih betah bermain dengan tuts pianonya. Nada-nada indah memantul di berbagai sudut ruangan tersebut.

Piano...

Alat musik satu itu memang sudah tidak asing lagi bagi luhan. Piano adalah alat musik pertama yang ia pelajari sejak usia 5 tahun.

"xiao jie maaf mengganggu, tapi ini sudah waktunya untuk meminum teh dan memakan beberapa cookies" luhan menghembuskan napas sedikit kasar bersamaan dengan jemari lentiknya yang berhenti menekan tuts piano. Luhan sangat benci teh, entah bagaimana minuman itu terasa pahit di lidah luhan. Tapi apa mau dikata, itu sudah merupakan tradisi keluarga xi.

"baiklah tapi..." luhan menggantungkan kalimatnya, tampak sedang berpikir kemudian pandangannya teralih keluar jendela

"aku ingin membelinya di sebuah cafe, qian jie" lanjut luhan menyelipkan nada sedikit memohon. Victoria atau lebih sering disebut qian jie oleh luhan, tampak tidak setuju dengan ide luhan tapi begitu melihat deer eyes milik luhan tanpa sadar ia mengangguk. Menyetujui ide luhan.

"xie xie qian jie, kau yang terbaik" ujar luhan sambil menampilkan senyum lima jarinya

Luhan melangkah menuju kamarnya untuk berganti pakaian.

Sebuah mini dress berwarna putih dengan motif bunga berwarna merah muda menjadi pilihan luhan untuk jalan-jalan sorenya,

"kau tidak ikut qian jie?" tanya luhan ketika melihat victoria masih menggunakan baju rumahnya

"tidak xiao jie, anda harus menyelesaikan gaun yang anda pakai besok. Masih ada beberapa bagian yang belum sempurna" jawab victoria sopan. Luhan tampak kecewa karena itu, oh ayolah.. gaun itu sudah cantik menurut luhan, apalagi yang kurang?

"baiklah kalau begitu, aku pergi dulu qian jie" pamit luhan lengkap dengan senyum tipisnya.

---

Semua mata tertuju pada 3 buah limousin yang berhenti tepat di pinggir jalan gangnam. Luhan turun dengan kepala sedikit tertunduk. Malu, tentu saja.

"tunggulah sebentar disini"kata luhan pada para body guardnya sebelum ia masuk ke dalam sebuah cafe.

Luhan masih setia berdiri didekat kasir, memperhatikan pilihan menu yang tersedia.

Ia bingung.

Ia memang beberapa kali pernah ke cafe tapi bersama victoria. Ia tidak pernah memesan minumannya sendiri karena victoria selalu memesankan untuknya dan parahnya ia tidak tahu nama minuman yang sering dipesan victoria.

"taro bubble tea cukup enak" ucap seorang namja yang tepat berada dibelakang luhan

"maaf tapi aku sedang tidak ingin mengonsumsi sesuatu yang berhubungan dengan teh" ini salah, luhan tahu itu. Tidak seharusnya ia membalas ucapan orang asing.

Namja itu tidak membalas, ia tampak menaikan sebelah alisnya.

"aku pesan 1 choco bubble tea dan 1 taro bubble tea, take away" kata namja itu pada kasir sambil menyodorkan beberapa lembar won.

Beberapa menit menunggu akhirnya pesanan namja itu keluar juga

"cobalah" ujar namja itu seraya menyodorkan taro bubble tea pada luhan yang masih setia memperhatikan papan menu

"ini gratis, ambillah" ulang namja itu karena luhan yang hanya diam menatap bergantian dirinya dan bubble tea.

Namja itu akhirnya menyodorkan taro bubble tea tepat didepan mulut luhan dan lagi-lagi secara reflek luhan meminumnya

DestinyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang